Urus Diri Sendiri

13.7K 1.1K 21
                                    

"Boleh, ini nomor nya," ucap Una menyebutkan nomor ponselnya.

"Terima kasih Una, kalau butuh apa-apa jangan ragu untuk tanya sama kakak," ucap Hisyam lalu pergi.

Una melihat ponselnya yang masih tersambung teleponnya dengan Samir.

"Loh udah di angkat ternyata, halo?" ucap Una.

"Keparkiran saja langsung, saya sudah selesai," ucap Samir langsung mematikan telepon.

'Kenapa dia sembarangan memberikan nomor ponselnya kepada orang yang baru dia kenal, Una ini sadar atau tidak kalau pria seperti itu hanya modus, membawa ambel-ambel organisasi untuk mendekati perempuan, anak zaman sekarang ini memang keterlaluan, Una harus di edukasi lebih dalam lagi.'

Terlihat Una yang menunggu di dekat mobil, dan langsung ikut masuk saat Samir juga masuk mobil.

"Gimana kegiatannya?" tanya Samir.

"Seru," jawab Una.

"Kamu ada ngobrol dengan teman?" tanya Samir.

"Ada," jawab Una singkat sekali karena dia asik memainkan ponselnya, Samir terlihat sedikit kesal karena Una asik memandangi ponselnya saja padahal sedang di ajak ngobrol oleh Samir.

"Kalau di ajak bicara itu etika nya kita melihat lawan bicaranya, bukankah sangat tidak sopan kalau sambil memainkan ponsel?" ucap Samir menyadarkan Una, dia pun langsung menyimpan ponselnya ke dalam tas.

"Maaf mas," ucap Una.

"Lanjut aja, sepertinya sangat penting di ponselnya," ucap Samir.

Una hanya diam karena Samir terdengar seperti marah.

Setelah itu mereka sama sekali tidak bicara sampai di rumah, dan masuk kamar masing-masing.

'Mas Samir kenapa ya perasaan kalau pulang pasti selalu seperti ini, masa main ponsel saja di marahi, aku belum banyak ilmu untuk menjadi istri yang baik ya, selalu membuat suami marah,'

Una membuka laptopnya melihat daftar kelas dan pegajarnya.

'Banyak banget yang masuk kelas mas Samir, aku ambil kelas mas ngga ya? tapi mas pasti ngga suka ya, dari pada memancing amarahnya, aku tidak usah ambil kelasnya mas Samir deh, biar aman.'

Selesai memilih kelas dan jadwal kuliah, Una mengeprintnya dan menempelnya di kamar, setelah itu Una keluar kamar untuk beberes rumah yang tadi pagi tidak sempat dia bereskan.

Saat menyapu, ponsel Una berbunyi yang mengaritikan ada pesan, una pun menguarkan ponselnya yang ada di saku nya.

Tring.

Asslamulaikum Unaza, ini nomor Hisyam tolong di save ya.

Ternyata Hisyam mengechat Una, dan langsung di balas oleh Una dengan senang hati, Una berpikir akhirnya dia mempunyai teman, dan tidak akan cuek lagi dengan orang sekitar.

Waalaikumssalam kak, iya sudah di save.

Hisyam dengan senang sekali membaca pesan dari Una yang di balas sangat cepat, ternyata sebelumnya Hisyam ini melihat Una pertama kali di Musholla kampus, saat Una mengaji di sana, tak sengaja terdengar oleh Hisyam, dan terlihat Una yang sedang mengaji, terdengar sangat adem sekali, kebetulan ternyata saat kegiatan orientasi, Hisyam melihat Una ternyata adik tingkatnya.

Una melanjutkan menyapu rumah, dan meletakkan ponselnya di atas meja makan, Samir keluar dari kamar untuk mengambil makanan yang dia pesan, saat menyalin makanan nya di atas meja, ponsel Una berbunyi tanda ada pesan masuk, Samir melirik ponsel Una dan terbaca pesan yang Hisyam kirim kepada Una, dari notifikasi.

Kak Hisyam: Una, besok masuk kelas jam berapa?kalau tidak sibuk, boleh kita bertemu?

Isi pesan Hisyam ini terbaca jelas oleh Samir. Namun Samir pura-pura tidak tau dan melanjutkan makannya, saat Una mengambil ponselnya di meja makan.

"Una," panggil Samir saat Una ingin masuk kamar.

"Iya mas?" jawab Una.

"Sudah memilih kelas?" tanya Samir.

"Sudah," jawab Una melangkah mendekat ke Samir.

"Kirim jadwal kuliah kamu ke saya," ucap Samir.

"Oh iya, sebentar," ucap Una membuka ponselnya mengirim jadwal kepada Samir.

"Sepertinya kamu sudah mendapat teman," ucap Samir.

"Mungkin," jawab Una.

"Una tau kan, kalau seorang perempuan apalagi seorang istri, harus menjaga jarak dengan lawan jenis," ucap Samir.

"Oh iya tau, Una menjaga jarak kok dengan lawan Jenis," 

"Lalu kenapa memberikan nomor ponsel kepada pria yang baru di kenal?" ucap Samir terdengar serius.

"Itu, kata mas harus berani bicara dengan orang lain, kak Hisyam sudah mengajak Una bicara, jadi Una juga harus membalasnya dengan menangapi ucapannya kan?" ucap Una sangat polos membuat Samir tidak habis pikir.

'Astaghfirullahalazim, Una ini memang benar-benar tidak mengerti ya kalau itu pria ingin mendekatinya,'

"Maksud saya ajak teman perempuan untuk bicara bukan laki-laki, memangnya kamu tidak sadar kalau dia itu ingin mendekati kamu?" tanya Samir.

"Mendekati?kita ngobrol dengan jarak yang jauh kok," jawab Una yang tidak mengerti maksud Samir.

'Ya Allah sabarkan hati hamba untuk mendidik istri hamba yang sangat polos ini, Una ini bahaya sekali tidak mengerti apa-apa tentang dunia luar, karena hidupnya lama di pondok, sampai tidak tau jika ada pria yang ingin mendekatinya.' 

"Una, kamu benar-benar tidak mengerti ciri-ciri laki-laki yang ingin mendekatimu? dalam artian mendekati itu bukan jarak, tapi perasaan, seperti ingin di jadikan pacar," jelas Samir agar Una mengerti.

"Astaghfirullah, kak Hisyam mau mengajak Una pacaran?" ucap Una terkejut.

"Ya mungkin saja, maka dari itu kamu tidak boleh terlalu ramah sama lawan jenis,"

"Oh berarti kalau ada laki-laki yang mengajak bicara, itu berarti ingin mendekati Una untuk pacaran?" ucap Una, mengundang senyum Samir.

"Iya karena itu harus hati-hati," ucap Samir yang secara tak langsung dia melarang Una untuk berkomunikasi dengan laki-laki lain.

"Baiklah Una akan ingat ucapan mas," ucap Una.

Samir membaca jadwal kelas Una.

"Una ngga ambil kelas saya?" tanya Samir.

"Ngga, untuk kenyamanan mas Samir juga karena kan mas gak suka harus melihat Una di sana," ucap Una.

"Sejak kapan saya bilang tidak suka melihatmu?" ucap Samir.

"Kemarin mas bilang tidak ingin di situasi di mana kita terlihat sebagai suami istri kan," ucap Una.

Samir memegangi dahinya, pusing menangapi Una yang sangat lurus sekali pemikirannya.

"Memangnya kalau di kelas kita akan terlihat sebagai suami istri? saya kan mengajar dan kamu duduk sebagai mahasiswi, di mana letak terlihat sebagai suami istrinya?" ucap Samir.

"Eh iya ya, tapi gapapa kan ngga milih kelas mas, ngga marah kan?" tanya Una.

"Ngga," jawab Samir tapi terdengar seperti marah.

'Lama-lama mengobrol sama Una bisa cepat tua aku menahan geram, karena dia lambat tangkap sekali,' 

"Mas Samir ngga suka masakan Una ya?" tanya Una tiba-tiba.

"Saya cuma ngga suka merepotkan kamu," ucap Samir.

"Beli makanan di luar terus, masakan Una jadi mubazir," ucap Una.

"Saya kan sudah bilang urus diri sendiri masing-masing," ucap Samir.

"Tapi mas Samir ngga mengurus diri sendiri, mas juga mengurusi Una, mendidik Una, masa Una ngga boleh ngursin suami sendiri?" ucap Una membuat Samir berpikir, tanpa dia sadari apa yang di bilang oleh Una benar, Samir menyuruh untuk mengurus diri masing-masing, tapi dia selalu ikut terlibat dalam urusan Una.

 Badai Mantan Dalam Rumahtanggaku(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang