Chapter 28.| Need Vitamin Sea

42 41 19
                                    

Ana

Ini udah seminggu dari acara hotel, dan juga perlakuan Eka yang terjadi  tanpa sebab itu. Aku menceritakannya pada dua sahabatku saat kami bertemu. 
Begitu menyemangatiku untuk melupakan masalah tersebut dan harusnya aku bahagia karena memenangkan dua kategori sekaligus di acara kali ini, yang juga tak luput bantuan dari Metta. Aku berusaha menenangkan diriku hingga saat ini. Dan Eka yang belum terlihat di depan mataku. Aku berpikir bahwa ia sengaja menjauhiku, padahal niatku hanya untuk memintanya mendengarkan penjelasanku dan aku sudah melupakan kesalahannya apapun itu sebabnya. Meskipun aku masih bekerja seperti hari-hari biasanya, tetap saja ada yang mengganjal di benakku. Aku sudah mencoba untuk menghubunginya namun aku merasa Eka memblokir seluruh kontakku, tanpa terkecuali. Kata teman-teman yang lain Eka sering mengambil liburnya dan kadang pulang cepat. Entah alasan apa yang digunakannya saat itu. Nampak jelas di mata teman-teman divisiku bahwa aku memiliki masalah yang belum terselesaikan, dengan gayaku tak seperti biasanya, juga Sovid berusaha menutupinya. Aku ingat saat sebelum pulang di malam acara, tepatnya di Tenda Biru, Afif dan Sovid mencoba menyampaikan sesuatu dan entah karena apa, mereka mengurungkannya. Sial, aku dibuat penasaran malam itu.

Hari ini setelah pulang kerja pukul tiga sore, Mikaela akan mengajakku ke pantai di daerah Jimbaran. Dreamland beach, dan rupanya Metta belum pernah kesana, jadilah dia memaksa untuk ikutan. Aku tidak sabar menunggu jam pulang tiba.

"Na! Ana!" Aku menoleh ke arah suara yang memanggilku, ternyata itu David. Lagi lagi dia, aku segera meninggalkan tempat nyamanku di bangku restoran, berjalan cepat agar menjauhi orang itu.

"Na, kalo dipanggil itu samperin bukan ngehindar astaga-" David menahan pundakku dan spontan aku menamparnya.
Aku merasa kaget atas keberanianku dan sisi lain merasa puas menuangkan amarahku karenanya Eka pergi menjauhiku (belum sepenuhnya).

"Kalo ngerasa gak disahutin berarti sadar diri, aku gak mau ngomong sama kamu!" aku menunjuk tepat di wajahnya, agar ia semakin sadar, perlahan aku meninggalkannya yang masih mematung diam di tempat.

Salah siapa terlalu berharap? Salah siapa? Manusia emang gak puas dan buta. Pura-pura buta mungkin buat ngehindarin masalah. Apapun itu alasannya bener-bener gak baik buat diri sendiri.

Dengan langkah kaki yang tak pasti, di antara tamu yang berlalu lalang, aku berdiri, mencoba mengontrol emosi, menuju lift karyawan, kantor adalah tempat aman supaya tidak bertemu siapa-siapa di area.

Cklek!

"Eh kamu, kirain di area," Intan yang diusianya harusnya bertindak seperti emak-emak malah menjadi teman untukku.

"Tadi sih di area, sekarang lagi males ke area, Pak Lanang kapan balik sih? Aku lupa sampai kapan dia ambil cuti," aku berdiri dan melihat schedule, aku yang membuatnya aku juga yang lupa.

"Kapan Na?"

"Besok harusnya dia shift malam, semoga dia inget,"

"Udah kirim email ke dia?"

"Udah kok, kalo gak salah seminggu yang lalu, aku juga tiba-tiba aja ngirim habis liat akhir cutinya,"

"Baguslah, harusnya dia kerja sih, tapi dia sendiri? gak kamu masukin yang lain lebihin, takutnya dia malah gak dateng, berabe kan kurang orang di area,"

"Udah, anak training yang kuliah itu 2 orang, Yuda sama Fajar,"

"Yaudah, kamu terhebat." Aku tersenyum saat Intan memberi 2 jempol tangannya di hadapanku.

Aku melihat sekeliling, kemana perginya duo linen itu? Apakah salah satunya libur? Tumben sekali ruangan ini sepi.

"Kamu sakit ya Na?" Tanya Intan tiba-tiba

Capek. [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang