Pantai

3.1K 180 3
                                    

"Pulang atau gue tendang!" ancam Saras, ia sudah malas sekali berdebat. Tapi pemuda di hadapannya itu tampak sangat senang berdebat dengannya. Rasanya Ingin sekali Saras memukul mulut menyebalkan itu.

"Oke, oke. Gue ke sini karena di suruh Arjuna. Gue di minta jemput elo, maka dari itu lo harus ikut gue ke pantai," balas Yudistira. Tadi saat bermain ponsel, ia menanyakan tempat kesukaan Saras ke pada Arjuna. Ternyata gadis tengil ini menyukai tempat yang sama dengannya.

"Serius? Gue ganti pakaian dulu, tunggu sini!"

Saras berjalan masuk ke dalam rumah, gadis itu senang sekali saat mendengar nama Arjuna disebut. Dia tidak curiga sama sekali pada Yudistira, seolah-olah dunianya hanya terpaku pada Arjuna, Arjuna dan Arjuna. Sekali nama Arjuna maka kepercayaan gadis itu akan mudah sekali didapatkan. Yudistira tak habis pikir, begitu cintanya kah Saras pada temannya itu, padahal seharusnya Saras sudah merelakan Arjuna dengan wanita lain.

Saras memakai Hoodie dan celana jeans malam ini, rambut panjangnya ia gerai. Tanpa berlama-lama lagi mereka berdua berjalan beriringan menuju motor Yudistira, setelah Saras naik ke jok belakang, segera saja Yudistira menggas motor ninjanya itu.

Malam ini memang meriah bagi orang lain, tapi untuk ke dua sejoli di atas roda dua berjalan itu, mereka sama sekali tidak saling tegur sapa, keheningan terus menyelimuti, mereka sama-sama tidak ada yang memulai percakapan. Hingga tanpa terasa mereka telah sampai di tempat tujuan. Malam ini banyak sekali yang datang, gazebo-gazebo sebagian besar sudah terisi dari kalangan remaja bahkan orang tua.

"Mau duduk di gazebo?" tanya Yudistira saat mereka tiba di bibir pantai.

"Gak, mau jalan-jalan aja, trus Arjunanya mana?"

"Nanti dia datang," bohong Yudistira, entah sudah berapa banyak kebohongan yang ia ucapkan malam ini.

"Yasuda, kita jalan-jalan aja dulu, sambilan nunggu Arjuna."

Saras mengangguk tanpa curiga, ia berjalan di depan Yudistira, kakinya ia mainkan dengan pasir putih. Rasanya menyenangkan sekali, sudah lama sekali ia tidak datang ke sini. Menikmati udara malam, pasir putih, ombak laut, percikan air laut di kaki, ah, sungguh menyenangkan. Senyum tulus dan tanpa beban itu membuat Yudistira terpanah, senyum manis Saras entah mengapa menular ke padanya. Yudistira menyejajarkan langkahnya dengan Saras. Ia mencuri pandang, ini bukan pertama kalinya Yudistira datang dengan gadis, tapi entah mengapa malam ini serasa berbeda. Terjadi keheningan beberapa lama, hingga akhirnya Yudistira angkat bicara.

"Kalo gue ada masalah... gue biasanya ke sini, melihat ombak, seakan menyapu sedikit beban pikiran gue," ujar Yudistira sembari melangkah ke arah air yang menggulung-gulung menuju kakinya.

"Kalo gue, gue suka ke pantai bukan karena ombak. Tapi karena tempat ini adalah tempat pertama kali gue dan keluarga Arjuna bertemu," balas Saras dengan senyum tipis di wajah, ia mengikuti Yudistira, berjalan mendekat, menunggu sapuan ombak menyentuh kakinya.

"Lo seriusan cinta sama Arjuna?"

"Iya, gue gak mau kehilangan dia," ungkap Saras yakin, selama ini Saras memang mencintai Arjuna kan? Tidak sedikit pun Saras rela Arjunanya dimiliki orang lain.

"Gima kalo sebenarnya lo cuman gak mau kehilangan, bukan berarti lo cinta sama dia? Apa pernah lo merasakan jantung lo berdetak gak karuan saat dekat dia?" tanya Yudistira.

"Mm... Pernah kok, lo ngapain sih pake kepo segala!" Saras selama ini memang belum pernah merasakan detak kencang itu saat bersama Arjuna, tapi Saras yakin rasa nyaman selama ini saat mereka sahabatan bahkan pacaran adalah cinta, yang jelas Saras tidak mau Arjuna pergi darinya.

"Cuman nanya," balas Yudistira.

"Arjuna gak pernah pergi dari lo, dia cuman sedikit menjaga jarak, lo tahu sendiri Arjuna kan udah nikah--"

"Cewek itu yang rebut Arjuna dari gue!"

Yudistira menggeleng "Lo salah, Ras. Takdir yang sudah menyatukan mereka, dan lo pasti udah tau kalo Arjuna cinta sama istrinya. Lo cuman menepis itu, lalu menipu diri lo sendiri bahwa Arjuna itu hanya milik lo."

"Gue... gue cuman takut sendirian, lo belum ngerasain di posisi gue. Setiap pagi atau kapan pun, lo pasti bisa lihat orang tua lo, lo bisa bercanda-tawa sama mereka. Lantas gue? Gue cuman bisa nyapa bingkai foto, saat gue sedih, takut, gue cuman bisa meluk diri gue sendiri."

"Lo gak akan paham, hiks.... selama ini yang selalu menyemangati gue cuman Arjuna, selain dia semuanya cuman toxic friend. Tanpa Arjuna dan tanpa gue jadi cewek egois, gue pasti bakalan dibully! hiks... lo mana paham, lo pasti mikir gue cewek gak tau malu yang masih berharap sama suami orang. Tapi... selain dia gue bisa berharap sama siapa?" Saras menunduk, air bening itu satu persatu mulai keluar dari pelupuk mata, sebisa mungkin ia cegah air mata itu tidak mengalir. Tapi usahanya sia-sia. Semakin ia tahan rasa sakit yang terwakili itu semakin deras di pipinya.

"Sorry, gue... gue pergi beli minum dulu, lo gak pa-pa kan gue tinggal bentar?" tanya Yudistira pelan, Yudistira tidak tahu harus berkata apa, hatinya pun teriris saat melihat Saras menangis pilu. Akan lebih baik, ia biarkan Saras melepas kesedihannya dengan bebas.

Saras mengangguk lemah, seharusnya ia tidak menangis. Sekarang ia merasa malu karena menangis di depan orang lain selain Arjuna. Biarlah, lagi pula sudah terlanjur terjadi. Saras menghirup napas dalam, ia memandang bulan, lalu menghapus jejak air matanya. Saras terus melangkah, hingga tanpa sengaja ia menginjak sebatang ranting kecil. Saras berjongkok, mengambil benda kecil itu, lalu asik menggambar di atas pasir. Semudah ini memang bahagia, setelah sebelumnya ia menangis, kini Saras justru tersenyum bahagia lewat ranting kecil ini. Saras menggambar wajah tersenyum, lalu membuat rambut keriting pada gambarnya itu. Lucu, dalam hati Saras menamai gambarnya itu sebagai Yudistira, entah la. Saras sedikit nyaman berada di sampingnya.

"Hai cewek, mau main bareng kita gak?" tanya seorang pemuda yang berdiri di tengah, tampang mereka sangat buruk, seperti preman. Jalannya pun seperti orang mabuk.
Saras tidak menanggapi, ia terus sibuk menggambar, tapi ekor matanya menaruh kewaspadaan.

"Diam, diam bae, Neng. Ayolah, mau berapa duit gue kasih, gak usah jual mahal."

"Cih, jijik banget gue dengar suara lo, mending lo balik ke rumah lo, gak usah gangguin gue!" balas Saras tenang, tangannya tidak berhenti mencoret pasir.

"Wah, dia nantangin lu, Bos," balas pemuda sebelah kiri dan di angguki pemuda yang berdiri di arah kanan.

"Lo bilang gitu, palingan juga bakalan nagih kalo udah di bawah gue, gak usah munafik!"

Pria itu hendak menyentuh dagu Saras, namun tidak jadi karena sebuah tangan memelintirnya sampai pria itu berteriak kesakitan. Belum puas, pria itu juga di timpali banyak tinjuan. Siapa lagi kalo bukan Yudistira.

Teman-teman pria mabuk itu tidak ada yang berani melawan Yudistira. Mereka hanya menyaksikan Yudistira menghabisi teman mereka itu. Melihat pria itu sudah tidak berdaya dengan banyak luka memar.

Yudistira menarik kerah baju pria itu. “Gue peringati sama lo. Jangan pernah ganggu cewek gue lagi, kalo sampe elo kembali berulah, gue pastikan lo akan mendekam dalam penjara seumur hidup, paham!”

“I-iya, Mas, tenang saya belum apa-apakan pacarnya, saya minta ampun.”

“Benar, kita gak apa-apain kok,” bela teman-teman pria itu.

“Oke gue pegang kata-kata lo, berani ganggu dia lo mati,” bisik Yudistira dengan seringai menyeramkan.

Yudistira melemparkan kerah baju pria itu , sampai pria itu jatuh tersungkur di pasir . Ia hendak meninggalkan tempat sepi itu namun terhenti melihat Saras menatapnya seperti orang bodoh.

“Ck, ayo kita pergi,” ujar Yudistira menarik tangan Saras menjauh. Saras tidak berani menoleh ke belakang, dia hanya terus menatap punggung Yudistira.

“Yudistira bilang dia pacarnya?” bisik Saras dalam hati.

“Lo gak di apa-apain kan?”

“Gak. Untung lo cepat datang, makasih.”

“Lain kali lawan, jangan diam aja.”
“Iya,” balas Saras tanpa membantah sedikit pun perkataan Yudistira.

“Ini minuman lo, sekarang kita pulang aja?”

“Iya, gue capek.”

“Gue yang lawan, lo yang ngerasain capeknya, sungguh terlalu.”

“Ihhh, gue serius tauk! Nyesel gue bilang makasih. Gue pulang sendiri!” Saras berjalan cepat, lalu mulai berlari cepat berusaha menghalangi Yudistira melihat wajah meronanya. Sementara Yudistira terkekeh.

“Semoga lo selalu bahagia, Ras. Jangan takut, sekarang gue yang akan gantiin tempat Arjuna di sisi lo.”



Terpaksa Nikah SMA ( Tamat) Ada Di Dreame Dlm Versi BedaWhere stories live. Discover now