{17} Kejutan Ulang Tahun

56 12 14
                                    

"Jadi, Juna belum ngubungi kamu lagi sampai sekarang?" Lea menginterogasi Maya untuk yang kesekian kalinya dalam beberapa hari ini.

Malam itu, ia cukup dibuat cemas ketika Maya pulang dalam keadaan berantakan. Bagian bawah roknya basah kena cipratan air hujan, begitu pun dengan wajahnya yang basah oleh air mata. Setibanya di kos, Maya langsung menuju kamar Lea dan menghambur pada perempuan itu seketika Lea membuka pintu kamarnya. Maya melanjutkan tangisnya seraya menceritakan kronologi patah hatinya malam itu pada Lea hingga ia kelelahan dan tertidur di kamar temannya itu.

Cukup lama Lea memandangi Maya yang tidur memunggunginya. Ia tidak tega membangunkan Maya dan membiarkannya tidur di tempat tidurnya. Lea bisa memahami perasaan Maya. Perempuan yang lebih muda darinya itu sedang patah hati. Bukan karena cinta yang gagal atau dikhianati, tetapi lebih karena kecewa. Parah sekali sakit karena kecewa, Lea tahu betul soal itu, jika tidak segera disembuhkan, ia bisa menyebabkan hilangnya kepercayaan.

Maya sudah pernah merasakan itu terhadap Juna, tetapi seiring berjalannya waktu ia bisa mengobati lukanya sendiri. Pelan-pelan Maya tak lagi memikirkan Juna, otomatis rasa kecewanya juga terabaikan. Bukan hilang, hanya tertimbun oleh tumpukan pekerjaan dan permasalahan hidup lainnya, sehingga Maya tak sempat peduli lagi dengan luka-luka yang ditimbulkan oleh kekecewaannya terhadap Juna. Bahkan hari-hari belakangan, Maya sudah mulai terbiasa dengan kehadiran Juna, ia bisa menerimanya dengan lapang dada. Ternyata ia hanya perlu memaafkan agar hatinya mau menerima keadaan.

Namun, kepercayaan yang Maya coba bangun kembali, lagi-lagi diruntuhkan oleh Juna sendiri hanya dalam waktu dua jam. Ia pun hanya bisa menyalahkan diri sendiri atas kebodohannya yang tidak mau belajar dari pengalaman. Maya kesal, marah, kecewa, menyesal, semua perasaan itu bercampur aduk di dalam dirinya, hingga akhirnya meledak dan melebur bersama air mata.

Lea tahu Maya sedang rapuh, ia butuh teman karena kesendirian justru akan membuatnya semakin kacau. Malam itu, demi menemani Maya, ia rela berbagi tempat tidurnya yang sempit.

"Kamu udah hubungi dia belum?" Lea bertanya lagi setelah pertanyaan pertamanya tadi dijawab gelengan oleh Maya.

"Buat apa, Mbak?" sahut Maya. "Kenapa aku harus ngubungi dia? Kan, dia sendiri yang ingkar, harusnya dia, dong, yang ngubungi aku duluan. Minta maaf, kek, ngasih penjelasan apa gitu. Ini malah ngilang begitu aja si Juna." Maya bersungut-sungut sebal.

"Kamu yakin si Juna nggak kenapa-napa? Ini udah hampir tiga minggu, lho."

Ucapan Lea mau tidak mau membuat Maya memikirkan hal sama. Pasalnya ia sama sekali belum mendapat kabar apa pun dari Juna sejak peristiwa dinner mereka yang batal. Seperti yang Lea bilang, sudah mendekati minggu ketiga, tetapi Juna belum juga menghubunginya. Lelaki itu bahkan tidak pernah datang lagi ke Sudut Jalan. Maya mengira mungkin karena proyeknya sudah kelar, atau Juna memang sengaja menghindar?

"Ya udah, May, nggak usah dipikirin. Mantan yang udah dibuang, harusnya jangan dipungut lagi. Masih mending plastik bekas, bisa didaur ulang. Nah, si Juna ini, nggak bermanfaat, nyusahin iya."

"Ih, Mbak Lea, masa Juna dibandingin sama plastik bekas? Kasian, dia ganteng gitu, kok."

"Percuma ganteng kalau brengsek."

"Mbak Lea punya dendam, ya, sama cowok? Ini aku yang sakit hati, kok, malah Mbak yang emosi?"

"Banyak, May. Ini dendamnya Mbak tabung dari dulu, cuma belum nemu pelampiasan aja."

Maya menatap Lea ngeri. "Mbak Lea tenang, ya. Percuma emosi sekarang, udah lewat juga," ucapnya seraya mengusap-usap punggung Lea.

Lea mengangguk-angguk dan memamerkan cengiran pada Maya.

DILEMAYA [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now