4-Awal (?) kehidupan Arsa

68 42 32
                                    


"Haidar, tunggu....!!!" derapan langkah yang kencang mendekati Arsa, wanita yang diketahui bernama Alvian tersebut terlihat ngos-ngosan saat berusaha mengejar Arsa yang tadi sudah lumayan jauh.

Arsa menoleh, sedikit tak menyangka wanita itu berlari berusaha mengejar dirinya, Arsa kira Alviana tidak seniat itu untuk mengejar dia.

"Dar lo kenapa sih, gue deketin malah pergi, gue tahu gue salah Dar, tapi...." perkataannya yang belum selesai terpotong oleh perkataan Arsa yang lumayan membuatnya kaget.

"Jangan suka sama saya." kata Arsa singkat dan hendak melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti.

"Tunggu!" Alviana berusaha menghentikan Arsa dengan memegang lengannya, berharap Arsa masih mau mendengarkan perkataannya.

"Kali ini ya Dar, gue jelasin. Lo itu salah paham Haidar, ya, ya, ya." pintanya dengan ekspresi berharap.

Arsa menaikkan satu alisnya agak bingung, sebenarnya ada urusan apa Haidar bersama wanita di depannya ini sampai Alviana memohon-mohon ingin menjelaskan sesuatu yang terlihat penting baginya.

"Jangan suka saya." tegas Arsa lagi.

"Tapi kenapa? Kenapa gue nggak boleh suka lo Dar? Coba jelasin. Kenapa??"

"Pokoknya jangan pernah suka sama saya Alvian."

Alviana langsung melepaskan tangannya yang tadi berada di lengan Arsa begitu mendengar apa yang di dengarkan dari mulut Arsa, Viana tahu jika Haidar yang dikenalnya sudah memanggilnya dengan panggilan nama lengkap berarti Haidar sudah benar-benar marah kepadanya.

"Tapi gue bakal tetep suka sama lo, Haidar." setelah mengucapkan kata tersebut Viana langsung pergi begitu saja dari hadapan Arsa tanpa sepatah katapun lagi, membuat Arsa bertanya dengan dirinya sendiri, apa yang barusan diucapkan nya menyakiti hati gadis tersebut?

Entahlah. Arsa hanya ingin hidup dengan tenang kali ini, setidaknya...walaupun hanya sementara waktu yang diberikan dengan keadaannya yang berada ditubuh Haidar.

Arsa hanya ingin hidup tenang kali ini tanpa harus berurusan sama siapa pun yang berusaha menganggu ketenangan batinnya.

*****

Arsa jadi ingat tadi pagi ketika dirinya hendak pergi dari rumah dengan pakaian seragam yang lengkap saat hendak pergi ke sekolah. Ibu Haidar yang kini menjadi Ibunya juga berusaha membujuknya untuk tidak ke sekolah lebih dulu, Ia khawatir dengan kesehatan Arsa yang belum sepenuhnya membaik, namun Arsa berusaha meyakinkan nya dengan menjelaskan kalau tubuhnya kini sudah lumayan jauh membaik dari kemarin, awalnya tentu hal tersebut masih belum diijinkan, tapi setelah melihat Arsa yang bagun pagi-pagi sekali membuat Ibu tersebut melepaskan anaknya dengan syarat Arsa harus pulang cepat dan menghabiskan bekal yang telah dibawakan di tas yang biasa dibawanya.

Arsa tersenyum dan berfikir betapa beruntungnya Haidar yang mempunyai keluarga harmonis serta selalu memperhatikannya.

"Dar!!" Wala berteriak didepan pintu kelasnya dan mendekatinya bersama Danur dan Helga. Membuat Arsa yang tadi melamun langsung refleks menoleh ke sumber suara dan melupakan lamunannya.

"Wess santai Boy." Helga memperingati Wala dan merangkul bahunya.

"Lo tahu Dar? Kita tadi udah panik nyariin lo, ni orangnya," Wala menarik lengan Danur yang terlihat acuh.

"Dari tadi nyariin lo terus kayak nggak bisa lepas dari lu." lanjutkan.

"Gue di sini aja, kan tadi gue udah bilang di kelas." jelas Arsa

"Biasalah...." kata Helga sambil melihat Danur di sampingnya.

"Lo nanti pulang bareng gue!" ucap Danur spontan.

"Ini suruhan Bibi."

Danur sedeket ini ya sama Bundanya Haidar? Kok gue baru tahu?—batin Arsa.

"Pakai motor?" Tanya Arsa penasaran.

"Iya lah, jadi lo berharap pakai Lamborghini? Gue nggak punya."

"Udah lo tenang aja kalau Haidar yang bawa gue yakin nggak bakal kecelakaan kok di mah kalau pakai motor nggak sengebut elu." Helga berusaha meyakinkan Arsa yang dianggapnya bimbang.

Bukan-bukan, Arsa sama sekali bukan takut dia jatuh lalu kenapa-kenapa, Arsa sama sekali tidak memikirkan kalau Ia akan jatuh atau lecet, bukan sama sekali tentang itu.

Tapi arsa takut kalau ia jatuh lagi apa nanti Ia akan berpindah tubuh ke Danur?

Arsa langsung menggelengkan kepalanya cepat, sebenernya apa yang baru dipikirkan nya barusan? Ia berpikiran jauh sampai sengacok itu tanpa berpikir positif sedikit pun.

Tidak-tidak Arsa tidak boleh seperti ini.

"Gue naik angkot aja." Tolaknya.

Arsa sebisa mungkin untuk menghindari hal-hal yang makin merepotkan, takut hal tersebut semakin ruwet, masalahnya saja sekarang sudah banyak apa lagi ditambah lagi masalah lain, mungkin Arsa akan pingsan karena tidak sanggup.

"Wah apaan lo sok-sokan jadi maksudnya lo maunya dianterin naik mobil?" Wala bertanya tak suka kepada Arsa.

"Bukan gitu kalik Sa." Helga menenangkan Wala.

"Gue....gue cuma masih takut naik motor." ucap Arsa beralasan.

"Yaudah nanti lo naik bus aja, tapi gue tetep ngikutin sampai ke rumah lo, takutnya nanti gue dikira nggak ngejalanin amanah dengan baik." Danur terlihat pasrah.

*****

"Enak kan makanan Ibuk?" Sagara menyeringai sampai memperlihatkan gigi-gigi kecil yang beberapa sudah gupis.

Arsa tersenyum gemas, tangannya tidak tahan untuk tidak memegang kepala Sagara yang masih berumur tiga tahun tersebut. Seumur hidup Arsa tidak pernah membayangkan kalau Ia mempunyai Adik, pasti itu sangat menyenangkan.

Arsa cuma berandai. Tidak mungkin keinginannya terwujud. Kata Bunda mengurusi Arsa saja sudah sangat merepotkan apa lagi ditambah dengan satu anak kecil lagi. Tapi Arsa selalu gemas ketika melihat anak-anak kecil dengan tingkahnya yang lucu.

"Bang Haidar tahu nggak tadi aku gambar di suruh guru tapi hasilnya jelek, kata gurunya aku nggak pinter gambar karena yang aku gambar cuma gambar dua gunung dan satu matahari."

"Owh ya gurunya bilang gitu ke Nirmala?"

"Iya!!! Kan Nirmala jadi sedih." lanjutnya dengan wajah murung.

"Nanti Abang ajarin ya...."

"Hah yang bener Bang? Yeayy Abang mau ngajarin Nirmala ngambar." soraknya gembira.

Kini giliran Adik Haidar kedua yang berbicara. Namanya Nirmala ia baru kelas empat sekolah dasar, dari semua Adik Haidar Nirmala lah yang paling banyak bicara dan suka bercerita. Arsa bersyukur anak-anak ini menyukainya, Arsa cuma khawatir kalau ia yang menggantikan Haidar sementara (?) tidak diterima di keluarga tersebut. Tapi untungnya semua itu tidak terjadi atau belum?

Pintu masuk terbuka saat seseorang masuk dengan baju sekolah yang masih melekat ditubuhnya, tatapannya sinis melihat Haidar dengan sinis dan tidak bicara satu kata pun membuat Arsa yang tadinya bergembira ria langsung terdiam begitu saja.

"Raksa, kamu sudah pulang? Kok nggak ucapkan salam? Apa Ibuk nggak dengar ya?" Wanita tersebut terlihat agak mengomel kepadanya sambil berjalan dari dapur dan membawakan lauk sayur serta menaruhnya di meja di depan Arsa.

"Apa dia nggak ngerti juga kalau Abangnya ini abis kecelakaan." terlihat mukanya yang lelah.

"Haidar bantuin sini Buk...." Arsa menawarkan diri untuk membantu membawakan makanan ke meja makan.

"Tidak perlu Nak, kamu perlu makan banyak saja, Ibuk sudah cukup." tolaknya halus.

Bersambung....

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 08, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

BERPINDAH "JIWA"Where stories live. Discover now