[29] Ketidakpastian Hati

617 148 39
                                    

"Gue suka sama lo, Agista Lavinsa."

Agista memejamkan matanya. Kilasan memori itu hadir. Kejadian tadi sore begitu membayanginya. Royvan mengakui perasaannya, di waktu yang salah. Agista baru saja berbaikan dengan Zaga yang pernah bilang suka dengannya. Apa kini Agista harus menjaga jarak dari Royvan karena ucapannya tadi?

"Dek, kamu kenapa melamun terus? Tuh supnya jadi dingin," ujar Vino menegur membuyarkan lamunan Agista. Perempuan itu langsung mengambil sendok dan mengaduk sup ayam yang rasanya asin.

Vino memiringkan kepalanya, menyadari ada yang tidak beres soal Adiknya. "Kamu ada masalah di sekolah?"

Agista menggeleng. Ia menyendokkan kuah sup ke dalam mulutnya. Ia begitu terbebani dengan ucapan Royvan. Siapa yang menyangka Royvan menyatakan cinta secara mendadak seperti ini?

"Lalu? Kamu terlihat tengah memikirkan sesuatu. Apa ada kaitannya sama cowok tengil teman sekelas kamu?" selidik Vino dengan mata memicing.

"Nggak Kakak," balas Agista dengan nada rendah. Vino masih diliputi rasa penasaran akan apa yang Adiknya pikirkan.

"Lalu? Kamu memikirkan apa?"

Agista menaruh sendok dan melipat tangannya. Ia hendak bertanya suatu hal yang pasti diketahui Kakaknya. "Kak, bagaimana tahu kalau kita sedang jatuh cinta?"

Uhuk!

Vino terbatuk. Buru-buru ia meraih gelas dan meminum air dengan cepat. Agista terkejut dengan respon Kakaknya yang di luar dugaan. "Eh Kak, pelan-pelan makannya."

Lepas merasa baikan, Vino menumpukan tangannya di meja makan. "Kenapa kamu menanyakan hal itu? Apa kamu sedang jatuh cinta?"

Agista mencoba tenang, kalau ia menampilkan gelagat aneh, Kakaknya akan curiga. "Nggak, aku tanya ini mewakili Izly. Dia bingung, antara jatuh cinta atau nggak sama Hildan."

Vino ber-oh ria. Lantas ia berpikir keras. Ia tahu apa soal cinta? Ah, penolakan. Elma tak pernah terlihat menerima cintanya. Perempuan itu selalu menyindir, mengkritik, dan memprovokasinya.

"Jatuh cinta itu ketika kamu deket sama dia, kamu nggak bakalan mikirin apapun selain dia dan merasa berdebar karena dia. Ini berlaku khusus yang belum tahu cintanya lho," kata Vino pada akhirnya. Agista mengangguk-angguk mencoba memahami makna sebenarnya cinta.

"Kak, apa mungkin satu hati wanita punya dua pria?" lontar Agista membuat Vino menggaruk kepalanya yang terasa gatal. Ia tak tahu jawabannya, namun berusaha mencari dengan pendekatan yang ia lihat dari Elma dan Nathalie.

"Mungkin bisa. Seperti Kak Elma dan Kak Nathalie yang suka 23 bujang, satu wanita bisa jatuh cinta dengan 2 pria."

Agista mengangguk paham. Buru-buru ia mengalihkan topik sebelum Kakaknya sadar. "Ah iya Kak, nanti ada Zaga ke sini, aku mau keluar sebentar beli pembalut. Kalau dia ada, suruh masuk ya."

Vino mengerutkan dahinya. "Siapa yang bilang Zaga boleh ke sini?"

"Aku, aku yang bilang barusan."

Ucapan Agista terlalu polos. Vino mencondongkan tubuhnya dan menepuk pelan kepala Adik satu-satunya. "Dasar kamu. Jangan sesekali bawa teman cowok malam-malam. Apalagi kamu perempuan. Kalau Papa sampai tahu hal ini, habis Kakak."

Agista meringis. "Hehe, baru kali ini kok Kak. Biasanya nggak pernah. Berani kalau ada Kakak doang kok, serius."

Vino menggelengkan kepalanya, berdecak. "Mau Kakak antar ke supermarketnya?"

"Nggak usah, aku naik ojol aja."

Agista menyudahi makanannya, ia berdiri. "Aku ke atas dulu ya Kak, mau ganti baju terus pergi."

SCIENCE 7 : UNITY IS PRIORITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang