Part [33]

2.1K 106 2
                                    

Sebenarnya cerita ini sudah tamat dari dulu, niat revisi malah terabaikan, jadi part ini tamat ya, gak ada ide lagi.

Balita usia dua tahun lebih bisa lancar bicara, karna pertumbuhan bayi sangat berbeda-beda karakter dan sifat.

Dari sini saya percepat ceritanya.

Happy Reading

19 Tahun kemudian.....

Pemuda tampan sedang keluar dari pintu pesawat dengan senyuman manis, beralis tebal, bibir pink natural,mata hitam legam seperti ayahnya, pria itu berjalan sambil menunduk untuk menjaga penglihatannya pada hawa, sekali-kali mendongak ke depan karna seseorang akan menjemputnya.

"BANG BIAN."

pria yang di panggil bian itu tersenyum tipis melihat gadis cantik dengan pakaian tertutup menghampiri dirinya dan membalas pelukan gadis itu.

"Abang lama banget ke mesirnya, mitha kangen berat sama abang," Rajuk gadis itu cemberut, yang di tanya hanya terkekeh mengusap jilbab gadis itu yang melorot kedepan lalu membetulkan jilbab gadis bernama mitha itu.

"Abang gak kangen, biasa aja." Canda Bian makin gadis itu menekuk kan wajahnya sebal.

"Mitha bilangin abba sama umma, biar bang bian di jodohin sama gadis itu." Celetuk mitha mencebikan bibirnya kesal.

"Udah yuk, kita pulang malah ngobrol disini,kapan sampai rumahnya." Kata bian merangkul gadis itu tersenyum simpul.

Bian dan mitha langsung memasuki mobil yang ada sopirnya yang sedang menunggu.

"Ayo pak jalan!" Perintah Mitha lembut.

"Baik non."

"Gimana kabar aden, makin cakep aja setelah pulang dari mesir?" Tanya pak sopir itu.

"Alhamdulilah, baik pak, gimana kabar bapak, masih betah kerja di keluarga kami?" Tanya bian balik.

"Alhamdulilah den bapak baik dan makin betah kerja di keluarga aden, karna beliau menganggap saya seperti keluarga, saya sangat bersyukur punya majikan seperti beliau." Lirih sopir itu terharu sambil meneteskan air mata.

Sontak mitha dan bian ikut terharu dan bahagia karna semua asistennya tidak merasa tertekan, bian juga ikut berterima kasih pada kedua orangtuanya.

"Bian bangga memiliki orangtua seperti kalian." Batin bian tersenyum dan tidak sabar ingin bertemu ayah dan ibunya.

"Abang kenapa senyum-senyum gitu." Ledek mitha tersenyum simpul.

"Enggak kok dek, abang udah gak sabar ketemu umma dan abba," mitha mengangguk menjawab pertanyaan sang abang.

Beberapa menit kemudian mobil mereka sudah sampai memasuki rumah mewah itu, tidak pernah berubah masih sama kaya dulu.

"Abang ayo!" Mitha menarik tangan bian saat pria itu menatap luar rumah terlihat bersih dan sepi.

"Umma,abba siapa yang datang." Teriak mitha kencang.

"Hust,, dek gak boleh gitu!" Tegur Bian menarik hidung sang adik yang susah napas karna ulah bian.

"Ih abang." Mitha menepis tangan bian dari hidungnya dengan nada kesal.

BIAN

Bian tersenyum melihat kedatangan ibu dan ayahnya, melangkahkan kaki menuju ke arah Ali prilly yang siap memeluk dirinya.

"Umma bian kangen, apa kabar, umma baik-baik aja kan, gak bikin umma nangis karna abba lagi kan?" Celotehan biam hanya di balas senyuman kedua orangtuanya.

"Kamu ini kalau nanya satu-satu, umma baik-baik aja dan abba juga baik jadi sekarang kita makan siang dulu,nanti lanjut ngobrol lagi ya!" Perintah prilly mengusap air mata bahagianya telah berkumpul kembali.

"Iya umma." Balas Bian.

Mereka bertiga ingin melanjutkan langkah ke arah meja makan.

"Abang, umma, abba gak ajak mitha." Rajuk gadis itu, mereka terkekeh melupakan putrinya yang manja pada bian sang abang,kelahiran mitha kedunia, setelah usia bian tujuh tahun, anak kecil dulu perlahan tumbuh dan jadi sosok abang yang posesif dari kecil saat mitha baru keluar dengan masih merah, bian melarang orang lain menyentuh adik.

Bian setelah lulus sma, pemuda itu langsung belajar ke mesir selama lima tahun, mengikuti jejak sang ayah, karna bian nyaman menjadi diri-sendiri tanpa memikirkan cita-cita dan rencana yang ia inginkan, satu fakta bian sering lompat kelas, karna kepintaran dalam belajar sangat cepat.

Setelah makan siang selesai, Bian dan mitha istirahat karna suruhan prilly agar mereka bisa istirahat , agar tubuh bugar kembali.

Sekarang orangtua paruh baya masih terlihat cantik dan tampan itu terlihat awet muda, duduk di sofa saling menautkan tangan mereka dipangkuanya.

"Aku pernah berpikir gak bisa mendidik mereka tapi sekarang menjadi anak-anak baik sholeh dan sholeha, putra kita sangat bijak seperti kamu," ungkap prilly lirih.

Ali yang mendengar suara lirih istrinya langsung mendekap kepala sang istri pada dada bidangnya.

"Aku gak suka kamu menangis karna aku lagi, sayang?"

"Aku udah janji kita mendidik anak-anak secara bersama dan sekarang hasilnya mereka terlihat akur, berantem pun hanya sesaat!" Jelas Ali.

"Aku ingin kamu menangis air mata kebahagiaan bukan bikin aku merasa bersalah lagi." Kata Ali mendekap istrinya makin erat.

"Maafkan aku yang dulu jadi wanita pembangkang sering membuat kamu terluka, maaf bi aku merasa sedih mengingat itu?"

"Sayang aku sudah melupakan masalah itu, tugas kita sekarang menunggu anak kita memberikan seorang menantu untuk kita,bahkan cucu-cucu yang lucu," Ujar Ali.

Prilly ikut tersenyum dan saran suaminya,ia bersyukur memiliki ektra sabar dari suaminya, dulu tdak peduli pada sosok ayah dari anak-anaknya.

"Pril saya minta maaf," ucap maya saat itu telah bebas dari penjara.

"Aku udah memaafkan kamu, sebelum kamu minta maaf!"

"Terima kasih pril, kamu memang orang sangat baik dan saya menyesal telah nyakitin kamu." Lirih maya.

"Tidak apa-apa, Allah juga maha pemaaf, kenapa hambanya gak bisa memaafkan sesama mahluknya."

"Aku janji gak akan ganggu kamu lagi?"

"Maya aku harap soal ini untuk pelajaran,carilah laki-laki masih single atau belum memiliki pasangan!"

"Aamiin, In Sya Allah, saya akan  berubah hanya karena Allah." Balas maya tersenyum tulus.

"Sayang kamu melamunin apa?" Tanya Ali mengagetkan istrinya tersenyum sendiri.

"Gapapa, bi. Aku cuma nginget soal maya, semoga dia berubah dan dapat calon suami yang sholeh."

"Aamiin," balas Ali tersenyum.

Malam hari
19:00

Pasutri dan dua anaknya akan makan malam di luar semua ajakan  bian,pemuda itu sudah lama tidak pernah jalan bareng lagi bersama keluarganya.

"Abba biar bian yang nyetir mobil, pak sopirnya suruh istirahat aja atau suruh ikut kita." Saran Bian pada Ali.

"Maaf den, bapak tunggu di rumah aja, saya gak enak kalau aden yang nyetir, lagian bapak masih kenyang habis makan pemberian non mitha." Jawab pak sopir itu jujur.

"Yaudah kalau gitu, kami berangkat dulu, hati-hati di rumah!"

"Iya den, aden juga hati-hati jangan ngebut!"

"Iya pak, Assalamualaikum."

"Wa'alaikumsalam." Jawab pak sopir tersenyum simpul.

"Mereka keluarga bahagia, jarang banyak masalah," batin sopir itu.



End.


🌺Bahagia itu sederhana. Jangan pernah memiliki ekspetasi berlebihan pada sesuatu yang di luar kendali kita. Senang seadanya, sedih sewajarnya, dan bersyukur sebanyak-banyaknya.🌺

Ustadz Itu Suamiku Where stories live. Discover now