46. Ngidam

1.5K 126 2
                                    

-o0o-
H A P P Y
R E A D I N G
-o0o-

Pagi-pagi sekali, Raihan sudah berkutat dengan alat-alat dapur. Ia berniat untuk membuat sarapan sederhana, mengingat istrinya yang tengah mengandung. Terkadang Raihan berpikir, apa Alfi tidak berat membawa anaknya ke mana-mana. Bahkan Raihan sering bergidik ngeri ketika jiwa bar-bar Alfi kembali, takut bayi di dalam perut Alfi mbrojol seketika.

Kali ini, Raihan akan membuat telur ceplok. Iya, telur ceplok. Sangat sederhana, tapi kali ini berbeda. Raihan akan mencetak telur itu menjadi bentuk hati. Kemarin malam sepulang bekerja, Raihan membeli cetakan kue berbentuk hati. Tapi ia tidak berniat membuat roti. Tapi telur.

Lima belas menit kemudian, telur ceplok dan susu ibu hamil sudah tertata rapi di atas meja makan. Kini saatnya Raihan membangunkan sang istri.

Ceklek!

Raihan tersenyum melihat Alfi masih bersembunyi di balik selimutnya. Ia mendekati Alfi, tangannya mulai menjawil pipi gembul istirnya, lalu beralih ke hidung mancung Alfi.

"Sayang ... Bangun yuk," bisik Raihan tepat di samping telinga Alfi.

Perempuan itu melenguh, namun kembali menarik selimutnya hingga menutupi setengah wajahnya.

"Alfi, yuk sarapan dulu. Kamu nggak mau nemenin aku makan?"

Alfi mengerjapkan matanya lucu, ia menatap wajah Raihan teduh. "Hm, gendong." Alfi merentangkan tangannya yang disambut senyaman lebar Raihan.

"Oke." Raihan menggendong Alfi ke kamar mandi, lalu mendudukkan Alfi di tepi wastafel.

"Mangap!" Alfi menurut, ia membuka mulutnya dengan mata yang masih terpejam.

Raihan menggosok gigi Alfi, sebenarnya ia takut akan melukai gusi istrinya, namun apa daya sang istri masih nyaman memejamkan mata.

"Kumur dulu, sama cuci muka sekalian." Raihan menurunkan Alfi, ia membalik tubuh Alfi sehingga berhadapan dengan kaca wastafel.

Alfi mulai kumur-kumur lalu mencuci muka hingga wajahnya terlihat segar.

"Udah?"

Alfi mengangguk.

"Mau gendong lagi?"

Alfi menggeleng.

"Ya udah, ayo ke ruang makan." Raihan menggandeng tangan Alfi menuju meja makan.

Tidak ada obrolan, hingga mereka sampai di meja makan. Raihan menarik kursi, mempersilahkan Alfi untuk duduk. Setalah sang istri duduk, ia segera menyajikan masakannya tadi.

"Ini sarapannya, telur ceplok spesial buat calon bunda. Dan ini, susu rasa vanila buat dedek dan bundanya."

Alfi menatap makanan di hadapannya, ia tersenyum kecil. "Makasih calon Ayah."

"Sama-sama, sayang." Raihan duduk berhadapan dengan Alfi. Ia mulai membalik piring dan mengambil nasi.

"Kamu makan sama apa?" Tanya Alfi saat melihat Raihan mengambil nasi.

Dokter Kampret ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang