49.NEUNUNDVIERZIG

236 34 40
                                    

Hentakan yang mencekal kesabaran,
perlahan membuat sebuah jembatan kesengsaraan.
Hingga menjadikan sang logika akhirnya menguap pada pasokan udara yang semakin menipis,
disertai derai air mata tak kunjung habis.
-Evanescence-

HAPPY READING, PEEPS!

~

Rachel menatap punggung Bryan yang mulai menjauh dengan sorot sendu.

Ingin sekali Rachel menahan laki-laki dewasa itu untuk menemani dirinya selama mungkin. Mendekap rasa sakit yang selalu bersarang pada hati, agar Rachel mempunyai alasan kenapa dirinya tetap bertahan di posisi yang semakin mencekik akal sehat gadis itu.

Keberadaan Bryan di sampingnya adalah sumber kewarasan Rachel.

Rachel tidak tahu harus bagaimana jika tidak ada sang pacar. Mungkin saja Rachel akan melakukan tindakan gegabah itu untuk kedua kalinya.

Kehadiran sosok Ibu dalam hidup Rachel tidak membuat dia sepenuhnya merasa lega dan aman. Karena Agatha tidak pernah ada di saat dirinya berada pada titik terendah.

Hanya Bryan yang paham bagaimana pelik kisahnya. Seberapa hancur Rachel di dalam tanpa orang lain tahu.

Rachel tahu, bahkan sangat mengerti bahwa perasaan sebesar ini pada Bryan hanya akan membuat boomerang pada dirinya. Akan tetapi, Rachel benar-benar menulikan hal itu dan tetap berjalan lurus untuk memertahankan akal agar selalu berpikir jernih.

Bryan adalah kesembuhan bagi Rachel.

Maka tidak heran ketika Rachel tahu Bryan lebih mengutamakan Luna dibanding dirinya, membuat gadis itu benar-benar terpuruk hingga ingin mengakhiri hidup.

Karena tanpa Bryan, Rachel tidak akan mampu bertahan.

"Kamu enggak mau nginap, Bryan?" Nada suara Rachel lirih. Berdiri di teras rumah dengan tangan yang meremas jemarinya, gelisah.

Laki-laki bule yang baru saja ingin masuk ke dalam mobil berbalik ke belakang. "Enggak bisa, Sayang. Malam ini aku harus ikut papa, belajar tentang seluk beluk perusahaan. 'Kan aku penerusnya," jelasnya panjang lebar.

Rachel hanya bisa menghembuskan napas pasrah.

Mau bagaimana lagi? Bryan memang pewaris tunggal keluarga. Tidak mungkin Rachel tetap kekeuh dengan permintaannya, sedangkan ada hal yang lebih penting untuk Bryan lakukan.

Gadis itu memilih bungkam. Sibuk dengan pemikirannya yang kalut, takut bertemu papanya setelah ini.

Apa lagi Agatha masih berada di Paris, tidak ada yang bisa Rachel jadikan tameng jika terjadi hal-hal buruk kepada dirinya.

Tidak mungkin, 'kan, Rachel meminta bantuan Luna? Walaupun si bungsu mempunyai jiwa pemberani yang mampu menentang sang papa, tetap saja Rachel gengsi ingin meminta pertolongannya.

Ditambah lagi selama Rachel dirawat, Luna tidak pernah sekali pun menginjakkan kakinya di rumah sakit.

Pasti gadis berambut pendek itu membencinya, bukan?

Sebenarnya Rachel sama sekali tidak marah, karena memang jika Luna benar-benar membenci dirinya, itu juga karena ulah Rachel sendiri.

Evanescence (END)Where stories live. Discover now