75.FÜNFUNDSIEBZIG

196 20 0
                                    

Cepat atau lambat,
apa yang sudah ditanam akan dituai.
Entah itu buah yang segar atau pun buah yang busuk.
-Evanescence-

HAPPY READING, PEEPS!

~

El membawa Bryan ke taman belakang panti yang selalu menjadi tempat favoritnya ketika ingin menyendiri.

Di sana ada kolam kecil yang dihuni oleh ikan hias milik Bunda Lily, di tengah-tengah kolam tersebut ada air mancur buatan yang menambah keindahan kolam.

Dan tak jauh dari kolam, ada kursi putih berbentuk memanjang serta meja di depannya. Di atas kursi itu terdapat gitar yang Bryan yakini milik El.

Mereka duduk di sana dengan gitar sebagai pemisah antara keduanya.

Bryan berdeham. "Gitar ini punya lo?" tanyanya mencoba basa-basi.

El melirik sembari mengambil gitar dan membawanya ke pangkuan. "Iya."

Dilihatnya gitar El dengan kaki yang mengetuk-ngetuk rumput di bawah. Di tepi gitar tersebut terdapat inisial yang membuat Bryan salah fokus.

"Jadi ... nama lo enggak cuma El, ya?" celetuk Bryan santai.

Semudah itu Bryan menyimpulkan saat melihat inisial R.E pada gitar El.

Di sisi lain, El seketika merubah raut wajahnya. "Maksud lo?"

Alis Bryan bertemu disertai dengan dahi yang mengerut. Merasa aneh dengan pertanyaan El.

"Itu ...." Bryan menggunakan dagunya untuk menunjuk inisial tersebut. "Inisialnya R.E."

Sedangkan El menerjab berulang kali. Mencoba menetralisir detak jantungnya yang tiba-tiba berpacu kencang. Ia diam untuk beberapa saat.

"Kalau boleh tahu, nama kepanjangan lo apa?" Laki-laki bule itu bersidekap dada sambil memerhatikan ikan di kolam. "Biar gue bisa lebih kenal dengan calon adek ipar." Bryan terkekeh.

El menipiskan bibirnya yang terasa kering. "Itu ... bukan gitar gue awalnya." Ia berusaha tersenyum natural.

Bryan menoleh, masih menunggu El melanjutkan ucapannya.

"Ya ... ini ... bukan punya gue. Waktu itu gue nemu di gudang," jelas laki-laki itu.

Tatapan Bryan membuat dirinya sedikit tidak nyaman, hingga El melontar tatapannya ke langit yang tampak diliputi oleh awan-awan berwarna kelabu. Cuaca hari ini sedikit mendung dengan semilir sang bayu yang menyejukkan kulit mereka.

Setelah merasa El tidak menunjukkan tanda-tanda akan berbicara kembali, Bryan mengangguk. "Oh ... gitu, ya?"

~

Jemari Rachel saling memilin. Ia baru saja selesai menceritakan apa yang sudah Bryan lakukan selama ini.

Dan sekarang mendadak ia menyesali keputusannya, karena Luna masih belum menunjukkan reaksi yang berarti. Adiknya itu tetap diam sambil tetap mempertahankan tatapannya ke Rachel.

Jangan sampai Luna tiba-tiba mengamuk dan membuat kamar yang sudah ia susun rapi menjadi berantakan.

Napas Rachel memberat. Ia sungguh merasa sangat kaku sekarang. Apa lagi keringat dingin sudah muncul dari telapak tangannya.

Evanescence (END)Where stories live. Discover now