11. It's too late, Ayah.

112 1 1
                                    

It's too late, Ayah.

One-Shot

Genre :

Drama, Action, Teenfiction

Subgenre/tema :

angst, hurt, sad, comfort, konflik, family, dark


****


Asap tidak terlalu pekat, tetapi selalu berhasil mengusik indra penciuman—siapa pun. Namun, tidak dipedulikan oleh pemuda.

Sedari tadi berdiri menatap api yang membara, menghanguskan tumpukan barang, mungkin orang lain lihat sangat berharga. Sedangkan, bagi pemuda itu tidak.

Tumpukan sertifikat dari berbagai penghargaan, bila pemuda lain seumurannya akan terus disimpan—tepatnya dipajang, penuh kebanggaan ditambah pengakuan begitu memuaskan hati yang didapatkan dari orang tua.

"Dulu berharga, dan sekarang sudah tidak." Manik hitamnya, terus terpaku pada api yang melahap habis barang berharga.

"Apa yang kau lak—" Lelaki paruh baya, terbelalak kala menyadari yang dibakar oleh si anak. "Kenapa kau membakarnya!"

Pemuda tadi—anaknya hanya melirik biasa, kemudian melangkah pergi. "Sudah nggak berharga bagiku, untuk apa disimpen."

Lelaki paruh baya tadi, menatap sendu. sekaligus merasa bersalah, ya sejak awal karena ulahnya. Kemudian melirik satu pelayan, untuk mengambil seember air, meski tahu sudah terlambat menyelamatkan barang berharga—prestasi anak yang selalu asing baginya.

"Ayah yang buruk cocok bagiku." Sembari membawa penghargaan milik anaknya, telah rusak total.

Pemuda tadi, terus melangkah mengabaikan para pelayan yang berkeliaran, termasuk anak lelaki seumurannya, tidak lain saudara—tiri.

"Memuakkan, anehnya dia tetap menyeretku untuk pulang. Atau kerusuhan yang kubuat belum berhasil membuatnya hingga mereka semua mengusirku kah?"

Lebih berharap, hidup sederhana dan berkeliaran bebas. Meski sendiri, karena sang ibu telah meninggalkan selamanya. Ya, setelah mengetahui hal itu dia—lelaki paruh baya—nyatanya sang ayah, menemuinya dan memaksa ikut.

"Baru sekarang dia mengkhawatirkan." Senyuma getir, terukir sejenak. "Dulu ke mana saja, ketika ibu mengandungku dia tidak ada. Hingga sakit dan ajal menjemput."

Teriakan begitu kencang, meluap begitu saja. Tangannya terkepal, lecet dan memerah. Ya, sempat meninju keras dahan pohon di sepanjang trotoar. Bahkan, tidak peduli atau lebih parah mengganggu pejalan kaki yang berlalu lalang.

"Sudah terlambat."

Sadar, tetapi sudah telanjur membuat luka yang begitu besar dan amat dalam. Sulit disembuhkan dalam jangka waktu pendek.

Meski sembuh, bukan berarti tidak akan meninggalkan bekas.

"Menjadi yang paling bodoh dan buruk, itu lebih baik. Walau terus diremehkan."

12 Desember 2021

Kumpulan OneshotWhere stories live. Discover now