Fourteen

35.2K 4.3K 70
                                    

Dan benar saja, pemuda itu memberhentikan motornya di sebuah gedung apartemen yang cukup mewah. Aku menatap Falco dengan kesal "Gue ga mau turun" ujarku yang masih duduk diatas motornya.

"Mau gue gendong sampai kedalem atau jalan sendiri?" ia menatapku dengan tatapan tajamnya.

"J-jalan sendiri hehe, jangan galak dong ganteng"

Dengan cepat aku segera turun dari motornya dan berjalan terlebih dahulu di depannya, pemuda itu sangat nekat jadi tak ada kemungkinan yang menjamin ia tidak akan benar-benar menggendongku ke dalam apartemennya.

"Ini kita jalan kemana lagi?" tanyaku sambil menatap kesekeliling dengan tatapan bingung.

"Kalo ga tau ga usah jalan duluan" ia langsung mengenggam tanganku dan membawaku menuju sebuah lift.

Setelah keluar dari dalam lift, kami terus berjalan menyusuri pintu apartemen yang berjejer hingga Falco berhenti di depan sebuah pintu dan membuka pintu tersebut setelah menekan pin yang ada disana.

Apartemen itu sangat luas, namun terasa sangat sepi. Bahkan barang-barangnya pun tidak banyak, aku menoleh karah Falco yang sedang melepas sepatunya.

"Lo tinggal sendiri?"

Pemuda itu mengangguk singkat, aku tak mau bertanya lebih lanjut karena aku tahu hubungan Falco dengan orangtuanya di dalam novel tidak begitu baik.

"Mana kotak p3k? Muka lo harus diobatin dulu" tanyaku membuat Falco menatap kearahku dengan senyumannya.

"Ada di dapur, laci gantung warna putih"

Aku berdecak mendengarnya, ia sengaja ingin membuatku mengambilnya sendiri.

"Gue anggap rumah sendiri ya" ujarku kesal namun ia malah menyiyakan ucapanku dengan semangat.

"Sekalian tinggal disini juga boleh kok" katanya.

Memang tidak waras, aku langsung berjalan kearah dapur yang memang terlihat dari arah pintu masuk. Setelah berusaha mencari, akhirnya kotak itu ketemu.

"Sini deketan" ujarku setelah duduk diatas sofa.

Falco langsung mendekat tanpa berkata apapun, aku mengobatinya sebagai tanda terimakasih karena ia sudah membantuku tadi. Pemuda itu hanya diam saat wajahnya diobati olehku, seperti anak kecil yang penurut.

Terkadang aku heran darimana asal sikap Falco yang menggemaskan begini, padahal di dalam novel tidak pernah ada adegan pemuda tokoh antagonis ini berlaku menggemaskan bahkan pada tokoh utama wanita sekalipun.

"Oh iya, lo kenal mereka?" tanyaku mengingat kejadian beberapa saat lalu.

"Engga"

"Terus kenapa mereka ngincer gue setelah nanya gue pacar lo atau bukan?"

Pemuda itu terdiam sesaat, wajahnya kembali mengeras. Bisa kulihat di matanya terdapat sebuah amarah dan kekesalan, aku segera menutup matanya dengan tanganku. Aku tak mau bertanya lebih lanjut, lagipula nanti aku akan tahu juga.

"Ga usah marah, orangnya lagi ga disini"

"Maafin gue, harusnya gue datang lebih cepet tadi" ujarnya pelan, nadanya terdengar kecewa pada dirinya sendiri.

Aku mengerutkan dahi bingung "Gue kan gapapa, kenapa lo harus minta maaf?" ujarku lalu menurunkan tanganku yang menutupi matanya.

Pandangan kami langsung bertemu, mata tajamnya menatapku dengan lekat. Aku langsung memutuskan pandangan terlebih dahulu, karena aku tiba-tiba teringat kejadian di dalam mobil waktu itu.

I Became the girlfriend of an Antagonist [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang