69.NEUNUNDSECHZIG

191 21 6
                                    

Bergeraklah walau sekedar merangkak.
Karena itu lebih baik daripada berdiam diri, lalu membiarkan kegelapan merenggutmu perlahan.
-Evanescence-

HAPPY READING, PEEPS!

~

Netra Luna maupun Rachel bergetar. Tatapan keduanya menghunus objek yang sama, sang papa.

"Saya saat itu sudah mendaftarkan Rachel untuk ikut lomba menjadi model cilik." Alis Rei bertemu, menatap sengit anak bungsunya.

"Tapi ... karena kecerobohanmu sampai membuat kulit Rachel tidak mulus lagi menjadikan dia gagal sebelum bersaing," jelas pria itu dengan nada rendah. Emosinya sudah berada di ubun-ubun yang siap meledak kapan saja.

Rei mendekat selangkah. "Kamu tahu? Melihat Rachel menjadi model terkenal adalah impian terbesar saya dan ..."

"Hal itu juga satu-satunya permintaan terakhir mama saya sebelum dia meninggal."

Luna tertegun, napasnya mendadak tersendat.

Sefatal itukah ternyata tindakan dirinya dahulu? Kenapa Luna baru mengetahui hal ini sekarang?

Rachel menutup mulutnya dengan tangan gemetar. Merasa syok karena mengetahui sebuah fakta besar dari mulut papanya.

Rei menutup kelopak mata sejenak, deru napas yang memburu serta urat yang timbul pada genggaman tangan jelas menunjukkan bahwa ia sedang dilanda amarah besar. Kilas balik tentang permohonan mamanya terdahulu membuat pria itu merasa bersalah karena tidak dapat mewujudkannya.

"Saya sudah berjanji akan memenuhi permohonan terakhirnya," lirih pria itu.

"Tapi ..." Rei membuka kelopak mata, kembali menatap tajam Luna yang sedang berdiri dengan badan gemetar.

Rei melanjutkan langkah mendekati Luna secara cepat. "TAPI KAMU MENGHANCURKAN SEGALANYA, LUNA!"

BRAK!

"PAPA! STOP!" Rachel berteriak histeris. Tangannya semakin banyak mengeluarkan keringat dingin karena ketakutan gadis itu meningkat pesat.

Di sana, punggung Luna menabrak dinding dengan kuat hingga menyebabkan bunyi hantaman yang nyaring. Napasnya tersengal karena kini tangan kanan Rei berada di lehernya untuk mencekik.

"DARI DULU SAMPAI SEKARANG, KENAPA KAMU SELALU MEMBUAT SAYA MARAH, HAH?!" Cengkraman itu menguat.

Wajah Luna memerah, menggapai tangan Rei seraya meronta untuk dilepaskan. Pasokan oksigen yang ia miliki semakin menipis.

"PAPA!" Sang kakak berlari menuju mereka dengan berurai air mata. "PA! PLEASE! PAPA BISA MEMBUNUH ADIK RACHEL KALAU KAYAK GINI!" Ia memukul lengan Rei sekuat tenaga agar papanya mau melepaskan Luna. Namun, yang ada Rei semakin menajamkan tatapannya seraya menyunggingkan senyuman miring.

"RACHEL JANJI BAKAL MELAKUKAN APA AJA YANG PAPA MAU, ASAL PAPA LEPASIN LUNA SEKARANG!" Seluruh tubuh Rachel bergetar, entah air mata yang ke berapa terjatuh melewati pipinya.

"Le-pas ..." Luna meneguk salivanya susah payah, rasa pening menghampiri kepalanya hingga Luna memutuskan untuk memejamkan mata.

Evanescence (END)Where stories live. Discover now