Kehilangan

688 110 2
                                    


.
.
.
.
.
Sesuai keinginan Azka, selaku wali dari Ares. Ares dipindahkan kesalah satu rumah sakit disurabaya. Kondisinya sudah cukup stabil meskipun pemuda mungil itu masih betah tertidur. Ares belum membuka matanya, bahkan sudah hampir dua minggu.

Seluruh penghuni rumah bintang tidak pernah absen untuk menjaga Ares, meskipun mereka harus menjaga bergantian. Bukan hanya mereka, karena nyatanya orang tua Alta dan orang Igel dan Rion juga ikut andil menjaga Ares.

"Bang Ares kapan sadar ya?" pertayaan Rius membuat mereka semua menatap Ares sendu. Mereka merindukan Ares, merindukan senyum menenangkan milik pemuda mungil itu.

"Kangen a' Ares, a' Ares teh belum nepatin janji buat peluk Alden." Hadar langsung merangkul pundak Alden saat melihat wajah sedih pasangannya itu.

"Kita semua kangen loh sama kamu Res." kali ini Alta yang bergumam untuk Ares.

"Cepet bangun bli, nanti aku beliin thak tea." ucapan Igel membuat seruan kesal dari yang lain.

"Igel!!!!"
.
.
.
.
.
"Jadi bagaimana?" seorang perempuan mulai membuka suara saat mereka sudah berkumpul.

"Lakukan sesuai rencana aja mbak." perempuan itu mengangguk saat seorang laki-laki menjawabnya.

"Terus bagaimana sama anak-anak itu?" mereka yang ada disana menoleh menatap wanita paling tua disana.

"Mereka harus sabar buat pisah beberapa waktu."

"Bener, kalau disini, aku gak bisa jamin dia bisa pulih cepat."

"Kalau gitu kami akan siapkan semuanya dari sekarang."

"Kita titip ya mbak, mas, nanti kita bakal lihat keadaannya disana, meskipun gak bisa sesering itu." orang yang dimaksud hanya mengangguk.

"Iya, kalian bisa awasi anak-anak itu disini, nanti disana kami bisa minta bantuan ponakan kami buat nemenin dia."

"Makasih, udah mau ngelakuin ini." semua yang ada disana tersenyum pada laki-laki berpakaian dokter itu.

"Kita semua pingin dia sembuh, dan ini jalan terbaiknya."
.
.
.
.
.
Ares sadar.

Hal itu membuat semua yang menunggu pemuda mungil itu membuka matanya tampak sangat bahagia. Alta bahkan tidak meninggalkan sisi Ares saat laki-laki kesayangannya itu sadar.

"Alta." Alta langsung menatap Ares saat namanya dipanggil.

"Ada apa Res? Butuh sesuatu?" Ares menggeleng pelan.

"Kamu udah makan?" Alta mengangguk, dia sudah makan tadi saat bergantian menjaga dengan Igel.

"Aku takut Ta." Alta menggenggam tangan Ares yang terasa dingin.

"Apa yang kamu takutin?" Alta dapat merasakan Ares membalas genggaman tangannya.

"Oprasi itu, aku takut." Alta memgecup tangan Ares saat melihat binar takut dikedua manik hitam Ares.

"Kamu gak perlu takut, kamu serahin semuanya sama tuhan, kamu cuma perlu percaya kalau kamu bisa sembuh, jangan terlalu negative thinking." Ares tersenyum tipis saat Alta mampu membuat hatinya sedikit tenang.

"Ta, kalau gagal gimana?" pertanyaan Ares mampu membuat Alta terdiam. Jika boleh jujur sejak Alta mendengar kata oprasi dari Azka waktu itu, otaknya sudah sibuk mempertanyakan kemungkinan terburuk.

"Jangan pernah mikir itu Res, kamu harus optimis kamu bisa sembuh, kita nungguin kamu disini, aku juga bakal nungguin kamu sampai kamu balik ke aku." Ares tersenyum tipis saat mendengar ucapan Alta. Ares tau apa yang Alta ucapkan adalah untuk menyemangati dirinya sendiri.

"Kalau gitu tunggu aku, aku pasti bakal balik ke kamu." Alta mengangguk, dia menatap Ares lekat. Wajah dingin dan mata tajam milik Ares yang selalu menjadi favoritenya itu kini menghilang, dia akan menunggu sampai dapat melihat hal itu lagi dari Ares.

"Aku sayang kamu Res, tolong bertahan dan kembali ke aku nanti."
.
.
.
.
.
Oprasi Ares dilakukan secara mendadak karena laki-laki mungil itu tiba-tiba drop, kondisinya kembali menurun hingga membuat Azka dan beberapa dokter lainnya memutuskan melakukan oprasi sang itu juga.

Azka tidak ikut andil dalam oprasi kali ini, dia menunggu diruang tunggu bersama yang lain. Menunggu hasil oprasi dari keponakan kesayangannya itu.

"Bli Ares bakal sembuh kan yah?" Azka bisa mendengar pertanyaan yang dilontarkan Rion pada ayahnya.

"Ares pasti sembuh, dia gak mungkin ninggalin kalian, adik-adik kesayangannya." Azka yang mendengar jawaban Angga, hanya bisa memejamkan matanya.

Oprasi yang dilakukan pada Ares merupakan oprasi besar, sudah enam jam dan oprasi belum selasai, membuat mereka yang menunggu berharap cemas.

Sedangkan disisi lain, didalam ruang oprasi, seorang dokter baru saja keluar dari salah satu ruang oprasi, dokter itu langsung menghampiri seorang berpakaian dokter lainnya yang sudah menunggu didepan ruangan itu.

"Bagaimana?" dokter alex tersenyum pada sosok junior kesayangannya itu.

"Semua lancar, dia anak yang kuat, kondisinya juga cukup stabil, yakin mau langsung dipindah?" sosok dihadapan dokter alex itu mengangguk.

"Iya dok, tolong bantu kami." dokter alex menepuk pundak sosok dihadapannya itu pelan.

"Ambulance sudah menunggu di tempat yang disepakati, peralatan juga sudah siap, Ares jakan segera dibawa ke ambulance, kami akan keluar dan memberitahu mereka satu jam setelah kalian berangkat." sosok itu tersenyum dan mengucapkan terima kasih.

Dokter alex dan beberapa perawat menemani sosok itu mengikuti ranjang Ares yang didorong menuju ambulance. Setelah tubuh Ares dimasukan kedalam ambulance dan semua sudah siap, dokter alex menepuk pundak junior kesayangannya itu.

"Hati-hati, terus pantau keadaannya, keselamatannya bergantung padamu, dokter Rehan." Rehan yang akan masuk kedalam ambulance hanya mengangguk dan tersenyum.

"Terima kasih udah bantu kami, tolong sampaikan ke mas Azka buat nyusul dua hari lagi." dokter alex mengangguk, dia memperhatikan Rehan yang sudah berada didalam ambulance.

"Hati-hati nak, terus kabari bagaimana keadaannya." Rehan mengangguk, dia bergumam lirih saat pintu ambulance tertutup.

"Makasih udah bantuin Rehan sama mas Azka, pa."
.
.
.
.
.
Alta tidak menyangka bahwa dia akan kehilangan Antaresnya. Kabar yang disampaikan dokter tadi sunggu membuat kepalanya pening. Ares dipindahkan kerumah sakit lain, tapi tidak tau oleh siapa. Bahkan Azka terlihat sangat marah saat pergi dari rumah sakit. Setidaknya itu adalah hal terakhir yang Alta ingat, karena setelahnya Alta kehilangan kesadarannya.

Alta menangis, dia meraung dalam dekapan sang ibu. Tidak ada yang bisa menenangkannya. Mungkin bukan hanya Alta yang kehilangan, karena nyatanya semua juga merasakan itu. Mereka kehilangan sosok kakak kesayangan mereka. Mereka tidak tau dimana Ares, mereka memang tau jika oprasi Ares berhasil, tapi mereka bahkan tidak bisa melihat Ares.

"Gel, ayo udah ditunggu mas Azka." Rion menepuk pundak Igel yang tampak melamun didalam kamar. Mereka ada dirumah Fajar saat ini, karena mereka tau rumah Azka tidak akan mampu menampung mereka semua.

"Ayo." Igel menggandeng tangan Rion keluar kamar. Mereka semua akan pergi bersama Azka kerumah Ares. Mereka menduga bahwa Johan, selaku ayah kandung Ares yang memindahkan Ares kerumah sakit lain.

"Mas Alta ikut?" Igel bertanya pada Alta, dia masih khawatir dengan kondisi Alta, setelah laki-laki cantik iru pingsan kemarin.

"Aku ikut, aku juga mau tau dimana Ares?" Rion langsung mengapit tangan Alta setelah Alta mengucapkan hal itu.

"Ayo berangkat." mereka langsung masuk kedalam mobil yqng berbeda dengan Azka, karena mobil Azka tidak akan muat menampung mereka.

Azka menatap mobil yang ditumpangi anak-anak itu dengan tatapan bersalah, tapi dia harus menyembunyikan itu hingga keadaan sudah cukup stabil. Terutama saat mengetahui  keadaan Alta yang sangat terpukul kemarin. Tapi Sukma dan Aji mengatakan tidak apa, tidak akan ada masalah pada Alta.

"Maafin mas sama mas Rehan ya, kalian pasti ketemu lagi kok."
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.

Rahasia KitaOnde histórias criam vida. Descubra agora