31

63 21 0
                                    

Anna menatap tajam Panca. Dadanya kembang kempis. Gadis itu sungguh marah pada seseorang yang selama ini dianggap sebagai teman, ternyata diduga memiliki hubungan dengan orang yang bermaksud melukai gadis berkulit terang itu.

"Nona, kau baik-baik saja?"

Anna tidak menjawab pertanyaan dari Panca. Mereka malah saling tatap. Panca pun melihat gelagat tidak beres dengan diri Anna. Jari-jemari gadis itu dikepal dengan kuat, dia marah. Wajahnya pun semakin memerah, aliran darah mewarnai pori-pori di kulitnya.

"Nona, ada apa denganmu?"

Anna tidak menjawab pertanyaan Panca. Dia malah berteriak keras, "arghhh!"

Kedua tangan gadis itu diangkat ke udara. Dia merasa kesal dengan apa yang sedang dihadapinya. Dilema. Satu sisi dia tidak memiliki bukti atas tuduhan keterlibatan Panca, tetapi di sisi lain Anna melihat sendiri betapa Panca ditakuti oleh orang yang jelas-jelas ingin melukainya.

"Panca, kenapa orang itu bisa takut olehmu?"

"Takut, apakah benar dia pergi karena takut denganku?"

"Panca, kalau dia tidak memiliki hubungan denganmu, bagaimana bisa dia pergi dan lari terbirit-birit ketika melihat wajahmu?"

Panca sulit menjelaskan situasi yang sedang dihadapi. Memang, kesan jika Panca adalah bagian dari komplotan penjahat semakin menguat ketika Anna menyaksikan sendiri bagaimana seorang penyandera bisa pergi begitu saja.

"Sepertinya, diantara kita terjadi kesalahpahaman."

Anna sulit menahan amarahnya. Prasangkanya semakin kuat. Panca adalah bagian dari komplotan penjahat itu.

Wushh!

Tak dinyana, gadis berambut pirang itu mengarahkan pukulan ke wajah teman lelakinya. Panca pun kaget. Anak remaja itu belum sempat menghindar.

Duk!

Tinju Anna mengenai pipi Panca. Panca pun terhuyung ke belakang.

"Anna! Dia temanmu!" A Ling berteriak kencang. Gadis bermata sipit itu sulit menerima kelakuan Anna. Dia marah.

"Diam A Ling, ini bukan urusanmu!"

Anna pun melangkahkan kaki kirinya. Dia melayangkan kaki kanannya ke arah wajah Panca. Untungnya Panca sanggup menggulingkan badan sehingga sepatu but Anna tidak mengenai tubuh anak remaja itu.

"Hentikan, Anna!"

A Ling berdiri tepat di depan Anna untuk menghalangi gadis Eropa itu melukai Panca. Tapi Anna malah merasa tersinggung dengan sikap A Ling. Gadis berambut pirang itu mengarahkan tinju ke arah pelipis A Ling.

Wush!

Kepalan tangan Anna membelah udara. Tapi, dengan sigap A Ling menahan pukulan. Trap. Mereka saling menatap dengan mata tajam.

Wush!

Tangan kiri Anna masuk ke arah dagu A Ling. Lagi-lagi gadis Cina itu bisa menahan serangan. Trap.

A Ling tidak mau membalas serangan. Gadis itu bersikap tenang.

Tapi tidak demikian dengan Anna, dia marah besar pada orang di depannya. Gadis Eropa itu terus-menerus melampiaskan amarahnya kepada A Ling. Berbagai pukulan terus dilayangkan. Bagi warga yang melihat perkelahian ini, terlihat begitu kaku cara Anna berkelahi. Sebaliknya, ilmu beladiri dari A Ling terlihat mumpuni.

Gadis berbaju cheongsham itu seperti melayani seorang anak kecil yang baru saja belajar beladiri. Serangan tangan dan kaki terlalu mudah untuk dipatahkan.

"Anna, sadarlah ...."

A Ling terus terdesak hingga ke pinggir kanal. Dan, Anna semakin beringas. Dia terus memberikan serangan.

Ada sesuatu yang di luar perkiraan A Ling. Kini, Anna berlari ke arah kuda yang sedang berdiri di bawah pohon. Dia mengambil senapan, mengisi pelurunya, dan ... mengarahkan moncong senapan pada A Ling.

"Anna, tenanglah ... kita bisa membicarakan ini baik-baik."

"Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi!"

Dor!

Suara letupan akhirnya terdengar. Peluru melesat membelah udara.

Orang yang tadinya menonton sekarang membubarkan diri karena tidak mau tertusuk peluru. Mereka tahu jika arah peluru bukan pada penonton perkelahian itu, tapi mereka lebih suka menghindari bahaya. Justru bahaya datang ketika peluru mengarah ke dada A Ling.

"A Ling!" Panca berteriak karena kaget dengan apa yang dilihatnya.

Panca dan 3 Gadis TangguhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang