15

65 22 0
                                    

Jemari Anna sudah siap untuk menarik pelatuk. Gadis itu mengarahkan bidikan pada seseorang yang berdiri di pinggir kanal.

"Nona, tidak usah menarik pelatuk. Percuma, peluru tidak cukup untuk melukai kami. Jumlah peluru itu tidak sebanding dengan jumlah kami."

Oh Tuhan, berilah aku petunjuk. Apa yang harus kulakukan? Dalam hati Anna merasa ada desakan untuk bertindak. Namun entah tindakan apa yang harus dilakukan.  Orang-orang itu semakin mendekat. Kaki-kaki mereka mulai terlihat, tidak mengenakan alas kaki. Dari kaki-kakinya yang telanjang jelas jika mereka orang pribumi. Hanya suaranya yang tidak jelas mereka berasal dari mana.

Batavia terlalu gelap malam itu. Batavia pun terlalu sepi untuk ukuran  sebuah kota. Atau, hanya tempat mereka berdiri saja yang terkesan sepi. Anna masih berharap ada polisi yang melewati jalan itu. Sayang, tidak ada polisi berpatroli saat itu.  Mata Anna tidak menyaksikan seorang pun manusia selain komplotan berpakaian serba hitam yang sedang mengepungnya.

Dalam keadaan tegang, Anna teringat perkataan bocah angon yang berjumpa dengannya tadi siang. Mungkinkah komplotan ini yang dimaksud anak itu. Benar juga kata anak itu, Batavia penuh dengan penjahat. Padahal gadis itu baru beberapa saat menginjakan kaki di ibukota Hindia Belanda.

"Kau tidak usah mengira-ngira siapa kami, itu tidak penting."

Sial, dia bisa tahu isi hatiku. Anna masih bertanya-tanya kenapa mereka bisa mengenal gadis itu.

"Nona, lakukan saja apa yang kami minta."

Anna menggelengkan kepala. Dari atas kuda dia malah bersiap untuk melepaskan tembakan dibandingkan menyerah dan mengikuti permintaan komplotan itu. Anna memperhatikan tubuh mereka, siapa tahu mereka membawa barang curian dari rumahku.

"Kau berpikir jika akan ada yang bisa membantumu. Tidak ada, Nona."

"Hei, kalian sadar berhadapan dengan siapa? Kami orang Eropa bisa mengerahkan tentara untuk menangkap kalian ... dan menggiring kalian ke penjara."

"Hahaha ...." semua orang itu tertawa. "Kau berpikir kami bekerja untuk siapa?"

Anna heran dengan pertanyaan itu.

"Ini Batavia, Nona. Bangsa manapun bisa saling melindungi ... asalkan ... ada bayarannya."

"Katakan, kalian bekerja untuk siapa? Kalian kan yang mencuri di rumahku kemarin malam?"

Anna penasaran dengan jawaban mereka. Tapi, gadis itu merasa heran ketika komplotan itu malah melangkah mundur dengan perlahan.  Pimpinan komplotan itu mengajak kawannya untuk mundur teratur. Sosok-sosok itu ditelan kegelapan, mereka berlari menyebar ke segala arah. Tidak berpamitan apalagi memberi alasan kenapa mereka pergi tiba-tiba.

Kenapa mereka tiba-tiba pergi? Anna heran dengan gelagat mereka. Untuk memastikan, Anna mengarahkan pandangan. Siapa tahu ada penyebab kenapa tiba-tiba mereka pergi.

"Anna!"

Anna mendengar orang berteriak. Siapa dia belum tahu, wujudnya masih belum jelas. Dia membelakangi lampu jalan. Hanya siluet yang tampak di pandangan.

"Siapa kau?" gadis itu berteriak pada siluet yang berdiri di samping gedung pertokoan yang sudah tutup.

"Anna!" sosok itu kembali berteriak.

Anna jadi bertanya-tanya, mungkinkah komplotan tadi membubarkan diri karena orang ini?

Panca dan 3 Gadis TangguhWhere stories live. Discover now