Bertemu Dengan

602 91 5
                                    

Ini, permintaan maaf karena telat update (✿^‿^)

.......

“Aku iri dengan Kokushibo” celetuk Douma.

   Para upper moon yang lain melihat kearah Douma. Tercetak jelas di wajah mereka atas penuturan upper moon kedua itu.

“Apa maksudmu, Douma?” Akaza menanggapi.

Ada helaan napas dari Douma,

“Enak sekali bisa di panggil 'Koku-chan' sama Tanjiro. Aku juga ingin...” gumam Douma.

   Mereka yang ada di situ serempak menganggukkan kepala. Mengingat hal itu, mereka ingin segera bertemu Tanjiro untuk mendapat panggilan sayang. Tapi, ada satu kendala yang mereka hadapi sekarang. Satu kendala yang membuat mereka semua panik.

'DIMANA TANJIRO SEKARANG!?’.
.
.
.
.

   Gunung Natagumo masih saja terasa dingin, sehingga para warga enggan untuk menapaki gunung itu. Tanjiro yang berjalan ke arah gunung itu berhenti. Sesaat tercium bau yang hampir sama dengan ruangan Douma, sehingga Tanjiro salah sangka. Tanjiro memasuki gunung itu tanpa ditemani siapa pun.

   Angin kencang bertiup ke arahnya. Tanjiro bingung sekarang karena bau yang tadi Ia cium sudah tidak ada. Lantas matanya berair, sampai saat ada seseorang yang mendekatinya.

“Apa yang sedang kamu lakukan disini?” suara lembut itu menyapa Tanjiro.

“Apakah ini arah ke rumah (sesembahan) Douma-san?” air mata Tanjiro tertahan di pelupuk mata.

“Ah... Sepertinya kamu tersesat. Disini adalah kediaman iblis lower rank moon Ke-5, Rui.” Jawaban itu terlontar.

  Mendengar itu, Tanjiro menangis tersedu. Bagaimana ini, dia tersesat, dan dia sendirian. Padahal niat awal Tanjiro adalah rumah sesembahan Douma yang penuh dengan manisan.

   Melihat Iblis muda di depannya menangis, iblis itu segera menenangkan Tanjiro.

“Jangan menangis, kamu bisa menginap di rumah kami kok!” Kata-kata penenang itu keluar darinya. Tanjiro mengusap air mata.

“Tapi, aku mau manisan...” ujarnya.

  Iblis itu tersenyum ramah.

“Kalau yang seperti itu, di rumah kami juga ada!”

  Setelahnya Tanjiro tersenyum dan mengikuti langkah iblis itu.
.
.

  Mendengar kata 'manisan' sudah lebih dari cukup untuk menggerakkan hati pemuda iblis itu. Tapi, apa yang dia lihat sekarang bukanlah manisan seperti yang Ia harapkan. Di hadapan Tanjiro, tersaji sebuah tangan mayat manusia. Dan hasilnya, Tanjiro kembali menangis.

“Aku ingin mochi... Atau dango” lirihnya

   Iblis yang ada di sana tentu saja heran. Mereka pikir manisan itu adalah mayat, ternyata bukan. Jadi, yang mereka lakukan hanyalah saling tukar pandang—sampai Rui, masuk ke dalam rumahnya.

“Aku pulang... Ada apa ini?” alisnya terangkat saat melihat seorang iblis yang menangis di hadapan tangan manusia.

“Ah, Rui, selamat datang. Anak ini tersesat, dan dia ingin manisan. Tapi... Ternyata manisan yang Ia inginkan adalah manisan seperi mochi atau dango.”

  Rui merasa kesal ketika mendengar hal itu. Lantas Ia mendekati iblis muda itu. Saat pemuda iblis itu menangis dan mencoba menghapus jejak air mata, Rui terdiam.

“Hei”

  Tanjiro mengangkat kepala, menatap netra Rui intens dengan mata yang berair. Sedangkan Rui kembali terdiam. Mata iblis ini sangat berbeda dari para iblis lain. Di netra merah marun itu, terdapat bunga higanbana, dan itu sangat cantik.

EGO [DISCONTINUED] Where stories live. Discover now