Adu Nasib

16.3K 1.1K 64
                                    

Samir langsung berdiri, karena terkejut tiba-tiba ada Aira dihadapannya.

"Hatimu luluh juga akhirnya, aku tau kamu pasti datang untukku dan Amir. Sayang ini ayah," ucap Aira.

Farhan yang tidak jauh berdiri di dekat mereka, mendengar ucapan Aira dan sangat terkejut, bagaimana mungkin Amir anaknya Aira tetapi memanggil ayah kepada Samir, yang Farhan tau dia adalah suami Una.

"Wah tidak benar ini," batin Farhan lalu, dia dari kejahuan melihat Una dan Karin baru keluar dari toilet, dengan cepat Farhan menghampiri mereka. Dia tidak ingin Una melihat hal yang seharusnya tidak dilihat. Dia berdiri menutupi  pandangan Una.

"Woi ngapain sih?" tanya Karin.

"Hm itu,lebih baik langsung tunggu ke tempat pengambilan vitamin saja ngga sih? dari pada balik kesana kan lumayan jauh," ucap Farhan mencari alasan.

"Tunggu disana saja tidak apa-apa kak, toh tadi suami Una menyuruh untuk tunggu disana." ucap Una.

"Iya gapapa lah tunggu disana saja, belum tentu disana ada kursi." ucap Karin lalu menyingkirkan Farhan yang menutupi jalan mereka, barulah Karin dan Una melihat Samir bersama dengan Aira.

"Aku sudah berusaha menghentikan kalian kan," gumam Farhan.

Karin langsung menatap kepada Una yang langsung termenung melihat pemandangan dihadapannya, lagi dan lagi Samir bersama dengan Aira.

"Tidak tau malu sekali," ucap Karin geram ingin langsung melabrak Aira, namun langsung ditahan oleh Una.

"Gapapa Karin, mungkin mereka memang ada urusan berdua,antar aku pulang saja." ucap Una.

"Ngga Una, kamu ngga boleh seperti itu sama saja kamu membuka peluang mereka untuk berduaan, kamu istrinya Una. Ayo kamu juga harus tau apa yang mereka bicarakan." ucap Karin menarik Una.

"Pak Samir," teriak Karin membuat Samir dan Aira menoleh ke arah mereka.

"Karin," ucap Aira bingung.

"Sudah selesaikan ambil vitaminnya? pulang deh, Una harus istirahat sekarang juga, untuk kesehatan bayinya." ucap Karin menekankan saat mengatakan bayi, agar Aira mendengarnya.

"Karin kamu..." ucap Aira bingung, kenapa dia berbaikan dengan Una padahal kemarin dia sudah berhasil membuat Karin untuk membenci Una.

"Kenapa kak? bingung ya karena hasutannya tidak mempan untukku? sebaiknya cepat-cepat sadar dan bertaubatlah kak, hentikanlah tindakan untuk menghancurkan rumah tangga orang. Malu sama pakaian, ingat tujuan kakak masuk islam untuk apa? ingat perjuangan kakak belajar untuk mengejar ridho Allah. Semua itu ngga mudah kan kak?" ucap Karin.

"Kamu ini bicara apa sih Karin, tidak jelas sekali.Aku hanya minta hak anakku, apa itu salah ya Una?" tanya Aira.

Una hanya tertunduk tidak tau harus menjawab apa.

"Angkat kepalamu Una, jangan takut kamu itu istri sahnya. Pak Samir juga jadi suami kok diam saja sih? katakan saja yang sebenarnya dengan tegas. Duh gimana ya masa kalian semua harus aku ajarin satu-satu cara bicara?" ucap Karin.

Samir mendekat kepada Una dan mengengam tangan istrinya.

"Sepertinya kita harus mencari tempat untuk pembicaraan serius ini." ucap Samir.

"Baik, ayo kita bicarakan semuanya." ucap Aira dengan beraninya.

Una memandang kepada Karin seolah dia meminta bantuan kepada Karin.

"Tidak apa-apa, kalian bertiga memang harus membicarakannya. Pergilah biar Amir aku yang jaga." ucap Karin, lalu mereka pun pergi dengan terpisah dan berjanji bertemu di cafe terdekat dari rumah sakit.

"Aku boleh tau juga gak ada apa dengan mereka, sepertinya disinu cuma aku saja yang tidak tau." tanya Farhan kepada Karin.

"Panjang ceritanya, terlalu berat untuk anak kecil sepertimu untuk mengerti." ucap Karin mengacak rambut Farhan.

"Enak saja, siapa yang anak kecil." jawab Farhan.

"Tapi kagum deh sama lu, terlihat banget sayang sama Una. Padahal sebenarnya kalian juga baru kenal ya." ucap Farhan.

"Iya rasanya seperti berteman sejak lama, dia salah satu muslimah yang tidak pernah memandang rendah penampilan dan sikapku, yang selama ini tidak pernah aku dapatkan." ucap Karin tersenyum.

"Oke langsung ke intinya saja ya, kemarin aku sudah mengatakan semuanya kepada Una karena kamu tidak mau menyampaikan kepada istrimu tentang anak kita," ucap Aira.

"Ternyata Aira sudah mengatakannya kepada mas Samir, tentang Amir. Oh karena itu mas tiba-tiba ingin mengajakku cerai." batin Una, namun dia tetap diam mendengarkan mereka bicara.

"Pasti berat ya selama ini kamu menangungnya sendiri setelah kejadian itu, aku benar-benar minta maaf Aira, semuanya memang salahku.Andai saja malam  itu aku tidak mematikan ponsel dan mengabaikanmu, pasti musibah itu tidak akan terjadi kepadamu. Kamu melalui itu sendirian, dan bahkan kamu tidak membuang anak itu, aku dulu memang berniat untuk mempertangung jawabkan semua itu, tapi itu tujuh tahun lalu Aira. Aku dan kamu yang sekarang sudah bukan seperti dulu.Dengan mengatakan Amir itu anakku itu membuat rumah tanggaku terganggu, padahal Amir sama sekali bukan anakku lalu hak apa yang ingin kamu pinta dariku Aira?" ucap Samir berhasil membuat Aira menangis.

"Aku merasa tidak adil saja saat melihatmu bahagia bersama dengan orang lain lalu melupakanku,sedangkan aku tak sedetikpun melupakanmu Samir. Kalau ingin mengikuti kata hati, mungkin aku tidak akan melahirkan Amir atau bahkan aku tidak mau hidup di dunia ini karena musibah itu dan perpisahan kita.Disaat aku sangat membutuhkanmu, tapi kamu pergi meninggalkanku sendiri dengan santainya.Tapi tetap hanya kamu penguatku Samir selama tujuh tahun yang aku lewati ini ketika aku ingin mengakhiri hidupku, aku selalu berpikir percuma aku mati sekarang karena nanti aku tidak bisa bertemu denganmu.Ketika aku ingin membunuh anak yang aku kandung,tapi aku ingat pasti kamu tidak ingin aku membunuh anak tidak berdosa itu. Sampai akhirnya aku juga memutuskan untuk pindah agama, agar nanti kita bisa bertemu di surganya Allah. Tapi tiba-tiba kita bertemu lagi dan kamu mencari kebahagianmu sendiri itu sangat egois dan tidak adil!" ucap Aira dengan sangat emosional, sementara Una juga meneteskan Aira matanya mendengar pembicaraan mereka berdua.

"Dan kamu masih  bisa memilig menikah dan mencintai perempuan lain setelah apa saja yang telah kita lalui tujuh tahun lalu, dimana letak hatimu? dan sekarang aku hanya minta sedikit saja perhatianmu apa itu salah?" tanya Aira.

Samir terdiam, dia yang dari tadi menahan sekuat tenaga emosinya dengan mencengkram tanganya sampai terluka dibawah meja dankepalanya yang mulai sakit. Una melirik ke tangan Samir yang mulai mengeluarkan darah matanya langsung membulat kaget, dia paham suaminya pasti berusaha mengkontrol emosinya.Dia pun teringat kata-kata Karin bahwa dia harus berani kepada Aira karena dia adalah istrinya.

"Padahal aku sudah pernah menjelaskan panjang lebar tentang apa yang tujuh tahun ini mas Samir lalui,tapi sepertinya tidak didengar dengan baik ya. Bukan hanya kamu yang menderita karena hubungan itu. Tapi mas Samir juga, lihat ini!" ucap Una menarik tangan Samir keatas meja yang membuat Aira terkejut karena ada darah ditangan Samir.

"Bahkan aku yang sebenarnya tidak ada kaitannya dengan hubungan kalian tujuh tahun lalu, sekarang  juga benar-benar merasa menderita karena kalian." ucap Una.



HAI HAI JANGAN LUPA VOTE&KOMEN YANG BANYAK YA, PERSIAPKAN DIRI KALIAN UNTUK LAST PART BESOK YA😅

 Badai Mantan Dalam Rumahtanggaku(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang