Lalu

39 9 4
                                    

Ada waktu di masa lalu, ia mengunjungi blog perempuan itu lagi. Sudah lebih dari setahun perempuan itu tak menulis di sana. Menyisakan sebuah tulisan bahwa si penulis akan vakum beberapa waktu. Dan kapankah beberapa waktu itu? Ia tak tahu. Tak ada yang tahu. Yang ia tahu, perempuan itu sudah lepas dari pandangannya. Dari lingkarannya. Kehidupannya.

Siapa yang tahu?

Dengan menyisakan kehampaan yang aneh, laki-laki itu menutup laman dengan cepat dan menggeletakkan tabletnya begitu saja di atas ranjang. Gegas ia mandi, mengguyur seluruh badannya. Membasahi rambutnya, meremasnya, seolah ia ingin melenyapkan kebingungan yang dirasakan hatinya. Kebingungan tanpa definisi. Menyisakan sepi jika kata sesak terlalu berlebihan.

Buang-buang waktu saja!

Ia mengatakannya pada diri sendiri. Meyakinkan diri. Ia tak pernah risau. Tak pernah goyah. Sebab risau dan goyah pertanda ia kalah. Sedangkan kalah, ia sudah pernah mengalaminya dulu. Tak ingin lagi ia merasakan hal yang sama. Kekalahan dua kali, itu artinya ia tak beruntung. Sebuah prinsip yang ia pegang selama ini. Tetapi ia melupakan satu hal. Bahwa ia anak manusia. Ia punya emosi. Hal itu bisa saja terjadi. Tetapi ia, lelaki ini terlalu menjaga harga diri. Sebab baginya, harga diri adalah hal terakhir yang dapat ia pertahankan ketika kekalahan telah terjadi. Begitulah ia mengatasi perasaannya.

Sambil mengeringkan rambutnya, cepat-cepat ia menerima telepon dari Naufal. Mereka telah janjian di salah satu kedai kopi. Ada sebuah tawaran. Bukan bisnis, tetapi barangkali itu bisa menjadi titik baliknya lagi untuk menata hidupnya. Juga perasaannya.

***

Alatas menyeruput es kopinya yang pahit. Tak pakai gula sebab ia mulai terbiasa. Merasakan pahitnya hidup maksudnya. Hahaha. Ia ingin mengatai dirinya sendiri. Kini, di tahun ini, setelah semua yang ia lewati beberapa tahun lalu, ia tak ingin lagi salah melangkah. Ada hal-hal yang ingin ia benahi. Hidupnya, dan sisi romansanya yang selalu berantakan.

Bertepuk sebelah tangan? Hah, Itu hanya akal-akalan Naufal. Ia merutuki perkataan temannya. Sambil mengumpatinya kemudian.

Naufal pernah bilang, Alatas mungkin harus merasakan cinta bertepuk sebelah kanan lagi sebelum menemukan jodoh yang sebenarnya. Tetapi benarkah cinta bertepuk sebelah tangan? Ada masa ia amat yakin Alana punya perasaan istimewa untuknya.

Simpati kali! Tau sendiri a, umak nggak paham apa-apa masalah kuliah kalau nggak ada Mbaknya?

Begitu Naufal berseloroh. Hahaha. Sial! Menyadari itu membuat Alatas makin tak paham dengan perasaannya sendiri. Kenapa ia merasa dirinya menyedihkan?

"Heh!" Naudal menyenggolnya. "Mikir opo seh" Mikir apa? 

Memang aku sedang memikirkan apa?  Ia heran sendiri.

"Gaaaaaak!" serunya dengan nada yang lebih tinggi dari yang ia maksud.

"Yo sante ae ta Cak. Hahaha. Sekarang gimana? Mau ambil kesempatan itu?" Naufal mengembalikan topik yang sedari tadi harusnya mereka bahas.

"Jadi trainer maksudmu? Memang tampangku ini meyakinkan buat ngajarin orang?"

"Pan, kan umak jual pengalaman ke pebisnis startup, ya harus meyakinkan. Lagian mereka masih baru lulus SMK. Ini kan juga program pemerintah. Nah, mereka butuh instruktur dari luar. Emang masih repot ngurusin penerbitane Masmu?"

Naufal benar. Sekarang ia lebih banyak nganggur. Setelah program charity, pengambilalihan saham kabarmalang, pengurusan badan usaha untuk penerbitan dan percetakan proyek dengan kakaknya, kini dia beneran nganggur. Kini semua proyeknya sudah berjalan dengan baik. Ia sengaja semi vakum, karena ingin sedikit bersantai. Terutama di saat ayahnya memiliki kondisi kesehatan yang tak begitu baik. Ia ingin menemani ayahnya check up ke dokter atau membantu toko ibunya. Keluarganya memang memiliki latar belakang sebagai pedagang. Sama dengannya, pedagang digital.

"Akan kupertimbangkan," kata Alatas akhirnya.

"Oyi tok wis. Lagian, syukur-syukur umak dapet jodoh, hahaha." Naufal terpingkal. Selalu saja sahabatnya itu, tak habis-habis meledeknya.

"Kon disik ae ndang rabi, pacaran terus ae, gak nandi-nandi!* (Kamu dulu aja yang lekas menikah, pacaran terus, nggak ke mana-mana)" Bukan Alatas kalau tak membalas.


Kosakata:

Umak: kamu (bahasa walikan Malang)

September, 02 nd 2021




Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 02, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cangkir Terakhir: Cerita Kopi 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang