1. Hujan dan Ceritanya

1.1K 122 14
                                    

Hujan turun tanpa jeda membasahi taman kota sore itu, siapapun yang melihat hujan tersebut pasti akan memilih untuk berteduh. Takut kedinginan karena dibasahi derasnya hujan.

Tapi, hal itu tidak berlaku untuk seorang gadis yang tengah duduk di bangku tangan dengan bahu yang berguncang kencang dan kedua tangannya menutup wajah imut milik gadis tersebut secara sempurna.

Suara isak tangisnya kalah dengan suara derasnya hujan menghantam taman kota sore itu, air matanya tidak terlihat membasahi wajah imutnya karena telah tertutupi oleh derasnya air hujan membasahi wajah tersebut.

Namun, siapapun yang melihat gadis tersebut sudah mengetahui bahwa ia tengah mengalami kesedihan yang cukup dalam.

Tangis yang cukup pilu jika saja hujan tidak membantu gadis tersebut menutupi semuanya.

Gadis yang duduk sendirian ditengah taman kota dengan hujan yang mengguyur tersebut bernama Mima. Mima Niput Adistya, gadis berusia 24 tahun yang baru saja menyelesaikan kuliahnya dengan gelar sangat baik. Hari ini, seharusnya ia berada di gedung mewah mengenakan gaun putih, tersenyum bahagia dengan menggandeng pasangan yang bersamanya semenjak ia kuliah semester 1. Naas, saat dua hari menjelang hari H pernikahan mereka Mima harus memergoki pasangannya yang tidur bersama wanita lain.

Hancur, bagi Mima kata tersebut sudah mewakili perasaannya.

Memang sih harusnya ia merasa beruntung karena di jauhkan dan ditunjukan oleh yang maha kuasa bahwa yang akan menikahinya kelak adalah laki laki yang tidak benar. Namun, yang namanya sedih bagaimana yaa Mima juga tidak dapat mengelak hal tersebut. Mau bagaimana kurang ajarnya laki laki tersebut, Mima pernah mencintai laki laki bejat tersebut sepenuh hati.

Entah dorongan dari mana juga Mima tidak tahu, kakinya melangkah lunglai dan membawanya ke taman kota ini. Awalnya sih tidak hujan, Mima juga tidak menangis namun tiba tiba langit menjadi gelap dan air hujan turun dengan deras tanpa jeda seakan mengetahui perasaan Mima saat ini.

Jelas saja tanpa mau menyianyiakan kesempatan, Mima akhirnya menumpahkan rasa sedihnya pada sore ini setelah menahannya semenjak dua hari yang lalu.

"Hujan"

Tangisan Mima yang tadinya meledak ledak mendadak terhenti ketika sudah tidak ada hujan yang menerjang dirinya dan juga sebuah suara bariton milik laki laki didekatnya.

Mima menjauhkan tangan mungilnya dari wajah, kemudian mengangkat wajahnya menatap sang sumber suara.

Sesosok laki laki berperawakan tinggi dengan seragam loreng di tubuhnya, itu yang kini tengah berdiri dihadapan Mima. Mata Mima dan tentara tersebut bertemu, terkunci.

Mima dengan sorot mata yang penuh kesedihan dan sorot mata tentara tersebut yang terlihat dingin namun hangat.

"Kita berteduh?" pecah tentara tersebut

Gelengan kepala tegas Mima sudah menandakan bahwa ia tidak mau, membuat tentara tersebut menyeritkan keningnya bingung

"Kenapa?" Tanyanya lagi

Enggan menjawab, Mima menggeser dirinya ke daerah yang tidak terkena payung yang dibawa oleh tentara tersebut. Kemudian, ia mengadah. Mengizinkan hujan untuk membasahi wajahnya.

Gimana gue mau neduh, kaki gue aja udah lemes banget gara gara nangis sesegukan tadi

"Bapak kira saya orang gila ya? Bukan kok pak, aman. Boleh tinggalin lagi kok saya-nya"

Bukannya menjawab, Mima malah mengusir tentara tersebut.

"Iya, saya kira kamu orang gila makanya saya kesini"

[KCT.7] RembulanWhere stories live. Discover now