11 ☯︎︎ Malibu Night

5.4K 974 42
                                    

Your vote and comment are so precious for me.

Instagram ;
@nadarain — author
@rainjaybooks

philocalist
(n.) a lover of beauty ; someone who finds and appreciates beauty in all things.

꧁꧂

Vanya mengedarkan pandangan—melirik ruang tamu beratap tinggi yang berada di hadapannya. Sebuah tangga melingkar dengan corak kayu tampak berkilau, lampu tergantung tinggi di langit-langit ruang. Seisi ruangan di dominasi warna hitam, putih, dan abu-abu.

Seorang pelayan wanita berjalan dengan sopan kearah Vanya kemudian menaruh satu cangkir susu hangat dengan sepiring berisi dua potong waffle disiram sirup maple.

"Apakah anda sudah makan, Nyonya? Tuan Ken meminta saya untuk menyajikan makanan berat seandainya anda belum makan malam." Pelayan wanita yang masih terlihat begitu muda itu bertanya dengan sopan.

Walau agak mengejutkan bagi Vanya di panggil dengan sebutan 'Nyonya.' namun gadis itu tersenyum—sedikit kaku. "Ini saja sudah cukup. Terima kasih," balasnya. Vanya memang belum makan malam, namun sepertinya dua potong waffle sudah cukup mengisi perutnya.

Vanya menyesap susu hangat di hadapannya sebelum satu gigitan mendarat di waffle. Alisnya terangkat naik—terkejut dengan seberapa lezat makanan yang di sajikan oleh pelayan Ken.

Vanya beranjak dari sofa, mengitarkan pandangan untuk yang kesekian kalinya. Langkahnya mendekat ke jejeran foto di atas meja kayu milik Ken, foto yang berada di tengah meja adalah foto seorang bayi laki-laki putih yang sedang berada di gendongan ayahnya. Dipadu dengan gambar seorang wanita yang sedang mencium pipi putih bayi laki-laki itu.

Vanya memang tidak pandai dalam mengingat wajah artis atau sebagainya. Namun ia tahu benar pria yang sedang menggedong bayi tersebut adalah Arjuna Kendrick ketika usianya masih cukup muda. Istri pria itu tampak begitu cantik dengan rambut cokelat bergelombangnya. Dari foto ini Vanya bisa menarik kesimpulan dari mana Ken mendapatkan genetik tingginya.

Beralih ke arah foto dengan frame hitam. Disana terlihat Ken di apit oleh dua laki-laki lain, seorang laki-laki berlesung pipi dan bermata hazel di sebelah kiri kemudian seorang pria berambut hitam legam bermanik abu-abu di sebelah kanan. Ketiganya masih lengkap dengan pakaian Ski. Pemandangan Cortina D'Ampezzo di Italia terbentang luas di belakang mereka. Vanya menaikkan alis—ini lebih tepatnya tampak seperti foto tiga pangeran di atas salju.

Vanya mendongak. Kali ini yang ia lihat bukan lagi frame foto, melainkan kotak kaca yang berisi beberapa penghargaan sekaligus lencana lencana kecil. Yang paling kiri dari susunan lencana itu adalah penghargaan lulusan terbaik fakultas kedokteran di salah satu universitas ternama di Inggris. Vanya mendekat—tampak tertarik sebelum langkahnya berhenti ketika mendengar seseorang melangkah turun dari tangga.

Ken mengacak ringan rambutnya yang basah. Pria itu mengenakan piyama tidur santai berwarna hitam dengan tepian putih di bagian kerah.

"Aku akan mengobatimu lebih dulu sebelum kau membersihkan badan." Ken berucap.

Vanya mengerjap. "Lakukan dengan cepat saja. Aku akan langsung pulang setelah ini."

Ken melirik tenang. "Di jam setengah dua dini hari?"

Vanya sedikit terbata—ikut berpikir. "Jarvan sendirian." Gadis itu mengeluarkan alasan utamanya untuk kembali.

"Aku akan menghubungi dr. Senna untuk mengawasinya." Ken melangkah ke arah pantry—mengambil segelas americanno yang sudah tersaji disana dan menyesapnya sedikit.
"Naik ke atas. Aku akan menyusul," perintahnya.

27 Letters To Prague ♤ Where stories live. Discover now