22

60 22 0
                                    

Transaksi yang sedang berlangsung, kini terhenti sejenak. Masih mending jika pembeli ada yang menunda pembayaran tetapi sungguh rugi ketika pembeli mengurungkan niatnya. Pasar yang riuh rendah oleh obrolan, kini hening sejenak ketika menyangsikan seorang gadis Eropa menodongkan senapan kepada seorang lelaki tua.

"Kau kan yang kemarin malam mencuri di rumahku?" Anna bertanya dengan nada tinggi.

Orang yang ditanya jelas tidak mampu menjawab. Wajahnya menampakan ketakutan. Kedua tangannya pun diangkat ke atas sebagai tanda meminta pengampunan.

"Saya tidak mengerti maksud Nona."

"Kau tidak bisa mengelak, akui saja! Mana barang milik keluargaku?"

Pedagang-pedagang lain, sebagian besar laki-laki, mulai berkerumun. Tanpa diminta, mereka yang merasa terpanggil untuk membantu si laki-laki tua berjalan mendekati Anna. Satu per satu pedagang itu meninggalkan barang dagangan mereka. Tanpa bicara sepatah kata pun, mereka menatap tajam gadis itu.

"Hei Nona, bagaimana bisa kau menuduh jika orang tua itu adalah pencuri?"

Anna tidak langsung menjawab. Memang sulit menunjukan bukti jika orang yang sedang ditodong senjata itu adalah pencuri. Anna tidak punya bukti apa-apa. Gadis itu hanya mengira jika bilah-bilah bambu itu berisi sesuatu yang dicuri dari kediaman keluarganya.

"Hei, tunjukan isi bilah bambu itu!"

"Eee, ini hanya air nira, Nona. Saya menjual air nira dari pohon enau. Saya menjualnya dengan bilah-bilah bambu ini agar bisa dibawa dengan mudah."

Orang tua itu membuka penutup bilah bambu yang terbuat dari daun pisang. Ketika dibuka, nampak cairan bening agak keruh sebagai pertanda jika itu betul-betul air nira.

"Buka semuanya! Aku ingin melihatnya satu per satu," Anna ingin meyakinkan dirinya sendiri jika semua bilah bambu itu adalah wadah bagi air nira.

Si pedagang tua nampak keberatan. Wajahnya memperlihatkan jika dia jengkel. Apalagi setelah ada pedagang lain yang mempertanyakan keraguan Anna. Tentu saja Anna tetap dengan prasangkanya. Dia mengira jika bilah bambu milik si kakek sama persis dengan bilah bambu yang dibawa oleh pencuri di rumahnya. Sebuah bilah bambu yang digunakan untuk senjata juga untuk menyimpan dokumen surat tanah milik Tuan Eickman.

"Hei Nona, apakah kau masih tidak percaya dengan dia?"

Anna tidak menjawab pertanyaan itu. Dia hanya menatap lurus ke wajah si pedagang nira. Moncong senjata itu hanya berjarak 2 langkah dari kepala si pedagang tua.

"Hei, hentikan ini semua! Nona, sebaiknya kau pergi saja! Jangan membuat keributan di sini!" seorang pria berjenggot tebal merasa gusar dan tidak bisa menahan diri untuk membentak Anna.

"Diam kau! Ini urusanku dengan orang ini!"

"Justru kau yang seharusnya diam! Ini tempat berjualan bukan tempat mencari keributan!"

Sungguh di luar dugaan, mereka yang sedari tadi berdiri berkerumun kini mulai berani memegang golok yang terselip di pinggang masing-masing. Bagi Anna, itu pertanda sebuah tantangan untuk berkelahi.

"Cepat pergi, jika tidak ...."

"Jika tidak, kalian mau apa?"

"Dasar perempuan jalang!"

"Hei, jaga ucapanmu!"

Anna tidak mau kalah galak dengan orang-orang yang mengerumuninya. Gadis itu mengarahkan senapan pada orang yang membentaknya. Jelas dia yang diancam untuk ditembak merasakan ketakutan, meskipun ketakutan itu tersembunyi di balik wajahnya yang dipenuhi jambang dan jenggot.

"Hei, jangan mentang-mentang kau orang Eropa ya ... bisa seenaknya saja memperlakukan kami. Kami bukan binatang yang bisa kau injak-injak harga dirinya."

Arhhgh! Suara teriakan terdengar dari arah belakang. Anna menolehkan pandangan pada sumber suara. Sialan, dia mencabut goloknya!

Ciaat! Kaki kiri gadis itu diangkat hingga sampai ke kepala si penyerang. Golok yang dipegangnya berubah arah. Dia terpental, ciungg!

Tentu saja kawannya tidak bisa tinggal diam. Diantara mereka ada yang memberanikan diri menerjang dengan berbekal sebilah golok. Tentu saja Anna lebih sigap dengan mengarahkan senapan ke si penyerang. Dor! Terpaksa sebutir peluru dilepaskan ke udara. Dan, cleb! Peluru itu mendarat di dada di si penyerang.

"Ahhh!"

Suara perempuan terdengar menjerit. Dia tidak kuasa menyaksikan perkelahian yang terjadi. Suasana pagi yang ceria, berubah menjadi mencekam dalam waktu seketika. Pasar tempat berjualan berubah menjadi tempat perkelahian.

Satu lagi seorang lelaki menyerang dengan menyabetkan golok ke kepala Anna. Ternyata dia pintar mengelak. Dengan sigap dia menggunakan senapan untuk menyerang balik. Tak! Kepala si penyerang bertemu dengan pangkal senapan. Orang itu limpung karena pukulan mengenai kepalanya. Sepertinya urat sarafnya menjadi terganggu karena benturan.

"Hei, hentikan!"

Suara seseorang yang tidak asing terdengar oleh Anna. Sumber suara itu berasal dari belakang kerumunan.

Seketika, perkelahian terhenti.

Anna sulit mengerti kenapa orang-orang itu bisa menghentikan perkelahian karena teriakan orang itu. Padahal, Anna mengenal orang itu bukan sebagai petugas keamanan atau pejabat pemerintah. Apa pengaruh yang dimilikinya?

Panca dan 3 Gadis TangguhWhere stories live. Discover now