1-Awal dari semua kejadian;

149 67 80
                                    


Kak Haidal kapan pulang?
Kak Haidal kapan pulang?
Kak Haidal kapan pulang?

Mungkin Haidar sudah mengulang lebih dari dua belas kali untuk mendengarkan vn dari suara adik bungsunya yang masih kecil itu, perkataannya yang tidak bisa mengucapkan huruf 'R' menjadi ciri khas dari kegemasan yang selalu membuat Haidar tersenyum.

Kelakuannya barusan membuat teman-temannya Arsa, Danur, Wala, dan Helga yang berada disampingnya menatapnya heran. Sebenarnya apa yang sedang Haidar lakukan?

"Gimana abis ini kita langsung nongkrong?" Haidar langsung mengarah kan pandangannya ke arah teman-temannya bukannya mendapatkan respon ia malah melihat mereka menatap nya dengan intens.

"Bukannya adek lu nunggu di rumah tuh, dari tadi juga lu ngulangin vn terus dari dia?" Tanya Danur kepada Haidar.

"Bener Dar, bukannya lu langsung pulang aja abis ini kasihan tuh adek lu nungguin...." Wala menambahkan.

"Ah....itu paling cuma kepencet kok," Haidar beralasan.

Haidar sebenarnya tahu Sagara sang adik bungsu selalu menunggunya pulang, ia selalu mengirimkan vn lewat handphone yang dipegang adik ketiganya untuk meminjamnya dan mengingatkan Haidar untuk pulang cepat Namun, ntah mengapa Haidar terlalu malu untuk menunjukkan kasih sayang tersebut kepada adik-adiknya, egonya terlalu tinggi, tak heran jika ia tidak terlalu dekat dengan sang adik pertama. Haidar terlalu bingung bagaimana caranya untuk menunjukkan kasih sayangnya ....

"Kalau kalian bisa gue sih ikut aja," ucap Helga di antara mereka berlima Helga lah yang paling easy going pergi kemana pun akan ia iyakan asalkan yang lain ikut.

"Tapi lu bisa nggak Sa? Biasanya lu nggak boleh kan pulang lambat?" Haidar bertanya kepada Arsa, tahu betul ia bahwa temannya satu ini sering disebut 'Anak Mami' karena terlalu dikekang seperti tidak boleh pulang lambat, bahkan tidak diperbolehkan untuk pergi pada malam hari bahkan ia hanya dibolehkan pergi saat beralasan untuk mengerjakan tugas kelompok.

"Nggak tahu lihat nanti," kata Arsa singkat, wajahnya memperlihatkan kalau ia bingung, jika ia pergi pasti Bundanya akan memarahinya karena pergi untuk keperluan yang tidak penting, katanya Arsa terlalu membuang-buang waktu untuk itu padahal bukannya di umur Arsa sekarang ini seharusnya ia sedang menikmati masa remajanya ya, bermain dan bergaul seperti teman-teman yang lain, tapi Arsa tidak pernah merasakan semua itu, Ia ingin ikut bahkan sangat. Sudah berulang kali ia memberikan banyak alasan untuk tidak ikut nongkrong bersama yang lain kalau kali ini tidak bisa lagi bukan kah itu tidak enak dengan yang lain.

Mengetahui Arsa kesulitan Helga langsung menimpali, "Gimana kalau besok-besok aja nggak asik nih kalau nggak bisa semua kan?"

"Ah nggak usah, nggak usah kalian berempat aja ...." sekali lagi Arsa pamit tidak ikut.

Bel bunyi masuk untuk pelajaran terakhir telah berbunyi, menjadi tanda berakhirnya percakapan mereka, mereka berlima langsung bergegas untuk menuju kelas.

"Arsa yang tadi lupain aja ...."

Sebuah tangan mendarat tepat di bahunya, pemiliknya bukan lain adalah Helga Ia mengucapkan kalimat tersebut sambil tersenyum, Arsa tahu Helga berusaha menghiburnya, diantara yang lain juga Helga lah yang paling mengerti keadaan dirinya. Harus mengucapkan terimakasih berapa kali seharusnya Ia kepada Helga.

Arsa membalas perkataan tersebut dengan senyum tipis.

*****

Hujan di luar membuat Arsa harus menunggu mobil jemputannya lebih lama lagi.

Beberapa siswa bahkan nekat untuk menerobos hujan yang sedang lebat-lebatnya membuat Arsa menggelengkan kepalanya heran, ia bertanya di kepalanya apa hal tersebut tidak membuat mereka sakit? Apa tubuh mereka kuat untuk menopang dinginnya air dari rintik-rintik hujan yang membasahi mereka setelah itu, Arsa bahkan tidak pernah membayangkan dirinya terkena air hujan sedikitpun pasti dirinya akan langsung demam detik itu juga.

BERPINDAH "JIWA"Where stories live. Discover now