26. Kilas Balik

771 51 0
                                    

Tanpa terasa tahun 2020 hanya menyisakan dua hari lagi. 363/365 hari yang telah aku lewati begitu penuh kejutan tak terduga. Tak pernah ku bayangkan sebelumnya di tahun ini aku melepas masa lajang.

Segala hal yang terjadi dalam setahun ini begitu cepat dan tiba-tiba. Tentang sebuah pertemuan kembali dengan lelaki yang sebelumnya begitu aku benci. Tentang sebuah permintaan dan permohonan dari lelaki yang sangat aku cintai. Tentang perjodohan yang tak bisa ku tolak. Tentang pernikahan yang begitu cepat dan kadang masih membuatku tak percaya.

Laiknya rujak, tahun 2020 ini segala rasa campur aduk jadi satu. Ada rasa manis, asem, asin, sepet, sekaligus pedas. Kombinasi rasa ketika disatukan menjadi sangat menyegarkan dan nikmat meski awalnya kadang membakar lidah. Seperti  awal pernikahanku yang penuh air mata tapi sekarang penuh tawa bahagia. Tentang 2020 yang menjadi awal mula perjalanan baru kisah ku bersama seorang Lingga Manggala Madaharsa. Lelaki yang telah sah mempersunting ku dihadapan Papa.

Aku tersenyum memandang sebuah bingkai foto berukuran 12R dikala senja nyaris tenggelam. Di dalamnya terdapat sepasang pengantin yang tengah tersenyum bersama 12 pasukan pedang pora yang gagah memegang pedangnya. Ya, itu adalah foto pernikahanku bersama mas Lingga yang tertempel manis di dinding ruang tamu. Sekarang hanya melihatnya saja membuatku begitu bersyukur dan bahagia. Kilas balik kisah dari selembar gambar yang terbingkai indah itu begitu melelahkan jiwa dan raga. Membuat angan ku melayang pada saat pertemuan kembali dengan mas Lingga untuk pertama kalinya setelah sebelas tahun berpisah.

Ada satu fakta yang baru kutahu tentang pertemuan itu yang ternyata bukan di rumah Yangkung. Bukan saat kukira mas Lingga adalah mas Pandu yang tengah bermain kuda-kudaan bersama Areen. Karena itu adalah pertemuan kedua kami. Yang pertama adalah saat laga final AFF Cup U-20 di Stadion Maguwoharjo.

Kalian masih ingat, 'kan? Setelah pertandingan usai dan aku nyaris terjerembab ke lantai stadion. Ada seorang anggota polisi berseragam serba hitam dari ujung rambut sampai ujung kaki yang menolongku saat itu, yang selalu memperhatikanku diam-diam sepanjang pertandingan. Ternyata dia adalah mas Lingga. Aku baru tahu saat kemarin mas Lingga tiba-tiba menceritakannya padaku. Aku bahkan sama sekali tak mengenalnya saat itu. Lantas saat kutanya kenapa dia tak menyapaku saat itu, katanya dia terlalu terpesona melihatku sehingga membuatnya gugup dan terpaku. Gombal sekali bukan? Haha ....

Seperti semua sudah di atur oleh semesta. Manusia bisa apa jika sudah takdirnya. Seberapa keras kita berusaha melupakan dan menghapus kenangan tentang sesuatu, jika itu memang takdir kita maka akan kembali pada kita. Setidaknya itulah pelajaran hidup yang ku dapat selama setahun ini.

Umur pernikahan ku dengan mas Lingga memang masih seumur jagung. Jalan ke depannya masih sangat panjang. Entah apa yang akan kami lewati, yang pasti aku yakin tidak akan selamanya mulus laiknya jalan tol. Mungkin akan ada banyak kerikil-kerikil, jalan berbatu bahkan jalan berlubang ataupun jalan berlumpur. Mungkin juga akan ada banyak tanjakan, turunan bahkan tikungan tajam. Satu hal yang ku yakini, setiap pernikahan pasti mempunyai masalahnya masing-masing. Tinggal bagaimana kita bisa melewati semua itu bersama pasangan. Tak terkecuali pernikahanku.

Hidup di lingkungan baru dengan status baru bukanlah hal yang mudah. Aku tidak hanya berstatus sebagai istri tapi juga sekaligus berstatus sebagai anggota dari organisasi besar para istri anggota Polri. Tanggungjawabku bukan hanya satu tapi dua sekaligus, sebagai istri mas Lingga juga sebagai anggota Bhayangkari yang harus mengemban tanggungjawab kepada anggota bawahanku karena jabatan mas Lingga. Butuh waktu untuk bisa beradaptasi menyesuaikan diri dengan semuanya. Aku harus belajar ekstra karena aku benar-benar memulai dari nol, tidak tahu apa-apa sama sekali. Apalagi menjadi istri seorang abdi negara  yang penuh dengan aturan dan sistem hierarki yang sangat kental. Bahkan semua sikap dan tingkah lakuku pun diatur sedemikian rupa agar supaya menjaga nama baik mas Lingga, Bhayangkari dan Polri.

Stay Here, Mas Lingga!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang