0. 03. 2

699 76 0
                                    

Begitu Hazel menyelesaikan penjelasan mengenai pengumuman yang ia maksud, seluruh pasang mata kini tertuju pada Abel. Deg! Jantung Abel hampir loncat dari tempatnya. Tuhan, ia menjadi pusat perhatian sekarang. Abel menelan ludah susah juga. Abel melirik Freya yang berdiri di sebelah kirinya, bergantian Elzhan dan Hazel di sebelah kanan.

Elzhan yang paling lama ia tatap. Cowok itu memberi sinyal kecil padanya dengan sorot mata seolah berkata, "Maju aja, gapapa." Khas seorang Elzhan ketika menyemangati saat harus presentasi bulan lalu.

Sebelum mengambil dua langkah maju agar satu kelas tahu ia akan berbicara, Abel menghirup oksigen banyak-banyak. Abel berdeham sebentar sebelum melanjutkan, "emm .. pertama-tama, gue mau bilang makasih sama mereka bertiga yang udah mau nyampein ide gue satu itu. Sorry kalo agak grasak-grusuk trus terkesan maksa. Gue emang gak terlalu aktif di kelas tapi gue sebenarnya peduli kelas ini, lebih tepatnya."

Abel memberi jeda, "lo semua tahu kan kita dapet diskriminasi dari sekolah dan diantara lo semua pasti ada ngerasa jengkel. Jadi dengan ide yang Hazel beberkan tadi, kita bisa jadi lebih baik. Alasan sederhana gue berani cetus ini karena kalian juga sebenarnya. Kelas sepuluh semester lalu, waktu denger bakalan ada murid baru yang kata Dika dia itu biang onar di sekolah sebelumnya, kita kompak banget demo sama wali kelas buat nolak dia. Gue masih inget gimana serunya," ia tersenyum kecil kala mengingat momen itu. Sekelas juga ikut terkekeh-kekeh.

Jelas, Sosial Empat kali ini kan tidak diisi oleh sembarangan murid nakal atau berandal sekolah sekalipun. Semuanya taat aturan. Bahkan saat anak-anak kelas lain sering menggunakan toilet sekolah sebagai tempat merokok, cowok-cowok dari IPS 4 tidak melakukannya. Mereka bahkan sering menggerutu diseringi umpatan saat toilet itu penuh dengan bau asap rokok bercampur pesing. Dimas yang notabene paling suka kebersihan bahkan ogah katanya kalo pipis disana, ia lebih rela menundanya seharian. Tapi kalo kebelet banget toilet di dekat Mushola sekolah menjadi alternatifnya, meski harus disoraki ukhti-ukhti yang tengah melaksanakan sholat.

Gadis itu kembali melanjutkan dengan sedikit menyinggung bagaimana ia jatuh cinta dengan persahabatan kelas ini, "Dulu waktu SMP gue masuk sekolah khusus, isinya cewek semua. Di sana juga persaingannya ketat, bahkan gue gak pernah punya satu temen pun yang bisa diajak ngobrol. Sedangkan disini, tiap hari gue bahkan gak keitung berapa kali ketawa liat tingkah Adit," Di tempat duduknya Adit terlihat berbangga hati dan pura-pura salah tingkah saat Dika meliriknya. Cowok itu sontak memutar bola mata, malas. Semua orang geleng-geleng kepala melihat Adit dan tingkah absurd-nya.

Abel tertawa lagi. Nagih bukan?

"Semua keseruan kalian itu benar-benar membekas di ingatan gue. Betah banget rasanya jadi bagian kelas ini. Makanya gue berharap penuh kita semua bisa pikirkan ide itu dan sampai di satu suara dengan kompak juga. Gue yakin kalo kita buat gertakan kali ini, sekolah gak bakal mandang kita remeh dan mengucilkan kita."

Abel berhenti bercerita, ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling kelas, menatap satu persatu netra teman-temannya. Selama beberapa saat hanya keheningan yang terjadi. Bahkan Naia yang Mie Tektek-nya masih mengepul panas berhenti menyuap, gadis itu memasang raut wajah serius. Sampai suara gebrakan meja dari sudut kiri kelas mengejutkan keheningan mereka. Theresia sudah berdiri dari kursinya dengan pandangan tajam menyisir ruangan.

"Gue setuju!" seru cewek itu membuat beberapa kening berkerut, heran. "Gue siap berjuang keras di perlombaan kali ini!" tegasnya mengejutkan seisi kelas.

"Gue belum cerita ini sebelumnya. Waktu penyisihan tim inti basket semester lalu gue kalah bukan karena skill gue yang katanya masih kurang bagus, sebenarnya coach lebih pro sama senior kelas. Padahal jelas-jelas di semester genap nanti, mereka bakalan fokus buat ujian nasional. Dari awal kelas ini ada, sekolah udah kasih citra jelek untuk IPS 4 makanya anak-anak yang ngisi biasanya gak dikasih kepercayaan sama sekali buat unjuk bakat mereka. Dan gue yakin ini yang bikin gue gagal masuk tim inti basket."

SOCIAL FOUR Where stories live. Discover now