Terlambat?

137 17 10
                                    

Memangnya definisi kata terlambat itu apa? Alatas tak pernah berpikir sejauh itu tentang perasaannya terhadap perempuan setelah pengalaman mengajarkannya untuk tidak berharap pada orang lain. Sudah cukup satu kali ia merasa patah hati. Itu pun sudah cukup lama. Ketika ia masih ingusan. Sialnya, pengalaman itu terus membekas. Dan kini, apakah ia harus meralat kembali ucapannya? Setelah melihat Alana memasuki ruangan kedai tempat launching proyek mereka setelah tiga bulan bekerja.

Alana beneran sudah menikah?

Pikirannya terus menyuarakan hal itu. Tepat ketika langkah perempuan yang anggun dibalut dengan dress hijau pupus dengan kerudung bercorak senada itu berada di depannya. Seakan belum selesai, perempuan itu juga memperkenalkan Alatas pada suaminya.

Alatas, laki-laki itu hanya tersenyum. Jika Alana agak jeli, ia mungkin melihat bahwa mata terkejut Alatas mengandung kehampaan. Dan kerapuhan yang selalu ditolak untuk diterima Alatas. Akal rasional laki-laki itu tidak bisa menerima kenyataan bahwa ia terlambat menyadari perasaannya pada Alana. Kalau sudah terlambat juga buat apa?

***

"Sudah tak bilangi, kamu ngeyel terus." Naufal selalu merecokinya. Selalu. Tak pernah berhenti. Itulah yang bikin Alatas malas ketemu teman-temannya dulu. Proyeknya masih banyak. Bisnis keluarga yang dirintis juga lagi ramai-ramainya. Sekarang Naufal menghakiminya karena tidak gerak cepat?

"Asem kamu, Fal. Sudah ta ngledekin ae. Sekarang kita fokus di proyek pengembangan startup dulu. Nggak usah ungkit-ungkit di luar pekerjaan," Alatas berkilah.

Naufal tertawa untuk kebodohan temannya kemarin. Tetapi ia tahu bahwa Alatas orang yang profesional. Tidak mau membahas masalah pribadi sebelum kerjaan selesai.

"Pan, kabarmalang jadi divakumin aja? Sahamnya nggak jadi dijual?" tanya Naufal. Ia ingat kalau kabarmalang sempat ditawar media lain untuk dibeli. Tetapi ia lupa tidak lekas menanyakannya pada Alatas.

"Nggak. Hiatus dulu aja sampai nemu pembeli yang amanah. Calon pembeli kemarin, aku tahu track record-nya jelek. Pernah jadi buzzer politik di Pilkada tiga tahun lalu. Enggaklah kalau dijual sama dia." Alatas menjawab tegas. Tak ada toleransi dengan kezaliman adalah prinsipnya. Alatas selalu meyakini jurnalisme yang sehat adalah jurnalisme yang adil dan membela kepentingan orang kecil. Tetapi bisnisnya di bidang portal berita itu kembali surut, bahkan orang yang menangani kabarmalang akhirnya memutuskan untuk menjual sahamnya. Kepemilikan kembali pada Alatas lagi. 

"Oke. Kamu yang lebih paham. Aku ikut aja." Naufal menutup diskusi.

Selanjutnya tidak ada lagi obrolan kecuali tentang pekerjaan dan proyek-proyek amal yang ke depannya akan digagas para pemuda itu. Untuk sementara ia bisa melupakan masalah hatinya yang mengenaskan. Seperti yang sudah-sudah, ia hanya pasrah kepada waktu. Dan kepada takdir.

***

Beberapa tahun lalu, pemuda itu ingat bahwa ia hanya punya satu kali kesempatan untuk menyampaikan perasaannya secara tulus. Saat itu adalah ketika usai kelas kewirausahaan. Alatas tidak masuk kelas, tetapi ketika kelass usai, ia mendatangi gedung perkuliahan untuk menyampaikan sesuatu pada gadis yang sering membantunya itu. Hanya sebuah benda kecil yang agak imut—begitu pikirnya ketika memilih benda itu—oleh-oleh ketika ia pergi ke luar pulau. Niatnya hanya sebagai oleh-oleh. Hanya sebuah ketulusan untuk diberikan karena gadis itu banyak membantunya ketika kuliah. Tetapi jauh di dalam perasaannya yang belum ia ketahui, laki-laki itu sungguh-sungguh memikirkan perempuan itu.

Saat ia menunggu perempuan itu di selasar gedung perkuliahan dalam waktu lebih dari sepuluh menit, ponselnya bordering. Sebuah kabar mengejutkan dari keluarganya membuatnya gegas meninggalkan kampus, mengurungkan niatnya untuk memberikan kado itu pada gadis penolongnya.

Lewat pesan ia katakan bahwa sesuatu sedang terjadi. Ia harus segera pergi dan meminta maaf pada gadis itu karena tak jadi menemuinya. Sang gadis memaklumi meski sebenarnya jika pemuda itu menunggunya dalam dua menit, mereka akan sempat bertemu di pelataran kampus. Tetapi, ketetapan Tuhan telah ditulis. Bahwa mereka tidak akan bertemu saat itu.

Alatas tidak pernah menyampaikan ketulusan perasaannya pada Alana di masa lalu itu. Dan saat ini, setelah ia tak memiliki persimpangan jalan yang sama dengan Alana, yang tersisa adalah benda imut yang tergeletak di salah satu kotak penyimpanan di nakas kamarnya.

.

.

.

******

January, 27 th 2020 

Cangkir Terakhir: Cerita Kopi 2Donde viven las historias. Descúbrelo ahora