GL-22-S

623 42 3
                                    

Zela masih merenungi perasaannya. Ia galau tentu saja. Perubahan Yaka sangat-sangat mengusik hatinya. Lebih tepatnya Zela tak menyangka efek Yaka akan sedrastis itu padanya.

Zela jadi tak berselera melakukan apapun, apalagi saat mengingat kejadian dikantin tadi, Apa Yaka sudah mempunyai pacar? Apa Yaka sudah tak berniat mengaku-ngaku pacarnya lagi?

Tapi kenapa?

Apa Zela ada menyakiti hati bocah itu?

Tapi kapan?

Akh, kepala Zela pusing sendiri dibuatnya.

Zela memendam mukanya dalam tumpukan bonekanya, pikiran gadis berdarah Jepang itu benar-benar sedang kacau sekarang.

"Zel"

"Hm"

"Lo kenapa?" Tanya Ken sambil mengambil posisi tiduran disebelah Zela.

Zela menolehkan pandangannya, mata sayunya memerah, seharusnya ia marah karena Ken yang masih memakai seragam dan bau keringat itu tiduran diranjangnya, tapi gadis Zeo itu justru menangis terisak dengan tiba-tiba.

Ken yang mendapati hal itu langsung panik, laki-laki yang sangat mirip papanya itu secara spontan memeluk kembarannya. Hal yang merupakan kebiasaan mereka sejak kecil.

"Zel, sorii, gue ganti baju nanti tapi jangan nangis. Gue takut kalau lo nangis." Mohon Ken. Laki-laki itu menciumi rambut Zela saat tangisan kakak kembarnya itu kian kuat.
Ken yang bingung hanya mampu mengeratkan pelukan mereka. Walaupun mereka beberapa bulan yang lalu sempat berkonflik karena masalah jabatan sekolah, tapi mereka tetap lah anak kembar yang sejak dalam kandungan selalu bersama.

Mendengar Zela menangis, ntah kenapa Ken merasa hatinya sakit.

"Zela jangan nangis.. Gue mohon"

"Hiks,"

"Kak, jangan nangis" Ken kembali menciumi rambut kakaknya. Ia sedih untuk satu hal yang sepele. Ia sedih karena Zela sedih.

"Kak" Sejak dulu, Ken paling tak suka saat kedua orang tuanya menyuruhnya untuk memanggil Zela kakak, menurutnya hal itu memalukan. Zela itu perempuan, dan mereka hanya berbeda 7 menit. Ditambah tingkah Zela yang sok ke kakak-an itu kian membuatnya jengkel.

Namun, ada kalanya dibeberapa situasi Ken benar-benar menganggap Zela sebagai sosok kakak. Terutama ketika mereka sedang berantem atau membuat masalah. Si kecil Zela akan maju paling depan untuk melindunginya.

"Kak, udah" Bisik Ken lagi, hatinya terenyuh ketika Zela terisak didadanya.

"Kenapa hm?"

"A-apa gue jahat hiks, apa gue nakal banget?" Tanya Zela tersendat-sendat.

"Nggak" Geleng Ken kuat.

"Apa gue gak cantik, apa gue terlalu kasar hiks"

"Iya"

"Ken ih,"

Ken terkekeh pelan, ia lalu memegang pipi kakaknya yang basah. "Lo yang terbaik Zel terlepas dari nakalnya elo, kakunya elo, egoisnya elo, sok berkuasanya elo. Lo tetap yang terbaik." Kata Ken serius.

Zela mendorong Ken pelan. "Iya sih, gue juga sadar diri gue yang terbaik"

"Yeh, ni anak" Ken menyentil dahi Zela.

Zela mengusap dahinya sambil tertawa. Seolah lupa akan kesedihan mendadaknya. Gadis Jepang itu tertawa lepas sambil memeluk tubuh Ken, mendusel-duselkan wajah basahnya kedada sang kembaran.

Cukup lama mereka dalam posisi itu, rasanya sudah sangat lama mereka tak saling bermanja dan bercerita begini. Semenjak Zela merasa ia membebani Ken, dan Ken yang merasa Zela terlalu egois. Hubungan mereka memang sedikit merenggang, dalam artian tak seakrab dulu.

"Gue kok kangen sama lo ya Zel tiba-tiba,padahal tiap hari kita jumpa, rasanya uda lama gak kayak gini" Kata Ken pelan.

Zela mengangguk, "Iya, apalagi sekarang pak Osis banyak kegiatannya"

"Zel" Rengut Ken.

Zela tertawa,

"Zel"

"Hm"

"Jadi lo kenapa?"

"Apanya?"

"Lo kenapa tadi nangis hm?"

Zela menipiskan bibirnya, "Gue insecure"

Ken yang mendengar jawaban kembarannya itu terbahak kuat.

"Ken ih"

"Lo insecure kenapa heh, sama siapa juga?"

"Gak ada"

"Lo kenapa sih?"

"Gak papa"

Kembali keheningan menyapa, mereka kembali diam.

"Zel"

"Hm"

"Apa ini masalah Yaka"

"Apa sih?"

"Emang iya kan, lo sering galau semenjak Yaka dimarahai papa waktu bawa lo pulang malem-malem waktu itu."

Zela terkekeh garing, "Nggak lah, mana mungkin masalah Yaka. Gue-

"Gak usah gengsi"

"Ck, apa sih, gue gak suka cowok yang lebih muda dari gue ya"

"Masa?"

"Serius Ken"

"Padahal menurut gue, Yaka bocah-bocah gitu pemikirannya dewasa juga kok"

Mendengar kata dewasa, membuat Zela teringat bagaimana Yaka mencuri ciumannya dulu. Iya sih, Yaka dewasa, ah, Zela menggelengkan kepalanya pelan. Menjauhkan pemikiran nya tentang bocah menyebalkan itu.

"Hayoo mikir apa loh"

"Ng-nggak ada lah, apa sih, lagian Yaka dewasa apanya. Masih bocah itu. Belum juga lima belas tahun."

"Yah menrut gue dia dewasa, waktu kita ada masalah waktu itu, sebenarnya dia datrngi gue. Bilang kalau sebenarnya lo itu tertekan dan ngerasa bersalah sama gue. Gara-gara gue lo jadi nganggap diri lo beban untuk semua orang, terus dia minta gue untuk minta maaf sama lo.  Yang gue tau, Dia juga yang ngubah semua pandangan buruk tentang lo berubah. Dia yang ngehapus gossip kalau lo yang berusaha ngerebut Dean dari Dinda. Oya, dia juga bantuin lo buat jelasin masalah lo sama Desi kan?"

Zela tercenung, Apa iya? Kenapa Zela tak tau, pantas saja semua orang tak ada lagi yang menggosipkannya, lantas saja Dinda dan Desi tak lagi menggangunya.

"Oya, tapi Zel, lo tau kalau Yaka belum genep lima belas tahun dari mana? gue kira dia cuma beda setahun dari kita."

"hah- ah, itu, Yaka kan aklerisasi dulu pas SMP katanya. Berarti kan jarak 2 tahun dari kita kan. Iya, dua tahun, heheh" Zela tertawa canggung. Benar-benar canggung.

Tak mungkin ia mengatakan kalau ia sudah tau semua tentang Yaka kan?

Gengsi lah! (Selesai)Where stories live. Discover now