XLIX - Ternyata Rencana Nadila dan Gavin

721 44 20
                                    

Rasa cinta bukan lagi prioritas untuk orang dewasa dalam menjalani hubungan karena yang mereka butuhkan adalah keseriusan.

💄💄💄

Lantai dua meja nomor 04. Sesuai petunjuk Bianca menunggu Nadila di meja 04 yang ada di lantai dua kafe yang tepat berada di depan apartemen Gavin. Bianca sendiri. Ya, dia sendiri.

Sorry nunggu lama. Bandung macet.” Suara lembut terdengar di pendengaran Bianca seiiring dengan wangi parfum yang Bianca yakini harganya tidak murah. “Bianca, ‘kan?”

Bianca mengangguk. “Iya, Bianca,” jawabnya singkat.

“Nadila. Nama gue Nadila Arasta. Salam kenal,” ujar pemilik suara lembut tadi sembari mengulurkan tangannya.

Bianca menerima uluran itu dan hanya bertahan sekejap saja.

“Mau pes—”

“Kayaknya langsung ke intinya aja. Gue enggak punya banyak waktu,” potong Bianca membuat Nadila mengangguk paham. Berani juga nih anak, komentarnya dalam hati.

Nadila berdehem lebih dulu sebelum akhirnya berkata, “Tanpa gue jelasin lo udah tahu siapa gue di hidup Heru. Ya, Heru. Calon lo, ‘kan?”

“Mantan calon,” ralat Bianca dengan wajah tanpa eskpresi. Sejak awal wajah Bianca memang terlihat tak bersahabat, padahal Nadila biasa saja.

“Sama dong. Gue juga mantannya,” ucap Nadila diakhiri tawa mirisnya. Bianca bisa melihat kesedihan dari mata milik Nadila.

Bianca menghela napas berusaha untuk santai dan tak emosi. “Udah gue bilang. Gue enggak ada banyak waktu. Jadi, ngomong langsung aja ke intinya.”

“Gue nyerah buat berusaha berjuang mendapatkan Heru lagi,” ucap Nadila gamblang. Bianca diam, sedikit terkejut.

“Dia emang sempet lupa sama lo, tapi percaya dia udah enggak ada perasaan apapun sama gue. Lo salah paham karena pelukan gue sama dia sore kemarin? Gue yang meluk dia dan dia cuman diem karena terkejut mungkin,” jelas Nadila.

“Gue enggak butuh tuh penjelasan itu,” balas Bianca terdengar tak tertarik.

Nadila mengulum bibirnya sembari memicingkan matanya. “Yakin? Kalau enggak butuh kenapa lo marah sampai kabur dan minta tolong Gavin?”

Kali ini kedua mata Bianca membola sempurna. “Lo kenal Gavin?” tanyanya.

Nadila spontan mengangguk membuat Bianca semakin kebingungan. “Ini semua rencana gue sama dia termasuk Eka dan Maura. Gue kenal Gavin tiga bulan lalu. Kita satu tempat kerja. Gavin temen pertama gue di Jakarta. Gue percaya sama dia, gue cerita semua hal tentang gue termasuk Heru.”

Permainan apa ini? tanya Bianca.

“Sampai akhirnya Gavin sadar kalau Heru yang gue ceritakan adalah Heru calon lo dan rekan kerja kakaknya sesama dosen. Gavin diem, dia enggak mau ikut campur apa-apa sampai akhirnya lo cerita soal kejadian kemarin dan minta tolong buat kabur, Gavin baru cerita ke gue. Dan rencana bawa lo ke Bandung itu rencana gue karena gue tahu Fadli tinggal di apartemen yang sama dengan Gavin. Otomatis Fadli bakal laporan dan Heru bakal nyamperin ke sini. See? Semua terjadi bukan?”

Nadila menjeda ucapannya, gadis itu terlihat mengusap air mata di ujung matanya. “Dia peduli sama lo. Dia sayang sama lo. Kejadian kemarin gue yang salah. Dia cuman kaget aja ketemu lagi sama gue,” lanjutnya terdengar getir.

“Lo cinta sama dia?” tanya Bianca terdengar pelan.

Nadila tersenyum tipis. “Itu udah enggak penting. Yang sekarang dia butuhkan itu lo bukan gue. Gue juga tahu, lo juga butuh dia. Kalian sama-sama pernah gagal dan gue rasa kalian bisa jadi pasangan sejati nantinya. Selamat ya. Jaga Heru. Dia pria baik.”

Dosen Vs Boyfriend [ Complete ]Where stories live. Discover now