1. 13

426 54 3
                                    

*

Setelah saling membersihkan eskrim di wajah mereka, Ines dan Malio masih berada di kamar Gia dengan suasana yang berubah hening. Mengenal sahabatnya lebih daripada yang lain membuat Malio dapat merasakan perasaan tak tenang gadis itu.

"Hei, Ra .." panggilnya dengan suara lembut.

Ines kemudian menoleh. Keningnya mengernyit melihat cowok itu melebarkan senyuman. "Semangat ya buat besok, gua yakin kerja keras lo gak pernah mengecewakan, lo pasti juara lagi."

Bukannya merasa senang disemangati, gadis itu malah mengejek dengan membuat wajah bebek. "Tahu gak Yo, gue malah penasaran gimana rasanya jadi juara dua atau bahkan tiga.. bokap bakal semarah apa ya?" Dia bertanya dengan santainya.

"Lah jangan." Malio ketar-ketir sendiri. Dibandingkan melihat Ines dimarahi habis-habisan oleh ayahnya yang super galak itu, Malio lebih tenang melihat Ines stres dengan pelajaran. Dia masih punya ribuan cara untuk menyemangati seperti sekarang.

"Lo tetep harus jadi juara satu, jangan kalah dulu," sambungnya dengan menekankan kata serius di dalamnya.

"Tahu ah gue capek."

Inara Isva sedang tidak baik-baik saja, Malio menangkapnya dengan jelas. Tak ingin melihat gadisnya menyerah, ia tak ingin kehilangan akal. Berpikir .. ayo berpikir, Malio.

"Ra .. gini aja kalo lo juara lagi di lomba kali ini, gue bakal berhenti merokok."

"Tidak tertarik sama sekali tuh," ucapnya remeh.

Malio menajamkan tatapannya. "Lo harus pacaran sama gue kalo gak juara satu, gimana?" Ia menantang sahabat dari oroknya itu.

Ines tertegun cukup lama, tidak menyangka satu kata itu akan keluar dari mulut sahabatnya. Entah kenapa ia menjadi bersemangat.

dino

Keesokan harinya pukul 06.30 pagi anak-anak Sosial Empat sudah tiba di area parkiran Pelita Raya dengan pakaian olahraga mereka. Setelah turun dari motor boncengan masing-masing, Hazel yang satu kendaraan dengan Freya lanjut memberi interupsi. Meskipun merasa datang paling awal ternyata Pelita Raya sudah penuh dengan penghuninya. Beberapa anggota kelas lain bahkan sudah berkumpul di lapangan yang menjadi titik pusat acara dimana panggung megah untuk pensi besok malam berdiri megah.

"Selain gue, Thea, Elzhan sama Dito boleh langsung ke kelas dulu, nanti kita nyusul. Oiya, itu yang cewek tahu kan harus apa?" Hazel menunjuk pada Sara yang sudah memakai setengah kostum di tubuhnya. Maksud dari perkataan gadis itu adalah membantu Sara dan Adit untuk bersiap.

Beberapa dari mereka mengangguk patuh dan bergegas menuju kelas.

"Heh, Kemal ..!" panggil Hazel setelah beberapa saat anggota kelasnya bubar. Si empu menoleh dengan pipi yang menggembung penuh makanan.

"Snacknya jangan dimakan dulu! Masih lama itu sampe siang!" tuduhnya yang dibantah langsung oleh Kemal.

"Enak aja, gue makan roti punya gue." Dia menjawab dengan sedikit bergumam saking penuhnya di dalam mulut. Lagian si Hazel mah tidak tahu terima kasih, udah berat-berat bawa sekantong penuh kayak gini, malah dituduh. Kalo gini jadinya minimal dua kotak nasi nih buat Kemal.. ambil jatahnya siapa ya?

Mata Hazel memicing. "Awas yaa kalo dimakan!" ancam gadis itu kemudian.

Barulah keempat orang yang bertugas membawa gunungan makanan itu untuk dinilai nantinya mulai bergerak. Sesampainya di tempat penilaian, mereka disambut oleh Hani dengan jas OSIS-nya yang meminta gunungan makanan itu diletakkan di atas meja yang sudah diberi nama sesuai kelas masing-masing.

Hazel sempat mengamati gunungan makanan dari kelas lain— yang sama terlihat mewahnya dengan milik SOFOUR. Namun tidak satupun dari belasan makanan itu yang akan menjadi saingan mereka. Tahun lalu Sosial Empat menang di lomba tersebut, maka tahun ini juga. Hazel yakin.

Begitu selesai, keempat orang itu kembali untuk menemui yang lain. Sementara itu, para panitia nampak sibuk merampungkan segala persiapan Class Meeting yang tinggal menghitung menit. Berdoa saja tidak ngaret seperti tahun kemarin.

"To.." panggil Hazel setelah berhasil menyamai langkah Ardhito yang berjalan beriringan dengan Elzhan. Dia ingin bertanya tentang peristiwa kemarin. Ditanya beberapa kali, Freya tidak memberi jawaban puas dan malah semakin membuatnya penasaran.

"Ya?" Ardhito menjawab.

Seketika merasa gugup, Hazel jadi ragu-ragu untuk melanjutkan apa yang tertahan di tenggorokannya. Tanya gak ya? Tanya gak ya? Ia berperang dengan kepalanya sendiri. "Kemarin .. lo sama Freya ngobrol apaan?"

Hazel agak kesulitan melihat raut wajah cowok itu karena Dito tidak memandangnya sama sekali. Mereka berbicara dengan derap langkah yang semakin mengencang bahkan. "Freya..? Cuma ngobrol biasa," ujar Dito santai.

Hazel manggut-manggut mengerti. "Oohh .. gue agak aneh aja soalnya baru tahu kalau kalian deket. Sebelumnya bahkan gak pernah keliatan ngobrol sama sekali." Gadis itu tersenyum kikuk diakhir merasa dirinya justru yang terkesan aneh dengan berujar begitu.

"Oh, enggak. Gue sama yang lain gitu kok. Dulu kita juga gak terlalu deket kan, Zel? Gue inget cuek banget sama lo." Padahal bukan jawaban seperti itu yang ingin Hazel dengar dari Dito. Wajahnya berubah datar. Ia memang tidak pernah bisa menebak isi hati seorang Ardhito.

Apa dia yang terlalu berharap selama ini?

dino

"Kita bergeser ke sebelah kiri pojok, ada XI IPS 4! Tepuk tangan semua, itu kelas saya!" Suara cempreng Ola— sang Master of Ceremony menggema melalui pengeras suara di seluruh penjuru lapangan yang sesak oleh murid Pelita Raya. Sebelum mendapatkan riuh tepuk tangan, Ola sempat disoraki lebih dulu karena dianggap curang dalam memperkenalkan peserta Class Meeting tahun ini.

Ola pun menanggapinya dengan gurauan dibantu Kak Rivan di sampingnya. Lain dengan anak-anak Sosial Empat yang kompak tertawa dan meledek aksi Ola itu.

"Maklumin, guyss .. Ola baru kali ini jadi co-MC, masih magang." Ardhito dari belakang menyeletuk ringan.

Sementara itu sesuai interuksi, setelah disebutkan nama kelas, perwakilan peserta fashion show melenggak-lenggok ke pusat acara dengan pasangan mereka untuk memamerkan kostum kreasi masing-masing. Sara dan Adit sudah maju seraya melambaikan tangan mereka lalu memberikan penghormatan anggun pada empat juri yang menilai.

Begitu seterusnya sampai berakhir di kelas XII IPS 3.

Sementara itu dari sudut lainnya, dibanding terkagum-kagum dengan keunikan dari kostum yang dipamerkan oleh para peserta lomba atau fokus menyaksikan penampilan dari ekskul tari di atas panggung, Elzhan justru tengah berperang tatapan tajam dengan Alden yang sama-sama mengambil barisan paling depan.

Di situasi semacam itu ingin rasanya Elzhan memegang erat tangan Abel lalu memamerkannya pada si brengsek di depan sana. Elzhan sedikit melirik Abel yang berbaris dua jarak darinya, gadis itu sedang mengobrol dengan yang lain. Ada perasaan senang dalam hatinya melihat wajah ceria Abel pagi ini, tak ayal membuat Elzhan ingin tersenyum juga jika tidak ingat ia bisa saja dicap gila karena mesem-mesem sendiri. Kalian boleh meneriaki Elzhan si budak cinta; karena sesederhana Abel tertawa maka ia juga.

Elzhan sungguh sangat berharap waktu berhenti detik itu juga, agar ia bisa dengan seksama mengagumi keindahan yang terpatri dari senyum dan tawa gadisnya.

Dia menyukainya; benar-benar suka.

*cailah Elzhan bucin Anggara dilawan🔥

SOCIAL FOUR Where stories live. Discover now