Enam Belas

70 33 1
                                    

Mencintai tak harus memiliki. Itu prinsipku saat melihat-lihat barang yang dijual.
~•~

8 Maret 2018

KURASAKAN genggaman erat, Sunghoon gugup rupanya. Aku menatapnya sambil tersenyum, lalu berjalan membawanya ke depan pintu ruangan psikolog yang kami kunjungi.

"Lo pasti bisa, lo Park Sunghoonnya Eun Gaeun 'kan?" bibirku lagi-lagi keceplosan.

Sunghoon tersenyum, dia mengangguk. "Tenang aja, ga akan gue biarin lo di goda cowok lain." mendengarnya Aku jadi malu sendiri.

Sunghoon masuk, dan Aku menunggunya di luar. Aku benar-benar yakin kalau dia bisa mengatasi traumanya. Hampir 1 jam menunggu, akhirnya Sunghoon keluar.

Aku menyambutnya dengan senyuman lebar, "Makan mie ayam yok!" ajakku.

Sunghoon mengangguk, dia dengan sigap menggenggam tanganku dan kami berjalan keluar dari klinik ini.

"Eun Gaeun," Aku mendongak menatapnya.

Tatapannya padaku, selalu seperti itu, lembut penuh kehangatan.

"Jadi pacar gue ya, nanti habis lulus jadi tunangan gue, terus kalau gue udah kaya, jadi isteri gue gimana?"

Pernyataan cinta macam apa itu. Aku mendengus geli, lalu berjinjit untuk membisikan sesuatu pada Sunghoon.

"I love you" Sunghoon langsung tersenyum lebar.

"Apa? Ga denger? Ulang dong." dasar anak ini.

Aku melepaskan tangannya, lalu menyuruhnya menunduk sedikit. Sunghoon menurutiku.

Cup!

Setelah mengecup pipinya Aku langsung berlari lebih dulu.

"Heh! Eun Gaeun! Lagi dong!!"

Wajahku pasti merah padam saat ini. Siapapun tolong sembunyikan Aku sekarang. Sunghoon berhasil menangkapku, dia memelukku dari belakang.

Lalu menyerang pipiku dengan kecupan bertubi-tubi. Pria dingin ini ternyata suka nyosor. Untungnya sekarang tidak ada orang di koridor ini.

"Yok, kita makan mie ayam, sayang." Sunghoon kini berdiri di sampingku, menggegam erat tanganku.

Aku tertawa pelan dan mengikuti pria yang sekarang statusnya adalah pacarku ini. Ini menyenangkan, menyelesaikan masalah Sunghoon dan perasaanku sendiri.

25 Desember 2021

Saat ini sedang natal, hiasan bertema natal ada dimana-mana. Walaupun tidak merayakan natal, Aku jelas suka dengan perayaan semacam ini.

Banyak makanan yang jarang ditemukan ada, acara-acara yang menyenangkan. Tapi yang kulakukan adalah diam di rumah, Aku terlalu malas untuk keluar.

Sayangnya perutku tidak setuju. Bahan makanan sudah habis, terpaksa Aku makan diluar, tapi ya sekalian cari suasana.

Aku memutuskan untuk makan di kafe dekat rumah. Untungnya skill Bahasa Inggrisku tidak perlu diragukan. Setelah memesan makanan, Aku berniat mencari tempat duduk.

Tapi mataku menemukan benda familiar. Tentu saja itu familiar karena ada fotoku bersama Sunghoon waktu di taman bermain di Korea.

Ini.. Buku harian Sunghoon. Aku ingat dia mengatakan kalau dia selalu menulis setiap hari yang dia habiskan bersamaku, katanya agar bisa menceritakan dan menyombongkan itu nanti pada anak kami.

Ku buka buku itu, tulisan Sunghoon. Kenapa benda ini bisa sampai ada di Kanada?

"Gaeun?"

Kak Yeonjun terlihat panik saat melihat Aku memegang buku harian Sunghoon. Ku lirik tas Kak Yeonjun yang terbuka, dengan cepat ku keluarkan isinya.

Album. Bukan album biasa, itu Album yang berisi fotoku dan Sunghoon. Sama seperti buku hariannya, Sunghoon suka menuliskan kebiasaan atau keinginanku di sana.

"Ini bukan yang kayak Kamu pikirin, Saya ga berusaha buat bersikap kayak Sunghoon."

Tidak, pikiran itu lenyap beberapa hari yang lalu. Aku hanya bingung kenapa dia bisa memiliki barang-barang Sunghoon itu.

"Kenapa ini bisa di Kakak?"

Kak Yeonjun terdiam.

Aku mendapat jawabannya begitu melihat kertas lain. Ku ambil kertas itu yang ternyata berisi tentang perjanjian. Jika Yeonjun berhasil menyembuhkanku, maka keluargaku dan keluarga Sunghoon akan berinvestasi padanya.

Tapi bukan psikolog Choi Yeonjun yang tertulis di sana. Melainkan psikolog Jeon Yeonjun. Aku menatapnya dengan penuh kekecewaan.

"Udah Aku bilang, jangan coba-coba berusaha jadi Sunghoon." Aku menghampiri meja kasir mengambil pesananku dan pergi.

Yeonjun mengejarku, dia menahan tanganku.

"Aku bisa jelasin," dia pikir dia siapa hingga Aku butuh penjelasannya.

Aku mendengus sambil menepis tangannya dan melanjutkan jalanku. Yeonjun kembali menghadang jalanku.

"Bukannya sengaja, Aku terpaksa, adik Aku, kena kanker. Perusahaan orang tua Aku bangkrut karena ditipu, Aku terpaksa Eun."

Aku menatapnya tajam, "Maaf Choi Yeonjun," kutekan kalimat itu. "Apapun masalah Anda, sebaiknya Anda tidak mengambil keuntungan dari masalah orang lain." ku katakan itu dengan tegas.

Tujuannya agar dia tahu, Aku bukanlah orang yang lemah. Dia terdiam, jelas dia tahu dia salah.

"Bayaran Anda akan Saya berikan sesuai perjanjian, jadi silahkan pergi dari hidup Saya."

Setelah itu Aku pergi. Sampai di rumah, ku kunci pintu, lalu bersandar dan akhirnya terduduk. Aku menangis. Bagaimana bisa dia memanfaatkan Sunghoon untuk uang.

Dia juga sengaja bersikap seolah dia adalah Sunghoonku. Dia bilang dia terpaksa, tapi dia melakukannya tanpa rasa bersalah.

Ku keluarkan ponselku, mencari kontak Sunghoon, dan mengirimkannya sms.

To : Ice Prince❤
Hoon
Dia, coba jadi kamu
Aku ga suka itu, kamu cuman kamu 'kan? Sunghoonnya Gaeun.

Aku kembali menangis, memeluk ponselku.

Ting!

From : Ice Prince❤
Tentu, Aku cuma Sunghoonnya Gaeun.

Kaget? Jelas, tapi Aku memberanikan diri membalas pesan itu.

To : Ice Prince❤
Tapi Kamu bukan Park Sunghoon.

Fakta bahwa Sunghoon terjatuh di depanku, dan itu bukan ciri khas typing Sunghoon, meyakinkanku kalau itu bukan Sunghoon yang ku kenal.

From : Ice Prince❤
Ketahuan ya?

~•~

UNDEAD BOY • Park Sunghoon Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang