Twelve

2.1K 502 118
                                    

"Gue anak tiri, Kinara."

Kinara terdiam. Perasaan khawatir beberapa saat yang lalu sudah bercampur dengan rasa takut.

Ia takut tidak sanggup mendengarnya terlalu jauh.

"Gue hidup belasan tahun sebagai anak tiri yang statusnya disembunyikan."

Kinara masih membisu. Tidak ada celah untuknya berbicara saat ini.

"Gue nggak pernah ngebayangin kenyataan pahit yang kayak gitu beneran ada. Gue kira cuma di film-film aja," lanjut Jaemin dengan kekehan kecilnya.

"Gue anak tiri Mama, anak kandung Papa," jelasnya lagi. Menjawab rasa penasaran yang sejak tadi ingin Kinara utarakan.

Gadis itu menggeser piring martabak dari hadapannya. Ia memusatkan seluruh perhatiannya pada lelaki yang saat ini sedang menundukkan kepalanya dalam.

"Gue kaget. Gue bingung. Lo tau? Gue masih kelas satu SMP waktu denger fakta kalo gue anak tiri."

Kinara semakin bungkam. Masalah status dalam keluarga itu terlalu berat untuk anak yang masih duduk di bangku SMP.

"Gue merasa bodoh, selama belasan tahun nganggep diri sendiri satu darah sama Mama, sama anak-anak Mama yang lain," lanjut Jaemin lagi.

Kinara sempat terpaku saat manik mata indah itu menatap matanya sebelum kembali menunduk.

"Mungkin lo mikir, status gue sama anak Mama yang lain sama-sama anak tiri, karna mereka juga anak tiri Papa."

Gadis itu diam. Jujur, ia sempat berpikir seperti itu.

"Beda, Kinara. Mereka tau statusnya dari awal, gue nggak. Data gue dipalsuin, semuanya disembunyiin. Gue beneran nggak tau apa-apa."

Kinara menghela napas ringan. Ia tidak tahu masalah Jaemin lebih sulit dari masalahnya sendiri.

"Gue kecewa sama mereka yang waktu itu gue rasa nggak pantes disebut keluarga." Jaemin menjeda seraya terkekeh pahit. "Mata gue gelap, Kinara. Gue nggak bisa bedain lagi mana yang bener mana yang salah."

"Ini alasan lo mikir keputusan gila itu?" tanya Kinara ragu-ragu.

Jaemin diam sejenak, kemudian mengangguk. "Pikiran gue masih terlalu lemah buat nerima fakta berat kayak gitu. Gue nggak sanggup. Gue mikirnya mau mati aja."

Kinara mengangguk kecil. Seolah memahami bagaimana perasaan Jaemin saat itu.

"Gue pernah bilang sama Caca, cuma iseng, ternyata efeknya besar banget buat hidup gue."

"Bilang apa?"

"Gue pengen jadi ikan."

Kinara mengernyit. Sudut bibirnya sedikit tertarik karena merasa lucu dengan ucapan Jaemin barusan.

"Ada danau kecil di dekat sekolah gue dulu. Kalo lagi suntuk gitu, Caca sering gue ajak kesana buat liat-liat ikan."

"Lo bunuh diri disana?"

Jaemin terkekeh, lalu menggeleng kecil.

"Jadi?"

"Kak, gue pengen jadi ikan, tapi nggak mau di danau kecil kayak gini, gampang diliat, gampang ditangkep. Lo tau jembatan lintas kota yang kalo malem lampunya jadi warna-warni itu? Gue mau jadi ikan di danau besarnya." Jaemin tertawa lagi. Kali ini terlihat lebih santai. "Gue bilang gitu sama dia, iseng-iseng ala bocah aja. Ternyata dia inget."

"Lo coba bunuh diri disana?"

Jaemin mengangguk kecil. "Caca sampe batalin penerbangannya ke Sulawesi waktu tau gue kabur dari rumah. Dia datengnya tepat waktu banget, Kinara."

Second Lead | Jaemin✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang