• Part 18

624 86 5
                                    

Irene menarik napas panjang sambil menatap wajah Junmyeon yang sedang tertidur tenang. Sudah genap satu minggu dia menemani bos sialannya itu di rumah sakit, dan lebih sialannya lagi adalah bosnya itu betah berlama-lama di tempat ini. 

Maklum saja, kamar yang ditempatinya masuk ke kelas VVIP yang biasanya dipesan oleh jajaran artis ternama atau orang-orang penting saja. Rasanya bukan sedang berada di rumah sakit, melainkan sedikit bersantai di hotel dengan pemandangan gedung pencakar langit yang menjulang tinggi khas ibukota.

Padahal, dokter sudah mengisyaratkan pria sial ini untuk segera pulang karena kondisinya sudah membaik. Bahkan, perawat-perawat itu malah membawakan makanan-makanan kesukaan Junmyeon walau tetap dalam pemantauan ahli gizi.

"Nggak capek lihat saya terus?"

Pertanyaan tadi membuyarkan lamunan Irene. Ia segera menggelengkan kepalanya dan sekali lagi menarik napas panjang. "Yang ada saya capek di sini terus, mending kerja aja di kantor."

"Yaudah anggep aja kaya liburan," balas Junmyeon sambil menyandarkan tubuhnya di pojok kasur, membuat posisinya sedikit tegak.

Irene memutar bola matanya.

"Bae Joohyun!"

"Apalagi?"

"Kamu meremehkan saya ya?!" tanya Junmyeon begitu melihat Irene malah memutar bola matanya. "Saya masuk rumah sakit gara-gara bakso langganan kamu loh!"

"Ya kan saya nggak suruh Bapak makan!" kesal Irene.

Junmyeon terdiam sejenak. "I-ya juga sih." Sedetik kemudian ia kembali menatap Irene. "Tapi tetap ini semua karena kamu!"

Irene kembali menarik napas panjang. "Ya udah, saya minta maaf. Terus Bapak mau apa sekarang?"

"Mau kamu," ucap Junmyeon spontan membuat Irene menoleh.

"Maksud Bapak?"

"Mau kamusyawaratan! Iya maksudnya kita musyawarah dulu apa mau saya," sanggah Junmyeon cepat. 

"Yaudah, saya tanya sekali lagi. Mau Bapak apa biar saya nggak salah lagi?" tanya Irene.

"Udah, kalo lagi liburan tuh jangan buat saya mikir. Saya capek disuruh mikir. Otak saya berasap," balas Junmyeon. "Nanti saya kabari kalau udah kepengen."

"Harus yang masuk akal," sergah Irene.

"Ya emang hal nggak masuk akal apa yang mau saya minta ke kamu?" tanya Junmyeon.

"Jangan minta mobil apalagi rumah. Saya gak ada duit," ucap Irene membuat Junmyeon memutar matanya dan mengambil minum di atas nakas.

Setelah menelan air mineralnya, Junmyeon berkata, "Ya saya tahu kamu gak ada duit."

"Yaudah lainnya boleh asal gak mahal-mahal," ucap Irene.

Junmyeon menatap Irene lama. "Lainnya boleh?"

Irene mengangguk. "Iya, mau minta apa emang? Udah kepikiran?"

Junmyeon menyeringai pelan. "Oke, nanti tunggu tanggal mainnya."

Lagi-lagi Irene memutar kedua bola matanya atas jawaban bodoh nan konyol bosnya itu.

••

"Pagi Pak," ucap para karyawan begitu melihat Junmyeon sudah kembali ke kantor lengkap dengan wajah datarnya. Ia hanya mengangguk tanpa memberikan senyuman pada setiap yang menyapanya. 

Matanya mulai berbinar melihat sosok wanita cantik dengan rambut panjangnya sedang berwajah masam di balik kubikel. Ia tersenyum tipis lalu mengetuk mejanya. 

"Eh!" Wanita itu terkejut. "Kok udah masuk kerja, Pak?"

Junmyeon melipat kedua tangannya di depan dada. "Ya kemarin siapa yang marah-marah katanya capek nungguin saya di rumah sakit? Katanya minta kerja aja?"

Irene tertawa kecil. "Iya, Pak, selamat datang kembali."

"Mana sarapan saya? Kamu nggak lupa kan?" tanya Junmyeon.

"Sarapan Bapak sudah ada di meja, dibuat sepenuh hati dan jiwa raga oleh chef Irene. Silakan menikmati," ucap Irene.

Junmyeon mengangkat kedua alisnya lalu bergegas masuk ke dalam ruangannya. Ia segera menghampiri mejanya dan mendapati dua kotak bekal lengkap dengan jus buahnya.

Ia tersenyum pelan dan menikmati makanan pagi ini dengan hati yang gembira. 

••

"Bae Joohyun!" teriakan itu membuat Irene yang sedang memeriksa laporan segera menghentikan kegiatannya dan masuk ke dalam ruangan Junmyeon.

"Ada ap--" ucapan Irene terputus ketika ia menyadari suatu hal. Ia buru-buru keluar dari ruangan dan mempraktikkan cara masuk ke ruangan bos yang benar.

Tok.. tok.. tok.. 

"Masuk."

Irene segera masuk dan mendekat ke meja Junmyeon. "Ada yang bisa saya bantu, Pak?"

"Kapan saya berangkat ke Bali?"

Irene memutar tablet yang dibawanya. "Jadwal Bapak ke Bali seharusnya dilakukan 2 hari yang lalu saat Bapak sedang bermanja-manja di rumah sakit."

Junmyeon berdeham kencang dan membenarkan dasinya sedikit. 

"Jadwal dialihkan menjadi 2 hari lagi, flight Bapak ada di jam paling awal yaitu jam 04.39 pagi," lapor Irene. 

"Kam--"

"Baju Bapak sudah saya packing, begitu juga dengan milik saya," potong Irene.

"Bagus," ucap Junmyeon sambil memainkan bolpoinnya. "Kalau gitu jangan lupa jemput saya juga jam segitu."

Irene membelalakkan matanya. Apa katanya? Jemput? 

"M-maksud Bapak?"

"Maksud apalagi? Ya jemput saya di apartment jam 3 pagi," jawab Junmyeon santai.

Irene kembali membelalakkan mata. "Bapak nginep aja di apartment saya mau gak? Lebih deket sama bandara dan biar gak dua kali kerja."

Junmyeon segera memutar kursinya, mendekat ke meja, dan menatap Irene. "Kamu barusan bilang apa?"

"Bapak nginep aja di apartment saya karena lebih dekat sama bandara. Nanti pulang saya ambil koper Bapak lalu saya taruh di apart saya," ucap Irene. "Atau berangkat sendiri-sendiri aja boleh nggak sih, Pak? Saya kalau ke apart Bapak dulu tuh bakal putar balik."

Junmyeon terdiam sejenak lalu kembali menyeringai. "Oke, saya pilih opsi pertama."

"Oke nanti pulang saya ke apart Bapak untuk mengambil koper," ucap Irene lalu pamit undur diri.

Rezeki gak boleh ditolak euyy.


••

My Boss // SURENEWhere stories live. Discover now