Menembus Kerinduan

310 81 3
                                    

Iksan, 11 September

Untuk Watanabe Haruto
Di Fukuoka

Hallo Haru, di sini Jeongwoo.

Haruto, liburan musim panas sudah lama berlalu. Dan kamu tidak pernah meneleponku selama itu. Tidakkah kamu merindukanku, tidak ya?

Ah, aku jadi sedih. Ternyata selama ini hanya aku yang merasa rindu. Sudahlah, aku tak apa. Aku tidak ingin memikirkannya. Sekarang sudah bulan September, tak terasa musim gugur akan segera tiba. Jika bulan ini kita tidak bertemu juga, maka ini adalah musim gugur ke-empatku tanpa dirimu.

Oh ya, Haru. Bagaimana keadaan di Fukuoka sana, apa sekolahmu baik-baik saja? Lalu adikmu, apa sakitnya sudah sembuh sekarang? Bundamu bilang kemarin Airi sedang demam. Aku harap dia baik-baik saja.

Haruto, kamu ingat tidak jika di bulan ini aku berulang tahun? Aku harap diulang tahunku kali ini, kamu tidak perlu mengirim hadiah apapun. Namun jika kamu bertanya apa keinginanku, aku hanya ingin kita segera bertemu.

Haruto, aku merindukanmu.

JW





Haruto melahap telur gulung sekaligus dua. Rakus. Airi memutar bola mata, bisa-bisanya sang kakak terus memandangi surat dari Jeongwoo sedari kemarin. Airi tahu jika kakaknya sangat merindukan Jeongwoo, tetapi membaca selembar surat ribuan kali secara berjam-jam–bahkan ketika sedang makan bukankah itu berlebihan?! Aih, seperti orang yang sedang kasmaran.

"Haruto, jangan membawa surat ke meja makan. Nanti terkena kuah miso," ucap bunda Haruto.

Tuan Watanabe-ayah Haruto terkekeh melihat ekspresi anaknya yang merenggut. Sepertinya si jangkung tak rela mematuhi perintah bundanya. Walau begitu, Haruto tetap menyimpan suratnya di saku.

"Kak Haru, mau berangkat kapan?" tanya Airi.

Pasalnya, semalam tuan Watanabe memberi Haruto sebuah tiket, untuk pergi ke Korea selatan. Haruto selalu memohon untuk dikirim ke Iksan, membuat ayahnya terpaksa memesan tiket untuk-nya. Padahal Haruto baru saja sampai di rumah tiga hari lalu. Sepertinya si jangkung lebih ingin bertemu Jeongwoo, dibanding menemui keluarganya sendiri.

"Dasar anak tidak tahu diri," gumam tuan Watanabe-tentu dia hanya bergurau.

"Nanti siang." Haruto menyodorkan mangkuknya. Meminta sang bunda untuk menambah nasi di dalam sana. Haruto sangat rindu makanan rumah, saat di asrama dia tidak bisa merasakan makanan seenak buatan bundanya.

"Nanti siang apanya? Haruto harus berangkat sejam lagi. Penerbangannya-kan jam delapan," ingat tuan Watanabe.

Haruto menepuk jidat, dia benar-benar lupa dengan jadwal penerbangannya. Untung saja ayah mengingatkan. Jika tidak, hangus sudah kesempatan Haruto untuk menemui sahabatnya.

Haruto kembali menyendokkan nasi ke dalam mulut banyak-banyak. Mempercepat gerak makannya agar dapat segera bersiap. Pasalnya Haruto saja belum mandi. Oh tidak, ini sudah jam tujuh lewat lima!

"Pelan-pelan, Haruto." Nyonya Watanabe menuangkan segelas air. Haruto segera meneguk seluruhnya, lantas melesat pergi ke kamarnya. Mereka yang masih berada di meja makan, hanya menggelengkan kepala melihat kelakuan Haruto.

Si jangkung mengeringkan rambutnya dengan hairdryer. Sekali lagi mematut diri di depan cermin. Tampan, Haruto terlihat sangat tampan sekarang. Dia sudah siap berangkat. Haruto menggendong ransel di pundak. Tuan Watanabe sudah siap di dalam mobilnya. Hendak mengantar Haruto ke bandara.

"Jeongwoo sudah ditelpon?" tanya tuan Watanabe.

Haruto menggeleng. Dia sengaja tidak memberi tahu Jeongwoo. Berniat memberi kejutan untuknya. Haruto tak sabar melihat reaksi si mata serigala. Juga tak sabar untuk segera memeluknya. Sungguh, si jangkung sangat-sangat merindukan sahabatnya.

Mustahil jika Haruto tidak merindukan Jeongwoo, barang sedetikpun. Setiap pagi ketika membuka mata untuk pertama kalinya, Jeongwoo-lah hal pertama yang muncul dalam benaknya. Dan setiap kali Haruto menutup mata, Jeongwoo selalu muncul di hadapannya. Jeongwoo, satu-satunya nama yang memenuhi relung benaknya.

Haruto melambai kepada sang ayah. Kemudian mengantri untuk memasuki si burung besi. Haruto duduk didekat jendela, earphone menyumpal di telinga. Mendengar lantunan musik yang direkomendasikan Jeongwoo tempo hari lalu. Haruto tersenyum, bagus juga selera musik Jeongwoo ternyata.

Si jangkung menutup mata, seketika bayangan Jeongwoo berada di hadapannya. Ingin sekali Haruto untuk memeluk si mata serigala. Dia sangat merindukannya. Namun tenang saja, dalam hitungan jam kedepan Haruto pasti akan berjumpa dengan Jeongwoo-nya.

Jeongwoo, bersabarlah sedikit lagi. Haruto akan segera datang, dari Fokuoka menuju Korea selatan. Membawa kerinduan yang selama ini dia pendam. Jeongwoo, bersabarlah sedikit lagi. Haruto akan segera datang, menyebrangi lautan demi mendarat di Iksan. Mewujudkan segenap harapan yang selama ini dia dambakan.

Burung besi membelah angkasa, mengambang di atas luasnya samudra. Para awan bertebaran, mengawal pesawat yang membawa Haruto. Menembus tembok kerinduan, yang selama ini menjadi jarak antara dia dengan sang teman.

Fukuoka, 12 September
Watanabe Haruto terbang menuju Iksan.
















-Surat untuk Fukuoka-















Jangan lupa Voment yaa (≧▽≦)

Surat untuk Fukuoka [End]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora