BOY 2 : 15. PERPUSTAKAAN

78 12 0
                                    

***

Sebuah mobil berhenti di depan sebuah gedung besar, kemudian dua orang turun dari mobil itu. Rasya menatap sebentar bangunan yang ada di hadapannya, kemudian ia menatap laki-laki yang ada di sampingnya, perempuan itu mengangguk. Kemudian melangkah masuk bersama. Ini hari libur, jadi tentu saja tempat ini sepi. Sebenarnya mereka sudah tidak bersekolah di sini lagi, tetapi karena bantuan ayah Rasya, akhirnya mereka bisa ke tempat ini. Jangan lupakan, jika ayahnya masih donatur terbesar di sekolah ini. Tentunya kalian bisa menebaknya bukan?

Rasya melangkah di koridor, tidak banyak yang berubah tempat ini masih sama, mewah seperti dahulu hanya saja mungkin ada beberapa perubahan di dalamnya. Kakinya berhenti di depan sebuah pintu, dengan kunci di tangannya, perempuan itupun membukanya. Kemudian melangkah masuk, Rasya berhenti dan menatap seisi kelas, kemudian beralih menatap laki-laki yang ada di sampingnya, terlihat jelas kebingungan di wajah laki-laki itu.

"Lo masih ingat tempat ini?" tanya Rasya, menatap Abay laki-laki itu diam, kemudian menggeleng, baiklah sepertinya ia harus menjelaskannya sedikit, agar laki-laki itu mengingatnya. Meskipun ia tidak yakin dengan itu.

"Ini kelas 12 IPA 1. Kelas unggulan di sekolah ini, dulunya lo di kelas ini." Rasya melangkah menuju sebuah bangku paling belakang dekat dengan jendela dan berhenti di sana, perempuan itu tersenyum kemudian menatap Abay. "Lo duduk di sini, dan ini." Rasya menunjuk meja yang ada di hadapannya. "Ini meja Raka, sahabat lo."

"Raka? Sahabat gue?" tanya Abay tidak percaya, bahkan ia baru mengetahui bahwa dirinya mempunyai sahabat semasa sekolah. Kenapa ayahnya atau Nathan, tidak memberi tahunya. Ia hanya kenal dengan Kania, itupun karena tidak sengaja bertemu saat ia pulang dari rumah sakit. Rasya mengangguk mantap.

"Lo punya sahabat, namanya Raka. Dia baik sama lo, selama lo sekolah di sini, dia yang banyak bantu lo, dan bantu gue. Setelah ini, gue akan ajak lo, ketemu Raka sama sahabat gue. Gue yakin, mereka akan kaget saat lihat lo nanti," ucapnya tersenyum tulus, kemudian perempuan itu melangkah menuju sebuah bangku yang tidak jauh dari sana.

"Ini, tempat duduk Kania. Teman lo, patner olimpiade saat lo sekolah dulu, dan ... pernah jadi korban bully gue, saat dia berusaha deketin lo." Rasya sama sekali tidak malu untuk mengakui, itu. Karena Abay harus tau, apa yang terjadi, tanpa ada yang ia tutup-tutupi. Abay cukup kaget mendengar itu, jadi Kania pernah menyukainya? Begitu?

"Maksud lo, Kania suka sama gue?" tanya Abay memastikan, Rasya menatapnya tajam, Abay menggeleng. "Gak Sya, maksud gue, Kania pernah suka sama gue?" tanya Abay mengubah pertanyaannya dan menekankan kata pernah. Rasya mengangguk sebagai jawaban.

"Iya, dan kayanya masih sampai sekarang," jeda beberapa saat, perempuan itu membasahi bibirnya, wajahnya berubah cemas. "Gue takut, kejadian beberapa tahun lalu, terulang lagi," ucapnya pelan sangat pelan, tapi masih mampu di dengar oleh Abay. Perempuan itu melangkah menuju bangku lain yang tidak jauh dari sana, dan berdiri di samping meja itu.

"Ini meja Amel, sahabat gue. Dia mengenal lo cukup baik, dan dia sama kaya Raka. Mereka banyak bantu kita, maksudnya lo, sama gue." Laki-laki itu manggut-manggut mendengar penjelasan Rasya, sepertinya dugaannya tidak salah, perempuan ini mampu membantunya untuk mengingat semuanya, walaupun ia tidak mengingat itu. Setidaknya ia tau sedikit, ceritanya.

Kemudian mereka melangkah keluar kelas, Rasya pun menguncinya kembali. Perempuan itu memutar arah menuju kelasnya yang terletak di koridor lain, mereka terus melangkah, hingga tiba di sebuah kelas. Perempuan itu membukanya, lalu masuk, ia menatap seisi kelas, tidak banyak yang berubah. Rasya menatap Abay.

BOY 2 : Hiraeth (Selesai)Where stories live. Discover now