Part 7

550 90 6
                                    


Happy Reading

"Badrun mau?" Chika menyodorkan cup es krim besar rasa coklat yang tadi dibelikan Badrun.

"Kamu abisin aja. Biar mood kamu baik."

"Asiiik..."

"Tadi nangisin apa?"

Mata Chika berkeliling, memandangi atap - atap rumah tetangga Badrun, "Ngga kenapa - napa."

"Dih."

Tangis Chika sudah reda. Mereka berdua sedang duduk di lantai tiga rumah Badrun. Walau tempat itu penuh cucian yang sedang dijemur, tapi itu spot terbaik. Menghadap sebuah lapangan besar yang biasa digunakan bermain bola tarkam. Sudah agak lama Chika tidak main ke sini. Dulu waktu rumahnya masih dekat dengan rumah Badrun, ia sering sekali main di lantai tiga ini bersama Badrun.

"Aku kangen duduk di sini sampe malem," tutur Chika.

"Seru ya, liat sunset. Serasa di Bali."

"Hahaha...pas turun kulit dah lengket keringetan. Panas."

"Tadi kenapa nangis sih?" Badrun memberanikan diri bertanya lagi.

"Eve itu seru banget ya?" Chika menyuap es krimnya. Dia tidak mengalihkan pembicaraan. Badrun saja yang tak bisa menangkap arah bicara Chika.

"Hampir ngga pernah ngobrol sama dia. Agak cablak, suka nyindir. Kan kamu tau, Chik. Pusat tata surya aku itu kamu. Dari dulu." Badrun mencuri pandang gadis yang hari itu dikepang dua.

"Haha...waktu kelas tujuh kamu juga ngomong gini. Aku terus mikir...apaan sih Badrun. Ngaco. Lama tuh aku baru ngeh kamu itu lagi ngegombal. Aku ngga nyambung. Hehehe..." Chika sandarkan kepalanya di bahu Badrun.

Dengan sigap Badrun merangkul dan mengelus sisi kepala Chika. Ia cium puncak kepala Chika yang wangi sampo, "Kamu digombalin juga bukannya baper. Malah ketawa."

"Aku kan orangnya kuper. Mana tau itu gombalan yang harus baper. Refleks aja ketawa."

Badrun mempererat rangkulannya. Chika merasakannya. Keningnya juga terasa diciumi Badrun beberapa kali.

"Mataharinya dah tepar, bawah yuk?" ajak Badrun usai matahari sudah terbenam. Siap berganti malam.

"Peluk Chika lagi, Drun. Sebentaaaar aja. Lagi kangen sama Papa," pinta Chika bernada manja.

Badrun dekap kepala gadis itu dan elus rambutnya dengan lembut. Atau ia usap - usap lengan dan punggung Chika. Endusan dan kecupan di ubun - ubunnya tak terhitung. Badrun tahu betul cara almarhum Papa Chika tiap memeluk anaknya.

°°°

Di sebuah negeri khayangan pada waktu yang bersamaan.

"Kath, gimana ini? Ajarin lagi!" oceh Marsha, ia kesulitan memetik gitar dan mengingat kunci yang barusan diajarkan Kathrin.

Kathrin kesulitan mengajarkan dua insan manusia yang bawel karena tak kunjung paham nada dasar bermain gitar. Marsha dan Ashel. Mereka berniat  berlatih dan berjanji konsisten menyiapkan diri mereka untuk bisa perform tahun depan di acara pensi. Ashel masih lebih baik, walau baru bisa memetik nada doremi.

"Gini, Sha. Jari kamu pegang gini, yang ini petik ini pelan," sahut Kathrin sabar.

"Cari mentor kita harusnya." Ashel berpendapat.

"Siapa?" tanya Kathrin.

"Menurut gue sih Kak Badrun."

"Ih, buaya gombal, Sha!" Ashel ketus.

Chika [END]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora