Cemetery

325 69 4
                                    

[Iksan, 28 September]

Kapas ringan berarak di langit kebiruan. Rintik hujan masih terjun dari ketinggian, tak sabar untuk mendarat di dataran. Turut menyaksikan Haruto yang bersimpuh di tengah kepiluan, menangis di hadapan sebuah nisan. Tak mampu membendung rasa sakit kala sahabatnya dikebumikan. Hari ini, tanggal 28 September. Tepat di hari kelahirannya, Park Jeongwoo benar-benar berpulang ke pelukan sang pemilik alam.

Haruto menyeka air mata dan bulir hujan yang menyentuh batu nisan. Menatap papan nama itu bersama kekosongan. Bibirnya membentuk sejumput senyuman. Menertawakan kenyataan yang begitu menikam. Menusuk jiwanya begitu dalam,  membuat sukmanya hancur berantakan.

"Haru tidak akan meninggalkan Jewoo lagi, kan?"

"Janji?"

Perawakan Jeongwoo tercetak jelas di benak Haruto. Bagaimana sepasang mata serigala itu menyipit, bersamaan dengan bibirnya yang tersenyum. Haruto masih sangat ingat, kehangatan Jeongwoo di rengkuhannya kala itu. Janji yang mereka tanam tempo hari, bahkan baru tumbuh beberapa inci. Namun, Jeongwoo sudah lebih dulu pergi. Meninggalkan janji yang belum sempat terealisasi.

Haruto tak pernah menyangka, jika Jeongwoo-nya akan pergi secepat ini. Padahal sehari sebelum kematiannya, si mata serigala nampak baik-baik saja. Dia masih tertawa. Mengisi hati semua orang, dengan segenap cintanya. Sampai ketika Jeongwoo jatuh secara tiba-tiba. Ambruk dihadapan semua orang, yang hendak menyiapkan makan malam.

Kala itu, tanggal 24 September pukul tujuh malam. Park Jeongwoo dilarikan ke rumah sakit. Mendapat penanganan secara intensif. Seluruh keluarga Park, termasuk Haruto dan Jaehyuk dilanda kecemasan. Mereka terus mengucap doa demi keselamatan si mata serigala. Walau Jeongwoo sempat siuman, tetapi itu tak berlangsung lama. Di saat semua orang berharap akan kesembuhannya, si manis malah berpulang di keesokan harinya. Akibat infeksi pasca operasi, yang amat terlambat disadari.

Haruto mengecup nisan itu sekali. Lantas bangkit mengambil alih payung yang Jaehyuk pegangi sedari tadi. Hanya mereka yang tersisa di sini. Jaehyuk menepuk pundak si jangkung, memberinya sedikit semangat yang tersisa agar Haruto tak terlalu mendung. Si remaja Yoon tidak tega melihat Haruto dalam keadaan seperti ini. Kasihan.

"Sudahlah Haruto, Jeongwoo pasti tidak ingin kamu terus seperti ini," ucap Jaehyuk.

Haruto tidak menjawab. Hanya menunduk, menatap jalan setapak pemakaman yang basah. Rasanya terlalu sesak untuk sekedar bernafas, apalagi berbicara. Haruto menghela nafas. Esok ia harus kembali ke Jepang bersama keluarganya. Dua hari lalu tuan Watanabe beserta rombongan datang, ikut berbela sungkawa.

"Aku tahu, kamu sangat menyukai Jeongwoo. Ini memang terasa berat, tetapi kita tetap harus ikhlas." Jaehyuk men-starter mobilnya.

Haruto menggeleng, tangannya sibuk mengeratkan seatbelt. Netranya menerawang keluar, menatap bulir hujan yang menempel di jendela.

"Tidak, aku menyayanginya," cetus Haruto. Mengabaikan air yang menetes dari surainya yang basah. Membanjiri setelan yang dikenakannya.

"Tentu, Jeongwoo juga menyayangimu. Bersyukurlah karena kalian tetap bersama sampai akhir hidupnya." Jaehyuk menyipitkan mata. Berusaha tetap fokus berkendara di tengah serbuan hujan.

Jaehyuk benar, dia harus tetap bersyukur. Karena Tuhan mengizinkannya menemui Jeongwoo lagi, dan menemaninya sampai akhir. Si jangkung melirik Jaehyuk. Benar kata Jeongwoo, dia sangat baik. Ketika Haruto tahu jika si remaja Yoon berteman dekat dengan Jeongwoo, dia pikir Jaehyuk akan berusaha untuk mengganggu persahabatannya dengan si mata serigala. Namun, ternyata tidak. Jaehyuk dengan relanya menghapus perspektifnya. Jika Haruto adalah Jaehyuk, dia mungkin tidak akan bisa berbesar hati seperti itu. Jaehyuk sungguh pemuda yang hebat.

"Jangan lupa untuk kembali, Haruto. Walau Jeongwoo sudah tiada, tetapi kamu masih bisa mengunjungi makamnya," kata Jaehyuk. Kala mengingat si jangkung akan berpulang esok.

Haruto mengangguk. Dia mana bisa melupakan Jeongwoo, dan tidak kembali lagi ke Iksan. Ingat, Haruto sudah berencana akan menetap di sini di masa depan. Walau tanpa sahabatnya. Toh, dia masih bisa mengenang kebersamaannya bersama si mata serigala.

Jeongwoo, si remaja bermata indah. Wajahnya bersinar cerah, dengan senyuman yang manis dipandang. Rupa-nya tak akan pernah bisa Haruto lupakan. Karena si remaja Jepang, sudah terlanjur sayang padanya.

Jeongwoo, si remaja Iksan. Yang kini terpaksa harus Haruto ikhlaskan. Karena sekarang, si mata serigala telah berpulang ke pangkuan Tuhan. Meninggalkan sahabatnya sendirian. Lagi-lagi, membuatnya merasakan kerinduan yang mendalam. Namun, si jangkung tidak akan pernah melupakannya. Jeongwoo selalu ada di hatinya. Haruto akan senantiasa, menyayangi si mata serigala.

Mentari menyembul di antara pepohonan. Awan-awan tak lagi berdiam, mereka berlalu membawa rintik hujan. Berhenti mengguyur sebagian wilayah Iksan. Haruto menghembuskan nafas, mencoba untuk mengikhlaskan segala yang telah menimpanya. Menerima kenyataan mutlak yang ditakdirkan Tuhan, tanpa memutus asa dan membuat jalan kehidupannya menghitam.

Mungkin kemarin gelap, dan hari ini masih mendung. Namun, mentari tak pernah berhenti bersinar. Mungkin Park Jeongwoo sudah tiada, dan pergi meninggalkan sahabatnya. Namun, kenangan keduanya tak akan pernah pudar ditelan masa. Haruto, tetaplah milik si mata serigala. Sampai jumpa Jeongwoo, di kehidupan selanjutnya.



























–Surat untuk Fukuoka–





















Jangan lupa Voment yaa (≧▽≦)

Surat untuk Fukuoka [End]जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें