DASA - (BUAYA)

2.7K 412 87
                                    

Amerta berdiri didepan pintu. Posisi di dalam rumah. Di hadapannya ada Gama yang melebarkan salah satu tangannya menghadang pintu.

"Diem dirumah!" perintah itu mutlak, dan Amerta tau.

Tapi dirinya sangat ingin bertemu Madja.

"Sebentar aja, kak" memelas di hadapan kakaknya dengan mengepalkan kedua tangan menjadi satu di depan dada.

"Please!"

"Kamu diberi waktu istirahat, bukan kelayapan nyamperin cowok gak ada hati kayak Madja. Diem dirumah, Amerta! Paham?"

Kepala Amerta sedikit mundur saat kepala Gama di majukan dengan tatapan datar dan suara yang terdengar mutlak tidak mau di bantah.

Hanya anggukan, dan itu sudah cukup membuat Gama tersenyum lebar, "Good, itu baru anak baik."

Gama pamit pulang. Bermalam sekali disana sudah cukup karena ia musti harus ke kampus lagi. Jadwal nya padat.

"Jangan kemana-mana!" perintah itu sekali lagi keluar dari mulut Gama sebelum masuk kedalam mobilnya.

Tapi Gama keluar lagi dan mendatangi Amerta. Tangannya terulur ingin memeluk adiknya, mengecup keningnya dan mengusap bagian belakang kepalanya.

"Selamat ulang tahun cantik" dan Amerta sedikit terkekeh sambil balik memeluk Gama.

"Kakak pulang" dan suara mobil yang perlahan meninggalkan halaman rumah pada akhirnya membuat Amerta bernafas lega.

Ia memasuki kamarnya. Duduk di atas kasur sambil memegangi cermin. Ada pantulan wajahnya disana. Memerah dengan bagian kulit sedikit mengkilap.

Ia menyentuhnya, "Ssst.." perih.

Cermin nya ia turunkan, dan Amerta merebahkan dirinya di atas kasur. Menatap langit-langit dan kembali mengingat kejadian di kantin.

"Amerta!" suara perempuan dari belakang membuat Amerta membalikan badannya.

Amerta belum sempat menatap paras wajahnya seperti apa, orang itu sudah lebih dulu melemparkan segelas kopi panas dengan asap mengepul diatasnya ke arah dirinya.

Amerta berteriak. Beberapa mahasiswa yang melihat itu menarik sosok si penyiram, Teluk.

"Gak usah sok suci lo, tai!" Teluk berteriak, entah untuk apa dan mengarah kemana tujuan ucapannya.

Amerta di peluk salah satu senior disana. Saat dirinya mau di larikan keruang kesehatan terdekat, Teluk berhasil menarik Amerta dan menamparnya tepat di wajahnya yang berhasil ia guyur kopi panas.

"Ngadu apa lo ke temen-temen lo, ha?! Ngadu apa lo ke Anggit?!"

Amerta cuma menggelengkan kepalanya, tubuhnya masih dalam pelukan mahasiswi 2 tingkat diatasnya.

Yang lain berusaha melerai, tapi Teluk enggan mendinginkan kepala. Tangannya berusaha mencapai tubuh Amerta tapi di halau yang lain.

Jari-jari gemasnya pada akhirnya berhasil menarik rambur Amerta yang di gulung sampai tergerai dan beberapa tercabut dari akarnya karena di tarik terlalu kuat.

"Mati kek lo anjing, bangsat!" suara makiannya terdengar begitu membenci Amerta. Teluk kesetanan tanpa peduli kalau dirinya suka kena maki para mahasiwa lain.

"Apa sih lo njing?! Anak orang diem-diem lo embat kopi panas!"

"Lo kalau punya dendam sama dia gak gitu!"

"Sadis banget jadi cewe!"

"Bawa Amerta ke Rumah Sakit!"

Mendengar Amerta mau di bawa pergi Teluk kembali berusaha menggapai tubuhnya, di saat yang memeganginya mulai lengah.

AMERTAWhere stories live. Discover now