20. Aku Sudah Memutuskan

77 35 31
                                    

Halo! ヾ(≧∇≦*)ゝ

Jumpa lagi. Enggak terasa sudah sampai bab 20. Dua puluh hari update berturut-turut, fyuh. Rekorku.

Terima kasih untuk semua pembaca dan dukungannya (terutama dari member GN) terima kasih sudah mengikuti cerita ini, sampai di sini.

Selamat membaca (╯✧∇✧)╯
Mari kita buka kartu satu per satu. Tekan vote, mulai baca, bantu saya temukan tipo.

***

"Mau ikut aku sebentar?" Kursinya berderit saat Elio berdiri. "Akan kutunjukkan sesuatu."

Stela mengangguk, buru-buru berdiri dan gegas mengikuti langkah-langkah panjang Elio keluar dari ruangan yang mirip mini kafe tersebut. Mereka berbelok ke kiri, kemudian menaiki tangga spiral berwarna hitam menuju lantai teratas studio.

"Studio ini sebenarnya bukan punyaku saja." Elio berkata. Lantas membuka dompet dan mengeluarkan sebuah kunci yang diselipkan dalam salah satu kantung. "Lysander juga mengucurkan dana. Dia pula yang mendesain tempat ini." Mereka sampai di lantai dua. Ukurannya lebih kecil dari lantai satu. Ada tempat duduk-duduk dengan bantal-bantal besar yang menghadap dinding kaca dan empat ruangan tertutup. "Pojok kiri itu kamar mandi. Depannya kamar Lynn, sebelahnya kamarku, dan yang satu ini."

Keduanya berhenti di depan sebuah ruangan berpintu geser. Dari luar, kelihatan lebih luas daripada tiga ruangan lain.

"Anda tidur di tempat ini?" Stela mengedarkan pandangan, menilai sisi-sisi estetika lantai kedua ini dan berdecak kagum.

"Kadang-kadang. Kalau lagi males pulang ke rumah atau emang ketiduran. Kamar isinya cuma kasur, meja, sama almari aja, sih. Seringan enggak dipake, karena lebih enak tidur di bawah." Elio memasukkan kunci ke lubangnya. "Lynn lebih jarang lagi." Kunci diputar, sampai berbunyi.

Elio menggeser pintu di depannya, Stela terperanjat.

"Wah."

"Ayo, masuk." Laki-laki bertubuh tinggi di depan wanita berambut cokelat itu berjalan masuk lebih dulu. "Seluruh karya yang ada di sini adalah milik Lysander. Karya-karya yang tidak pernah dan tidak akan pernah, dia publikasikan tersimpan di sini."

Di dalam ruangan bercat putih polos tersebut, terdapat rak-rak besi setinggi tiga meter. Semuanya dipenuhi oleh kanvas-kanvas aneka warna dan ukuran.

Stela berdecak kagum. "Apa boleh saya foto?"

"Silakan, asal tidak dipublikasikan. Bisa-bisa, fansnya Lynn geger." Elio terkikik.

Stela buru-buru mengeluarkan ponselnya dan memotret beberapa kali. "Saya kira, pelukis Lysander megikuti tipe aliran realisme dan naturalisme." Realisme adalah lukisan yang menampilkan kehidupan sehari-hari, mirip naturalisme.

"Sebelum menekuni realisme dan naturalisme, Lynn juga sempat coba-coba beberapa aliran, sih." Elio menyentuh lukisan wajah yang dibuat dengan teknik pointilisme, teknik melukis dengan titik-titik. Ia mengambil lukisan lain bergaya fauvisme dan menunjukkannya pada Stela. "Di ruangan ini lebih banyak sketsa, karena dasarnya Lynn itu suka menggambar. Lukisan ini salah satu favoritku."

"Wajahnya tidak asing. Sepertinya banyak model yang sama dalam ruangan ini."

"Iya, ini Matthea. Sebagian besar gambar di sini, ya, wajahnya Matthea." Elio mengembalikan lukisan tadi. "Bahkan lukisan debut Lynn yang berjudul: Fusia Eyes terinspirasi dari warna dan bentuk mata Matthea."

"Para penggemar kalian, mengetahui soal pertemanan ini. Terutama karena novel Anda yang memang disengaja menggunakan nama asli. Namun, tidak ada yang mengetahui sosok Matthea. Di mana dia berada sekarang?"

Siren's SongМесто, где живут истории. Откройте их для себя