Goodnigth Lavender Part 3

38 22 0
                                    


Tak ada jawaban. Robin mengetuknya kembali. Tak lama terdengar suara langkah kaki yang mengendap-endap dari dalam rumah. Mereka berdua bisa merasakannya. "Halo? Ada orang dirumah? Kami utusan dari Kerajaan."

Pintu itu berdecit ketika dibuka, sebuah mata mengintip dari celah pintu itu. "Kami ingin mencari Dokter Louis. Perintah Raja."

"A-ayah sedang tidak ada dirumah." Suara kecil dan lembut terdengar. Weithia dan Robin bertatapan. "Kau anak Dokter Louis? Dimana keberadaan ayahmu?"

Setelah memastikan keadaan aman, akhirnya gadis itu berkenan membuka pintu lebih lebar. "Ayah baru saja pergi sore tadi. Dan mengatakan aku harus berhati-hati. Tidak boleh membukakan pintu untuk siapapun." Seorang gadis cantik dengan rambut pirang berkata dengan suaranya yang sedikit bergetar.

"Kau tau kemana atau dengan siapa ayahmu pergi?"

Gadis itu menggeleng. "Ayah hanya bilang ia pergi tidak akan lama. Dan mungkin besok lusa sudah kembali. Tetapi aku tidak bisa memastikannya. Dia meninggalkan rumah sendirian sore tadi tidak ditemani siapapun."

Weithia dan Robin bertatapan, "Apakah kita terlambat? Bagaimana? Apa kembali saja melaporkannya pada Raja?" Weithia berpikir sejenak, "Ya... kurasa sebaiknya kita pergi menyusul Jendral."

Robin mengangguk paham dan berbalik pada gadis dihadapannya. "Jika terjadi sesuatu teriaklah. Dan pergi keluar rumah agar tetanggamu mengetahui. Kunci semua jendela dan pintumu, ya?"

Gadis itu mengangguk, "Apakah ayahku sedang berada dalam masalah? Sampai-sampai Raja memanggilnya?"

"Tidak. Kami harap ayahmu tidak sedang berada dalam masalah."

Kesunyian malam itu terasa semakin dalam. Entah sudah berapa lama semejak kerusuhan itu terjadi. Weithia dan seniornya berpapasan dengan Trevor dialun-alun. Dan tampaknya pria itu juga tidak mendapatkan hasil yang membahagiakan. Udara dingin semakin terasa menusuk, dan angin malam itu begitu kencang berhembus. Ketiga pria itu memutuskan memutar jalan untuk menghidari arak-arakan dan melewati pintu gerbang istana bagian barat istana untuk menghemat waktu.

Adam berdiri mondar-mandir diaula kastilnya yang megah. Dengan jubah tidur bludrunya yang terseret dilantai. Penuh dengan lampu-lampu kristal yang mengantung mewah dilangit-langit. Cahaya jingganya membuat keadaan menjadi lebih hangat. Bersamaan dengan beberapa orang pelayan yang dengan cekatan mengobati luka wanita-wanita malang itu.

Tubuhnya penuh dengan luka memar, dan beberapa luka bakar. Gaunnya sudah robek tidak dalam kondisi baik. Adam tidak pernah menyangka jika rakyat Willhelmia berubah menjadi rakyat terbelakang dan barbar. Negeri kecil atau daerah pedesaan memang masih kental dengan dengan kisah-kisah mistis dan tahayul menimbulkan paranoia bagi kebanyakan masyarakat. Tetapi ini negeri maju dan besar. Hanya karena rumor negatif, bisa begitu menyiksa dan menyengsarakan wanita-wanita malang ini.

Beberapa pertanyaan dilontarkan dengan pelan oleh Ackerley, perempuan-perempuan itu bersumpah jika dirinya bukan seorang penyihir. Dan Adam percaya akan hal itu. Terlebih karana tidak ada bukti konkret.

"Rakyat Willhelmia sedang ketakutan karena ditemukannya mayat seorang wanita yang meninggal secara misterius." Ucap Adam. "Hanya karena kurang bergaul dengan rakyat sekitar, pertengkaran rumah tangga, dan seorang tabib wanita yang bisa mengobati orang sakit karena obat rahasianya."

"Itu bukan? yang kalian lakukan? Sampai-sampai dicurigai sebagai penyihir."

Ketiga wanita itu bisa bertenang karena mengetahui jika Sang Raja sedang melindunginya. "Kemarin, warga kota menangkap kami Yang Mulia. Mengurung kami dalam kandang hewan. Karena tuduhan yang tidak kami lakukan." Suaranya bergetar hendak menangis. "Saya hanya seorang tabib yang sering membantu tetangga saya yang sakit. Teman saya hanya seorang gadis malang, dan seorang ibu."

"Anak saya mungkin sedang mencari saya, Yang Mulia." Ucap seorang wanita berambut hitam dengan air mata yang membasahi pipinya.

Adam mengangguk paham, "Keadaan diluar mungkin sedang tidak aman jika kalian kembali, tinggallah disini. Beristirahat. Aku akan meminta seseorang untuk menjemput anakmu." Ketiga wanita itu bersujud karena mendapat kemurahan hati Sang Raja. Menangis dan berterima kasih.

"Sudah, hentikan. Ini sudah menjadi tanggung jawabku untuk membantu kalian. Sekaran pergilah."

Setelah mendapat pengakuan dari mereka, Adam menyuruh ketiga wanita itu untuk pergi. Semua sudah Adam prediksikan sebelumnya. Dituduh tanpa dasar, tanpa bukti dan argumen yang kuat atau masuk akal. Jika misalkan mereka kembali pulang, mungkin nasib mereka sudah berada di tiang gantung. Dirinya sangat kecewa dengan tragedi malam itu.

Ackerley disamping terlihat begitu khawatir dan kelelahan. Perbuatan kakaknya mungkin sedang mengonsumsi pikirannya. Adam mulai berpikir jika dirinya terlalu keras memforsir Ackerley. Lelaki tua itu mungkin saja tidak akan kuat untuk mengatur tugas kenegaraan sendirian.

"Kau tidak apa-apa?"

"Saya baik-baik saja, Yang Mulia. Hanya sedikit pusing."

"Kalau begitu istirahat saja. Trevor dan yang lain mungkin sebentar lagi akan kembali."

"Tidak. Saya akan tetap berada disini. Tidak mungkin saya bisa tidur dengan nyenyak malam ini."

Adam hanya menatapnya dengan ragu. Kemudian beberapa langkah kaki terdengar begitu keras, terburu-buru dari luar aula. Tak lama tiga pria gagah masuk dengan tampang pucat dan kelelahan. Sang Raja hanya mengehela nafas, mengetahui jika ketiga pria itu tidak berhasil membawa apa yang ia mau.

Ketiga langsung berlutut, "Yang Mulia. Kami mohon maaf. Francilius tidak ditemukan dikediaman Menteri Jaquet ataupun rumahnya di Jalan Lotus. Sedangkan Dokter Louis juga tidak berada dirumahnya. Putrinya mengatakan jika ia pergi sore tadi dan entah kemana."

Adam diam mendengarkan, "Lalu apa yang kalian lakukan disini?" raut wajahnya kesal. "Perintahkan bawahanmu untuk mencari mereka sampai ketemu. Kalian tinggal disini untuk mengamankan kota."

Adam melihat wajah Robin dan Trevor yang menghitam karena abu dari arak-arakan tadi. Ia memerintahkan Robin untuk pergi ke markas untuk menyampaikan titahnya. Sedangkan Weithia dan Trevor tetap tinggal.

"Aku mulai khawatir, pesta panen tentu akan tetap dilakukan. Dengan keadaan seperti ini apakah akan tetap berjalan lancar?"

"Haruskah saya tidak menyebarkan undang untuk tamu Kerajaan Yang Mulia?" ucap Ackerley. "Bagus jika kau belum menyebarkannya. Kalau begitu kita tunggu, jika pesta panen itu bisa memandamkan keresahan warga soal rumor penyihir, lebih baik tetap dilaksanakan."

"Aku mendapat laporan dari Kapten Kompi Hazard jika mereka baru saja berhasil membubarkan arak-arakan itu. Syukur tidak ada korban jiwa. Dan ketiga wanita itu juga sudah berada ditempat yang aman."

Trevor mengangguk. "Kalau begitu mungkin anda bisa beristirahat Yang Mulia. Besok juga akan menjadi hari yang melelahkan."

Adam mengangguk melihat kearah jendela tinggi yang tertutup, sinar bulan tertutup dengan awan tebal. "Bicara soal kelelahan. Trevor, mungkin kau bisa sedikit membantu tugas Ackerley. Dia terlihat kewalahan." Sang Jendral mengangguk.

"Dan Ackerley! Jangan membagikan tugasmu, informasi kenegaraan atau apapun itu dengan orang luar. Kau begitu ceroboh. Jangan sampai mengulanginya lagi!" ucap Adam tanpa meninggikan suaranya.

Pria itu hanya tertunduk lemah. "Kau penasihat Kerajaan. Tugasmu begitu penting. Aku tidak bisa mempercayakan posisi itu pada siapapun. Hanya kau, jadi tolong lakukanlah dengan benar. Tidak habis pikir kau berani melakukan hal bodoh itu."

"Ampuni saya Yang Mulia, saya tidak akan melakukan kesalahan itu lagi." Ucapnya lemah. Dirinya sadar, jika peristiwa yang baru saja terjadi adalah bagian dari kelalaiannya dalam menjalankan tugas.

"Aku mengampunimu, aku juga terlalu memaksa kalian bekerja keras sampai sejauh ini. Namun aku akan menjamin kehidupan kalian didunia ini. Apapun yang kalian minta aku akan kabulkan. Para abdi Kerajaan yang setia. Willhelmia berterima kasih." Ucapnya dengan berwibawa.

Ia berbalik dari ruangan itu. Weithia hendak mengantar Sang Raja sampai depan pintu kamarnya seperti biasa. Sedangkan Trevor dan Ackerley masih berdiam diaula itu, sambil melihat punggung Adam yang beranjak pergi.

"Selamat malam YangMulia." 

KNEEL BEFORE THE CROWN BOOK 1 : DREAM OF LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang