II - Cuman Pacar, Belum Tentu Jodohnya

1.3K 97 37
                                    


Ketika kita dihadapkan dengan suatu persoalan, lakukan empat hal ini; sabar, usaha, doa, dan tawakal. Niscaya, kita akan senantiasa mudah mendapatkannya jika itu memang sudah takdir kita, namun saat kita tak mendapatkannya kita akan ikhlas karena kita sadar masih ada yang terbaik yang sudah disiapkan olehNya.

💄💄💄

“Dari mana saja kamu? Antar jemput kekasih kesayangan kamu yang manja itu?”

Zemi menghentikan langkahnya saat mendengar pertanyaan dari sang mama, Milla Raharja.

“Mama tanya kamu, Zemi.”

Zemi menghela nafasnya sesaat sebelum akhirnya memutar tubuhnya 180 derajat agar berhadapan dengan sang mama. “Aku habis dari kampus dan asal Mama tahu, Bianca enggak manja, bahkan tadi dia maksa buat enggak aku antar pulang. Cobalah Ma, Mama lihat sisi baik Bianca.”

“Mama cuman mau yang terbaik buat kamu, Zemi. Kamu paham itu, ‘kan?”

“Zemi enggak paham karena Mama enggak pernah mau ngertiin aku, Ma. Aku sama Bianca jelas beda dengan Mama dan papa. Aku mohon masa lalu kalian ya milik kalian, masa depan aku milik aku, Ma. Stop, ya? Aku capek.”

Zemi tahu mamanya ingin yang terbaik untuknya dan Zemi tahu mamanya hanya takut masa lalu mamanya itu akan terulang pada Zemi jika Zemi bersama Bianca.

“Kalau Mama mau cari siapa yang salah dari kejadian itu maka yang salah itu aku sama Bianca, Ma, bukan cuman Bianca karena aku sama dia sama-sama mau. Aku harap Mama paham.”

Milla tersenyum kecut. “Tahu apa kamu soal masa depan? Kamu cuman anak umur 23 yang belum tahu apa-apa, Zemi. Sedangkan Mama udah pernah merasakan pahit manisnya hidup. Please lepasin Bianca dan kamu terima Gabriela.”

“Asal Mama tahu, cewek itu lebih manja dari Bianca, Ma,” ucap Zemi apa adanya, bahkan Zemi tak sanggup menyebut nama wanita manja yang menjadi awal kisahnya bersama Bianca dulu.

“Mama tahu ‘kan rasanya menikah sama orang yang enggak kita cintai, tapi kenapa Mama selalu maksa aku buat sama cewek itu? Ma, aku harap Mama paham ya. Mau aku cuman Bianca, cuman dia. Sampai kapanpun cuman dia.”

Setelah mengucapkan kalimat panjang itu Zemi lantas bergegas menuju lift untuk menuju kamarnya. Sebenarnya Zemi malas untuk pulang ke rumah mewah milik keluarganya ini, tetapi rengekan sang papa membuat Zemi luluh.

***

“ZEEEEEMIIIII!!!!” suara cempreng milik Bianca terdengar di seberang sana membuat Naka, Devon, dan Agasa lantas menatap ke arah Zemi yang masih belum buka suara karena masih sibuk mengusap telinganya.

“Zemi gawat! Zemi gawat!”

“Ada apa, Beb? Suaranya kecilin ya, Cantik. Kuping aku sakit,” balas Zemi akhirnya.

“Ya ampun, maafin, Zem. Perlu aku ke sana terus bawa kamu ke rum—”

“Enggak usah, Bianca. Lupain. Aku enggak papa, kok. Ada apa emang nih?”

“Dosen baru itu ternyata temannya kak Alya, kakak ipar aku, istrinya bangke. Sumpah aku malu. Tadi ketemu di rumah bangke, tapi untung aku langsung izin pulang. Takut. Aku harus gimana?”

Zemi dan ketiganya sahabatnya saling bertukar pandang, kemudian Zemi menyimpan telunjuknya ke bibirnya mengisyaratkan agar mereka tak bicara lebih dulu. Ketiganya mengangguk paham, meskipun Devon harus Naka bekap karena papa muda yang satu itu sudah gatal ingin tahu apa yang terjadi.

Dosen Vs Boyfriend [ Complete ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang