17. Prahara di Hari ke Lima (Bagian 1)

830 55 0
                                    

SELAMAT HUT KE-76 KORPS BRIMOB POLRI

TERLATIH, TANGGUH DAN RESPONSIF

NEGARA HADIR NEGARA TIDAK BOLEH KALAH

BRIMOB UNTUK INDONESIA

14 NOVEMBER 2021

—————————————————————

Earphone di kedua telingaku kali ini tak cukup berfungsi. Meski sudah ku mainkan lagu dengan volume tinggi, ditambah selimut tebal yang menutupi seluruh tubuh. Aku masih mampu mendengar gelegar nya guntur dan kilat cahaya petir di luar sana.

Mencoba menutup mata dan berharap bisa tertidur pun percuma. Mata ini benar-benar masih terjaga dengan sempurna. Rasa was-was dan ketakutan membuatku cemas berkepanjangan. Padahal sebelumnya cara ini selalu ampuh menangkal ketakutan ku, tapi kali ini tak mempan sama sekali.

Segala doa-doa tak henti kurapalkan dalam hati. Berharap mampu menenangkan ku, tapi tetap tak bisa. Hingga sebuah tangan kekar melingkar di perutku dari belakang. Membuat tubuhku seketika menegang. Kontan saja aku terlonjak kaget hingga mengubah posisi menjadi duduk tegak dan menilik sang pemilik tangan itu. 

Mas Lingga, entah sejak kapan dia sudah berbaring di belakangku. Tanpa berkata, dia menarik kuat tanganku hingga  terbaring dalam dekapannya. Lengan kanannya menjadi bantal kepalaku. Sementara tangan kirinya melingkar di perutku. Tangan berotot itu terasa panas di kulitku hingga dengan cepat menyebar ke seluruh aliran darahku. Jantungku jangan di tanya lagi, detaknya sampai menembus gendang telinga. Terang saja aku belum pernah berada di posisi seintim ini dengan lawan jenis.

"Kamu apa-apaan, sih, Mas? Lepasin aku! Jangan macem-macem, ya!" teriakku kaget bercampur emosi mendapati perlakuannya. Sambil mendorong tubuh kekarnya agar melepaskan pelukan ini.

"Sst! Tenanglah. Cukup pejamkan mata dan tutup telingamu. Jangan takut! Tidak apa-apa, ada aku di sini. Aku tidak akan macam-macam. Hanya membantumu istirahat saja. Aku tahu kamu pasti lelah. Tidurlah!" katanya lirih yang lebih terdengar seperti bisikan. Suaranya bak lullaby yang mendayu. Membuat rasa kantukku datang perlahan hingga tak tertahankan.

Memang tubuhku sangat lelah hari ini, hanya saja guntur dan petir itu tak mengijinkan ku beristirahat dengan tenang. Apalah daya, berada di pelukan Mas Lingga seketika membuat mataku berat. Tubuhku pun sudah terlalu lemah untuk melakukan perlawanan darinya. Aku tak kuasa, apalagi saat tangannya membelai kepalaku perlahan. Entah kenapa rasa nyaman ini tiba-tiba hinggap. Merambat dengan cepat hingga membuatku merasa tenang dan terperdaya olehnya. Perasaan yang paling ku benci karena membuatku lemah, tapi aku tak bisa menolaknya. Pasrah.

"Tidurlah! Aku tidak akan macam-macam," perintahnya pelan. Dia mengulangi kalimatnya seakan menegaskan bahwa dia serius dengan ucapannya. Lantas Mas Lingga semakin mengeratkan dekapannya padaku. Lelaki ini, kenapa dia tak bernah berubah sikap meski aku terus bersikap kasar dan bermulut tajam.

Tubuh kami menempel sempurna. Tidak ada jarak yang tersisa. Bahkan wajahku sekarang menempel dada bidangnya yang beraroma kan citrus fruity. Aroma menyegarkan yang mampu memberikan ketenangan.

Malam ini, untuk pertama kalinya aku dengan mudahnya menyerahkan diri. Tidur dalam pelukan hangat Mas Lingga layaknya suami-istri pada umumnya. Berbagi kehangatan di bawah selimut yang sama. Di kala hujan deras yang mengguyur tanah Jogja. Diiringi petir dan guntur yang tiada habisnya, namun kali ini tak mampu membuatku ketakutan karena ada Mas Lingga bersamaku.

Dalam sekejap aku sudah melayang jauh ke alam mimpi. Di mana aku dan Mas Lingga masih bahagia bermain bersama di halaman rumah Yangkung. Balapan lari kuda-kudaan bersama Anggit dan Yoga. Aku di gendongan Mas Lingga dan Anggit di gendongan Yoga. Kami adu cepat sampai garis finis yang di jaga Mas Pandu. Hingga tiba di depan garis finis Mas Lingga berhenti dan terus memanggilku.

Stay Here, Mas Lingga!Where stories live. Discover now