𝟎𝟓 || 𝐏𝐈𝐓𝐀𝐊 𝐃𝐀𝐃𝐀𝐊𝐀𝐍 𝐊𝐔=𝐒𝐀𝐁𝐀𝐑𝐊𝐔

488 369 163
                                    

"Terkadang, hal kecil yang membuat jengkel saja dapat menghasilkan kenangan lucu di masa-masa tua nanti

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Terkadang, hal kecil yang membuat jengkel saja dapat menghasilkan kenangan lucu di masa-masa tua nanti."

•••

Udara terik matahari mampu terasa ke dalam kulit tujuh siswa yang kini menjalani hukuman berdiri satu kaki dengan tangan yang menghormat bendera.

Keringat yang mulai menetes ke melewati mata, membuat cewek berponi itu meringis pedih sontak menurunkan kaki nya mengelap mata nya.
"Aaaa ... perih!"

"Teri, yang bener hormatnya. Kamu ini sudah terlambat, ga bener hormatnya. Mau ibu tambahin hukuman mu?" marah Bu Endah, guru ekonomi yang sedang mengawasi mereka di kooridor depan tak jauh dari mereka.

"Sebentar Bu elah, mata dia kena air keringet, " kata siswa berambut pendek itu dengan nada tak suka. Ya walaupun mereka salah, tapi di saat seperti ini guru itu tidak mengerti sekali apa yang di alami muridnya ini.

"Kejem amat!" gumam cowok di sampingnya.

"Diam kamu!" Lelaki itu mendengus sebal memiringkan bibirnya. Guru itu selalu saja ingin menang sendiri tidak dikelas saja, terlalu sangat tidak asik menurut mereka. Guru itu terus berjalan mondar-mandir. Membuat hati mereka gelisah saling melirik satu sama lain. Sampai akhirnya, guru itu masuk ke dalam kelas yang sedang di ajar olehnya.

"Capek betul sa. Keringat sudah membasahi badan ini. Sa pergi ke sekolah bukan untuk mandi keringat, " keluh lelaki berwajah manis dengan rambut keriting. Logat bicaranya yang khas itu mampu mengetahui bahwa ia perantau dari kota sebrang sana. Tangannya terus-menerus mengelap keringat di wajahnya sebelum akhirnya di tepuk pundaknya oleh lelaki di sampingnya membuatnya sedikit terhentak.

"Sudah lah Beta, korang jangan mendumel, tidak baik lah itu. Ko ucap itu kedengeran Mak Lampir ... ? Habis sudah nyawa mu, Beta e, " kata Ehan memeletkan lidahnya di ujung kalimat. "lagi juga matahari pagi, sehat ini mah Beta e, "

"Sa punya nama Kaleb Irma Tabuni lah, Beta? Apa nama sa ji Beta. Aduh macem mana ini, "

"Kan keren Be-ta. Ko Beta aing Beta. Kita sama-sama Beta bukan Beta e?" ujar Egi seraya memperagakan aksinya lalu merangkul Beta sebelum akhirnya menutup mulutnya yang ingin tertawa dengan tangannya membuat Ziyan, Ehan dan Taska terkekeh pelan.

Kekehan itu tak berlangsung lama, Bu Endah melirik tajam mereka, guru itu terus berjalan mondar-mandir. Sampai akhirnya, guru itu masuk ke dalam kelas yang sedang di ajar olehnya. Saat itu juga, helaan napas terdengar keluar bersamaan. Mereka menghirup udara pagi yang terik ini, benar-benar lega akhirnya mereka terlepas dari kandang macan.

"HUHHHH!! AING MASIH NAPAS. MAKASIHHH YA ALLAH, MASIH NAPASSS SAYA!" teriak lelaki bernametag Ehan, melayangkan pukulan nya ke pundak Teri yang kini meringis.

"Sakit Ehan!!!" Teri memelototi Ehan. Ehan yang merasa dilihatin pun menoleh melihat Teri dengan cengiran kebahagiaan dengan sedikit mengibaskan rambutnya yang basah akibat keringat. Rasa kesal melihat cengiran dari lelaki di sampingnya itu membuat dirinya menjambak rambut lelaki itu dengan tamparan pundak membuat Ehan meringis.

𝐀 𝐋𝐢𝐧𝐞 𝐨𝐟 𝐄𝐱𝐞𝐬 : 𝐒𝐚𝐭𝐲𝐚 𝐌𝐚𝐡𝐞𝐯𝐚𝐧𝐝𝐫𝐚 [ᴏɴ ɢᴏɪɴɢ]Where stories live. Discover now