Sedikit Kekacauan

682 109 17
                                    

Giyuu menatap rumah itu dengan pandangan nanar. Ia terlambat untuk datang ke rumah ini, padahal Ia hanya terlambat beberapa detik. Sungguh menyeramkan pembunuhan yang dilakukan oleh iblis kali ini. Namun, daging-daging ini tidak di makan. Makanya Giyuu yakin jika yang membunuh manusia ini adalah sosok iblis upper moon.

   Di belakangnya, ada Shinobu Kocho yang melihat-lihat. Pandangannya tertuju pada satu titik di ruangan. Ia sadar sesuatu—sebuah jejak sendal dan sepatu di antara bercak darah itu. Lalu, pandangan Kocho jatuh pada mayat yang berada di depan pintu. Mayat dengan kepala yang terlepas.

“Bukankah ini aneh? Kenapa hanya ada satu mayat yang kepalanya terlepas. Padahal aku yakin, dengan bekas tusukan di bagian hati itu sudah cukup untuk membunuh wanita itu.” Pertanyaan itu terlontar.

“Benar, ini aneh. Mayat ini bahkan tidak di makan oleh iblis yang membunuhnya...” sahut Giyuu.

“Tidak kah kau memikirkan hal yang sama denganku, Tomioka-san.” Kocho menatap Giyuu Lamat.

“Mungkin iya, mungkin juga tidak... Ini seperti, iblis ini mencari sesuatu.” Tutur Giyuu.

   Kocho mengangguk singkat tanda setuju. Dalam diam, mereka menguburkan mayat itu. Setelah itu pergi untuk kembali ke rumah Oyakata-sama.

.

.

.

  Douma hanya bisa cemberut di pojokan. Padahal Ia sudah senang ditugaskan untuk menjaga Tanjiro, tapi kali ini tugasnya di tukar. Ia menatap lurus pada Tanjiro yang duduk manis di pangkuan Iblis Upper Moon pertama—Kokushibo. Sedangkan yang di tatap merasa tak peduli. Pandangan Tanjiro masih terfokus pada katana yang sedang Ia pegang. Kokushibo tertawa kecil melihat Tanjiro yang imut.

“Bagaimana cara memakai ini?” Tanjiro berbalik menatap Kokushibo yang terdiam.

   Tanjiro dipindahkan, sementara Kokushibo bangkit dari duduknya. Ia meminta Nakime untuk membuka bilik yang ada di sampingnya. Tanjiro di gendong ala koala, dan Ia merasa senang karena hal itu.

   Di depan mereka, terhampar lapangan yang sangat luas. Matahari buatan yang menyinari mereka tak menyengat sama sekali. Tanjiro di turunkan, dan Kokushibo mengambil dua pedang kayu yang ada di situ. Ia tersenyum saat menatap Tanjiro.

“Ini, ambil satu untuk Tanjiro.” Tangannya bergerak menyerahkan pedang kayu itu.

“Wahhh, terima kasih Koku-chan.” Antusiasme Tanjiro terdengar.

“Begini cara memegang yang benar.” Kokushibo mulai mempraktekan cara memegang pedang. Tanjiro langsung meniru gerakan Kokushibo.

Mereka berlatih pedang sepanjang hari.

.

.

.

   Muzan menekuk mukanya. Ini sudah 2 hari tapi Tanjiro dan Kokushibo masih belum keluar dari bilik latihan pedang. Ia jadi merasa jika Kokushibo sedang memonopoli Tanjiro. Dan karena pemikiran itu pula, sekarang Muzan menjadi tambah kesal.

   Tapi kekesalan itu tak bertahan lama, karena pintu bilik itu terbuka. Menampakkan sosok Tanjiro yang tertidur di pangkuan Kokushibo. Muzan bangun dari duduknya, menarik paksa Tanjiro dari pelukan Kokushibo. Ia menatap tajam ke arah Iblis upper moon pertama itu.

   Namun hal itu malah membangunkan Tanjiro. Hal yang pertama kali Muzan lihat dari netra Tanjiro adalah merah terang. Taring Tanjiro terbentuk, dan Ia mengeluarkan sedikit geraman.

“Kenapa, Tanjiro?” Muzan kebingungan.

   Sedangkan Tanjiro meraih salah satu tangan Muzan. Menempelkan tangan itu di pipi mulus milik Tanjiro. Matanya yang sayu itu memohon. Geraman di bibir itu berubah jadi erangan tertahan. Entah kenapa Tanjiro merasa kesakitan.

EGO [DISCONTINUED] Where stories live. Discover now