『22: Semesta』

19 7 4
                                    

start⇩

Angga merebahkan tubuhnya ke ranjang. Badannya yang terasa sakit sekarang mulai mereda. Beberapa saat kemudian, ia mendengar bunyi notifikasi dari ponselnya, dengan sigap tangannya berusaha menggapai benda pipih yang tergeletak di atas meja.


5 pesan dari +65 81..

+65 81.. : Angga?

+65 81.. : ini aku Rara

+65 81.. : maaf baru chat kamu

+65 81.. : kamu apa kabar?

+65 81.. : gmna di jakarta?

Tubuhnya yang baru saja rileks kini kembali menegang. Dia tak salah lihat 'kan? Yang memberinya pesan benar-benar Rara! Cewek beruntung yang pernah memiliki hati Angga. Dulu.

Dengan jari-jemari yang sedikit bergetar, ia berusaha mengetik sesuatu.

Angga : alhamdulillah baik

Angga : ngga gmna gmna

BAGUS ANGGA! Dia memang tak berniat menyakiti perasaan Rara dengan pesannya yang terkesan dingin, dia hanya ingin menjawab dengan jawaban yang menurutnya wajar. Ohh ayolah, lagi pula status mereka sekarang hanya teman alumni dari SMP yang sama. Tak lebih.

+65 81.. : kalo Adis apa kabar?

Angga : baik jg

+65 81.. : Syukurlahh

read.

Angga membanting sembarangan ponselnya ke atas ranjang.

Jika kalian berpikir bahwa masa lalu Angga lebih indah dari masa lalu adis, kalian salah besar. Baik kisahnya dengan Rara ataupun kisah Adis dengan Galen, masa lalu mereka sama-sama rumit.

Sekitar empat tahun yang lalu, tepatnya ketika mereka duduk di bangku SMP, Rara pindah sekolah ke luar kota karena tuntutan kerja papanya. Dia benar-benar meninggalkan Angga. Yang lebih menyebalkannya lagi adalah tak ada satu atau dua patah kata pun yang disampaikan Rara. Ia hanya pergi, tak menganggap Angga sebagai apa-apa, setelah itu menghilang bertahun-tahun, dan baru sekarang memberi pesan pada Angga dengan pesan-pesannya yang terkesan sok akrab.

Mereka memang pernah seakrab itu, tepatnya sebelum Rara pergi. Dan hal tersebut tidak akan Angga biarkan terjadi lagi.

°°°

"Kakak mau ke Jakarta?"

"Iya. Bulan depan, masih lama kok."

"Kalo Kakak kesana, berarti aku nggak bisa ketemu Kakak lagi dong? Yaaah.."

"Kamu berdoa aja biar bisa ketemu kakak lagi. Kata mama, kalo kita mau sesuatu, harus berdoa dulu biar dikabulkan sama Allah."

"Oke, nanti aku mau doa biar ketemu Kakak lagi!"

"Nah iya gitu pinter."

"Kakak doa juga nggak?"

Anak laki-laki itu tersenyum seraya mengangguk. "Iya dong. Kakak kan mau ketemu Adis lagi."

°°°

"Kok lo bisa di Jakarta?" tanya Galen.

"Ah itu, kamu nggak pernah liat postingan Instagram aku ya?"

Perih rasanya mendengar pertanyaan itu dilontarkan langsung oleh cowok yang selama ini Risa anggap dekat dengannya. Ia pikir Galen sudah tahu banyak tentang dirinya

"Ketimbun postingan orang lain kali, emang kenapa?"

"Aku udah setahunan tinggal di sini. Mungkin harusnya aku, ya, yang tanya kok kamu bisa ada di sini?"

Galen sedikit terkejut dengan penuturan Risa tadi. Ia pikir Risa akan melanjutkan sekolahnya di Bandung dan tetap menetap di sana, tapi ternyata dugaannya salah.

"Bokap gue pindah tugas ke sini, dan mau nggak mau gue sama nyokap ikut pindah. Awalnya gue mau nolak, tapi pas dapet kabar dari adek kelas SMP kalo Adis juga ada di Jakarta, dan kebetulan bakal sesekolah sama gue, ya nggak bisa gue tolak lah. Lo tau 'kan?"

Lo tau 'kan perasaan gue ke Adis?

Galen memang tak melontarkan pertanyaan itu, tapi Risa tentunya sudah paham apa yang Galen maksud.

Tanpa Galen sadari, ia sudah beberapa kali melukai perasaan Risa. Rasanya tak adil, Risa tahu Galen masih menginginkan Adis, tapi kenapa Galen tak tahu kalau sampai saat ini Risa masih menginginkannya?

"Lo mau pulang ke Bandung lagi?"

Pertanyaan Galen cukup mengingatkan Risa pada dunia nyatanya. "Eh? Nggak tahu, aku nggak ada niatan buat pindah lagi. Kalo kamu?"

"Tujuan awal gue kesini karena bokap, sama karena Adis. Tapi bokap nggak maksa gue buat menetap di sini. Dan Adis juga kayaknya nggak begitu peduli. Jadi ya, ada kemungkinan gue pulang ke Bandung, dan kuliah di sana."

Risa mengangkat sebelah alisnya heran, seraya bertanya. "Adis nggak peduli, maksud kamu apa? Bukannya dia juga suka sama kamu, ya?"

Galen menarik nafas panjang, membicarakan hal ini membuat dadanya sedikit sesak.

"Gue, cowok yang udah tiga tahun terakhir bikin dia menderita. Apa gue masih pantes buat dia? Andai hati gue sekeras hati lo, mungkin gue masih bisa ngejar dia."

Tamparan keras untuk Risa. Galen benar, hatinya terlalu batu. Mendengar curhatan Galen yang sudah seperti sindiran pun masih tak cukup untuk menghentikan perasaannya pada Galen.

"Apa lo gitu juga, Ri?"

"Apanya yang gitu?" tanya Risa tak mengerti.

"Selama lo suka sama gue, lo juga menderita kayak Adis?"

Ya. Aku juga menderita.

"Mungkin ini awalan aku bakal menderita. Jujur, sebelum ketemu kamu lagi, aku nggak pernah semenderita ini."

Galen tak mengerti, jika cewek di depannya itu merasa menderita tepat setelah mereka bertemu kembali, lantas kenapa tadi Risa malah menghubungi Galen untuk bertemu dengannya di sini?

"Selama tiga tahun terakhir ini, aku pikir kita masih deket. Tapi setelah kita ketemu lagi, ternyata aku salah besar. Sadar sama kenyataan kalo sebenernya kita nggak pernah deket adalah hal yang bakal aku sesali seumur hidup, karena setelah itu, aku pasti bakal terus-terusan sakit hati."

"Kalo gitu, kenapa lo malah minta gue buat nemuin lo lagi?"

"Aku nggak mau nambah sakit hati dengan lepasin kamu gitu aja. Galenn please, kamu 'kan udah relain Adis, berarti harusnya kamu mulai buka hati buat aku!"

"Adis butuh waktu tiga tahun buat move on dari gue. Dan dia berhasil move on pun karena ada cowok yang akhirnya bisa sisihin gue dari hatinya. Sementara gue? Kalo pun nantinya ada cewek yang bisa buat gue lupa sama Adis, yang jelas cewek itu bukan lo Ri!"

Risa merapatkan bibirnya, tak bisa berkata-kata.

Hatinya dihancurkan dalam waktu yang bisa dikatakan sangat singkat.

Jika tahu akhirnya begini, maka Risa akan memilih untuk tak pernah menyukai cowok di depannya itu. Berharap hari ini adalah akhir dari kisah mereka.

❙❚❚❙to be continued❙❚❚❙

Adis(Completed✓)Where stories live. Discover now