Bab 3

4 0 0
                                    

Erika sudah berdiri di depan sebuah gedung di daerah Kuningan, dan berjalan menuju lobi. Jarum jam masih menunjukkan pukul setengah sepuluh, tapi alih-alih terlambat dan membuat pelanggan kecewa, Erika sengaja memilih untuk hadir tepat waktu, bahkan malah lebih dulu.

Orangnya baik, tapi pendiem dan kaku. Jadi jangan baper kalau dia ngga bisa santai.

Begitu kira-kira pesan Line yang diterimanya dari Kania tadi malam. Karena itu pula, ia kini memilih untuk tidak membuat masalah dengan datang terlambat. Jalanan Jakarta susah diprediksi, maka dari itu berangkat lebih pagi dirasa cara paling aman.

"Mbak Erika ya? Sudah datang?" tanya seorang pria tiba-tiba dari arah pintu masuk. Kantor sepi di akhir pekan, jadi suara sekecil apa pun terdengar jelas di lobi yang luas itu.

Erika yang tengah duduk di bangku kayu lobi itu menengadah dan menoleh ke arah sumber suara. Ia menangkap sosok seorang pria berambut pendek rapi yang memakai kemeja biru tua kasual dan celana jeans. Bibir pria itu tersungging, ekor senyum dari bekas sapaannya sebelumnya. Ini Pak Aruna? Mana pendiem mana kaku? Ramah begini, pikirnya ketika itu.

"Iya Pak, saya Erika. Bapak Aruna ya?"

Erika berdiri dari duduknya, lalu berjalan menghampiri Aruna yang juga tengah berjalan menghampirinya.

"Ya, perkenalkan. Saya Aruna Laksmana. Mohon bimbingannya," ucapnya.

Erika mengangguk sambil melempar senyum. "Ya, mohon kerja samanya juga Pak," timpalnya.

"Ya sudah, kita naik saja ke ruangan saya," ucap Aruna sambil memimpin langkah. Erika mengekor di belakangnya. "Mbak Erika mau minum apa? Biar saya buatkan sekalian nanti."

"Apa saja Pak yang ada," jawab Erika sungkan.

"Di sini ada banyak. Jus, kopi, susu, teh, air putih. Mau apa?" Aruna menoleh sebentar ke belakang sambil mengangkat kedua alisnya.

Erika yang semula tidak peduli dengan minuman yang ditawarkan kemudian sedikit gelagapan karena tiba-tiba saja harus berpikir. "Em, jus jeruk boleh Pak, kalau nggak ngerepotin."

"Oke kalau gitu. Memang enak sih pagi-pagi begini minum jus jeruk ya, seger."

Erika terkekeh pelan. "Iya Pak."

***

Picture107: sent.

Ini bener orangnya bukan sih? Lu bilang pendiem, tapi talkative banget kok.

Erika memotret Aruna yang sedang menuangkan jus jeruk dalam kotak UHT yang ia ambil dari dalam kulkas ke dalam gelas, lalu mengirimkannya pada Kania.

Kania: Iya itu dia. Masa sih talkative? Biasanya kalau di rumah dinginnya udah kaya puncak Eiger. Belom juga nyebelinnya expert banget.

Tidak memerlukan waktu lama bagi Kania untuk membalas Line Erika. Bahkan sebelum Aruna kembali menghampiri Erika untuk memberikannya gelas jus, Erika sudah bertukar beberapa pesan dengan Kania.

Bodo amat. Gue cuma mau mastiin gue nggak salah orang, dan dia bukan orang yang ngaku-ngaku doang jadi pak Aruna. Tapi dia bukan orang jahat kan? Gue cuma berdua doang soalnya di ruangan dia.

Erika mulai merasa cemas, karena hari ini adalah akhir pekan, dan kebanyakan karyawan libur bekerja.

Kania: Dia anak nenek banget, sopan. Mau ada seribu cewek seksi juga nggak akan berhasil bikin dia goyah. His gayness is really on point.

Erika mengernyitkan alis membaca balasan Kania.

He's gay??

Kania: Nope. He's straight. Tapi memang dia jomblo seumur hidup sih.

a Letter from HomeOnde histórias criam vida. Descubra agora