15 ☯︎︎ A Long Day

5.3K 1.1K 116
                                    

Your vote and comment are so precious for me.

Instagram ;
@nadarain — author
@rainjaybooks

Chapter ini belum di koreksi ulang,
bantu aku untuk mengkoreksi jika ada typo atau tata bahasa yang salah ya!❤️

Terima kasih!❤️

꧁꧂

      "Makan."

Vanya duduk di ranjang rumah sakit. Cairan infus mengalir di tubuhnya yang mulai terasa rapuh beberapa hari terakhir. Sedangkan mata gadis itu memperhatikan gerakan dokter pria berdarah Jerman yang dengan telaten membersihkan perlatan makan dengan tisu sebelum mencelupkan sendok tersebut kedalam mangkuk berisi sup panas di hadapannya.

Vanya mengeratkan pelukannya pada selimut—ia tidak berani untuk sekedar mengeluarkan tangannya dari gulungan selimut karena rasa dingin yang menusuknya. "Aku kenyang,"
balas gadis itu.

Ken mendongak—menatap gadis pucat itu dengan tatapan sinis dan kesal. "Kau akan menjadi Jarvan jilid dua jika begini. Dan kau akan semakin merepotkanku, bukankah kau tidak menginginkan itu?" gumamnya.

Vanya tidak bergerak—gadis itu menunduk, tidak berani bersitatap dengan manik Ken.

Ken menghela napas, dokter muda itu membuka jas dokternya kemudian melemparnya ke sisi sofa. Ken melangkah mendekati Vanya sembari membawa mangkuk itu ke tangannya.

"Buka mulutmu."

Vanya mendongak, melihat Ken yang berbalut scrubs biru dongker berdiri di hadapannya sembari menjulurkan sendok berisi sup.

Gadis itu menurut. Vanya membuka mulutnya kemudian membiarkan sup panas itu masuk kedalam perutnya yang kosong.

Ruangan itu lenggang, hanya di penuhi suara sendok beradu dengan tepian mangkuk. Sedangkan Ken berdiri dengan sabar sembari menyuapi Vanya.

"Dimana kau bekerja?"

Vanya mengalihkan pandangannya menghadap Ken. "Di restoran," balasnya jujur.

"Kenapa pulang larut sekali?"

Vanya membuka kembali mulutnya saat Ken kembali menyuapkan suapan terakhir. Sembari ia mengunyah, Ken merapihkan alat makan dan mengelap percikan sup yang tumpah di meja.

"Aku mengambil jam kerja paling panjang. Agar uang bonusku juga tinggi." Vanya menjawab beberapa saat kemudian.

Ken melirik smartwatchnya. "Ini dini hari, dan suhu diluar hampir 7° celcius. Kemudian kau berjalan tanpa balutan jaket. Bukankah itu tindakan yang bodoh?" tanyanya sarkas.

Vanya meneguk salivanya. "Maaf."

"Kau butuh berapa?"

Vanya mengerjap—tatapan itu ia terima lagi dari Ken. Tatapan merendahkan. "Apa?"

"Kau butuh berapa untuk kembali ke Praha?"

Vanya tersenyum. "Aku bisa membiayai diriku sendiri dan adikku. Terima kasih."

Sebenarnya Ken nyaris termenung ketika melihat catatan administrasi Jarvan di rumah sakit seluruhnya lunas. Biaya perawatan Jarvan dari awal hingga ke proses pemulihan tidak ada sama sekali tunggakan. Bahkan biaya jasa Ken-pun lunas.

Entah pekerjaan apa yang sebenarnya gadis ini lakukan.

"Katakan saja nominalnya, Vanya."

Vanya melirik tidak suka. "Entah seberapa banyak hutang budiku padamu jika sampai kau juga harus memberikan biaya untukku kembali ke Praha. Jadi jawabannya, Tidak. Terima kasih banyak sebelumnya."

27 Letters To Prague ♤ Where stories live. Discover now