"Pergi ke aula dengan biola mu, setelan mu ada di walk ini closet.." Vante membaca sebuah kertas kecil yang ada di nakasnya. Ia terbangun, bukan diapartement seperti yang ia harapkan. Ini bukan mimpi, sama sekali bukan. Bahkan rasa sakitnya terasa, setelah beberapa kali pemuda itu mencoba menampar dirinya sendiri.
"Setelan?" Vante menatap tubuhnya sendiri, benar, beberapa kali ia terbangun disini ia selalu menggunakan piama yang terlihat sangat mahal dan elegan. "Biola?" Pemuda itu menatap sebuah biola yang berdiri dengan baik disudut ruangan, jadi biola indah itu miliknya?
Vante menarik nafasnya panjang, kemudian menghembuskannya. Pemuda itu berjalan menuju kamar mandi, tidak lama keluar dengan setelan yang dikatakan disurat itu. Vante menatap pantulan dirinya di cermin, tidak buruk. Setelan yang ia pakai lebih terlihat seperti seragam, tapi terlihat mewah dan mahal. Ia tersenyum, rasanya ia akan mengulang masa sekolahnya dengan setelan itu. Vante mengalihkan pandangannya saat mendengar pintu yang dibuka, "Hey, selamat pagi. Ayo cepat! Sarapannya sudah siap." Rain menyembulkan kepalanya dipintu, tersenyum manis kearah teman seumuran nya.
Vante mengangguk, pemuda itu mendekati biola yang ada disudut ruangan, kemudian memasukkan biola itu dengan hati-hati kedalam tas, setelah itu berjalan keluar bersama Rain. "Sudah berapa lama kau disini?" Tanya Vante pelan saat mereka melewati koridor besar menuju ruang makan, hanya basa-basi, karena mereka berjalan tanpa ada suara apapun.
"Sepuluh tahun." Jawaban Rain itu berhasil membuat Vante membeku, pemuda itu berhenti berjalan dengan mata membulatnya. "Kenapa?" Tanya Rain bingung.
"Kau serius?" Rain mengangguk, terlihat santai untuk ukuran orang yang terperangkap disebuah dunia asing selama sepuluh tahun.
"Aku yang Pertama, artinya paling lama. Butuh waktu bertahun-tahun untuk mengumpulkan pemain-pemain lain." Raim menatap Vante yang masih membeku disampingnya, tersenyum kecil. "Kau takut akan terperangkap disini selama itu, bukan?" Tanya Rain dan tepat! Pertanyaan itu tepat mengenai sasaran.
"Hmmmm..... Sepertinya begitu." Vante menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Tidak akan, kau pemain terakhir." Ucap Rain menenangkan, karena semua pemain telah berkumpul, seluruh lukisan yang ada dikoridor telah terisi, mereka hanya perlu mengetahui untuk apa mereka bertujuh berada dikastil mewah ini. Mereka kembali berjalan, melewati banyak ruangan dengan pintu-pintu besar. "Disini ruang makan." Raim membuka pintu yang ada didepan mereka, menampilkan ruangan mewah yang diisi meja besar dan lima orang lain yang sudah duduk disana.
"Kalian sangat lama! Perut ku sudah meronta kelaparan." Arsen berseru kesal dengan wajah mengkerut nya yang terlihat menggemaskan.
"Astaga, maafkan aku tuan muda Arsen." Gurau Raim sambil membungkukkan tubuhnya dengan wajah mengejek, membuat Arsen mendengus kesal ditempat nya. Ia benar-benar kelaparan! Berusaha menahan rasa laparnya semalaman dalam tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
GEMA : When The Wings Spread
Fanfiction[REVISI] Vante yang mencintai musik tapi tersadar jika suaranya hanya bergema sendirian, gemanya berwarna semu karena tidak ada gema lain yang melengkapi. Pria muda itu kemudian bertanya-tanya. Apa arti semua ini? Saat menyadari hal itu, mimpi-mimpi...