『29: Perpisahan (b)』

40 8 1
                                    

start⇩

"Sumpah ya, gue gak ngerti, perasaan semuanya pada pengen kuliah di Bandung?"

"Ya bagus dong."

"Kalo lo doang yang pergi sih gue mah oke oke aja, biar bayangan masa lalu gue ilang seutuhnya, lah ini? Gevan juga mau pergi kesana, Kak."

Dalam hati, Galen tentu saja kesal mendengar penuturan jujur dari Adis, tapi yaa, mau bagaimana lagi?

"Kak Risa apa kabar?" tanya Adis tiba-tiba.

"Risa lagi sakit, bantu doa biar dia cepet sembuh ya, Dis."

"Ehh? Sakit apa?"

"Sakit biasa kok, sebentar lagi juga pasti dia sembuh, doain aja."

"Pasti gue doain."

"Makasih."

Adis merasa ada yang aneh dengan Galen, tak biasanya nada bicaranya sedikit terdengar sedih.

"Lo gapapa, Kak?"

Galen bingung harus menjawab apa, jelas saat ini dirinya sedang tak baik-baik saja, tapi disisi lain ia tak ingin membuat Adis khawatir.

"Lo lagi gak oke ya? Jujur aja ke gue, lo kenapa?"

Galen masih belum menjawab.

"Soal.. Keluarga lo?" tanya Adis hati-hati.

Galen menggeleng, "gue emang lagi ada masalah, tapi bukan masalah besar kok."

"Bohong. Jujur sama gue!"

"Ini soal Risa."

"Ya udah gapapa cepet cerita!"

"Risa divonis leukemia, Dis."

°°°

"Liat Adis gak, Kak?" tanya Diana pada Gevan yang tengah berbincang-bincang dengan teman-temannya.

"Katanya mau ngobrol bentar sama Galen, emangnya kenapa?"

"Gapapa, gue cuma kesepian, gak ada temen ngantin."

"Tuh, Ga, sana temenin!" kata Gevan sambil menyenggol lengan Angga.

"Gila lo, Kak! Udah ah, permisi, gue mau balik ke kelas!"

Gevan tertawa keras tatkala berhasil membuat Diana kesal. Tawanya terhenti ketika Angga tiba-tiba meninggalkan kursinya dan pergi ke luar kelas.

"Lo sih, Gev," sahut Lathan.

"Biarin aja, si Angga pasti lagi nyusul Diana, yakin gue."

"Cukup lo aja yang bucinnya minta ampun waktu masih sama Sisi, Angga jangan," tuturnya terdengar didramatisir.

"Sisi apa kabar ya? udah lama gue gak liat dia."

"Tadi pagi gue ketemu dia di parkiran. Biasa, bareng selingkuhannya."

Gevan spontan memukul Lathan. "Mulut lo, Than! Itu pacarnya!" tutur Gevan seraya menekankan kalimat akhirnya.

"Jadi, lo udah maafin Sisi?"

"Udah dari lama gue maafin dia."

"Ya bagus lah, jadi lo bisa buka hati buat Adis."

"Than, biasanya lo kalem-kalem, jarang banget ngajak gelut, hari ini lo lagi kenapa deh?"

"Ehh gak, gue serius. Gue yakin kalian sama-sama punya rasa, tapi masih gak sadar atau mungkin gak mau mengakui."

"Gue mau fokus kuliah dulu, terus kerja, dapet uang, nabung buat nikah, baru lamar jodoh."

"Lo gak mau jadi pacarnya Adis?"

"Mau. Nanti kalo udah nikah."

"Jawaban lo ambigu anjir, lo mau selingkuhin istri lo terus pacaran sama Adis?"

"Gak gitu maksudnya, woy!"

"Jadi maksudnya gimana?"

"Yaa──ya gitu."

Lathan tertawa keras mendengar cara bicara Gevan yang terdengar gugup. "Gue gak bodoh ya! Gue tau maksud lo."

"Ckck. Lama-lama gue unfriend lo, Than."

"Tapi niat lo oke juga. Jangan lupa minta restu ke abangnya yang tadi lo isengin."

"Angga gak gue mintain restu juga pasti restuin gue. Dia juga pasti mikir, gak ada calon adik ipar se- perfect gue."

"Emangnya lo mau jadi adik ipar temen lo sendiri?"

"Selama temen gue itu abangnya Adis, kenapa nggak?"

"Dasar bucin!" ledek Lathan lalu pergi ke luar kelas meninggalkan Gevan sendiri.

°°°

Galen menghela nafas panjang. "Gue gak tau lagi, Dis, apa yang harus gue lakuin."

"Mungkin udah saatnya lo peduli sama Kak Risa."

"Tapi─"

"Gue cuma minta lo peduliin Kak Risa, itu aja."

"Gue takut Risa makin berharap jauh."

"Apa yang lo takutin kalo emang Kak Risa bakal berharap ke lo lebih jauh?"

"Gue takut bakal nyakitin Risa lagi."

"Lo gak takut, tapi lo egois. Lo pilih buat gak peduliin Kak Risa karena alasan yang belum pasti, apa lo pikir yang lo lakuin itu gak akan bikin Kak Risa sakit hati?" Adis beranjak dari kursi, berniat meninggalkan taman beserta isinya. "Gue balik ke kelas dulu. Inget, penyakitnya Kak Risa bukan main-main, gue harap apapun yang lo lakuin ke dia, gak akan bikin lo nyesel di akhirnya."

°°°

"Udah lama ya kita gak ketemu, kamu apa kabar?"

"Alhamdulillah baik, Tante gimana?"

"Tante juga baik alhamdulillah. Masuk dulu yuk, diluar dingin."

"Gapapa, Tan, aku kesini cuman mau kasih ini doang kok, dari Ibu," kata Adis sembari mengasongkan paper bag berisi sekotak kue buatan Mutia.

"Wahh, kebetulan, tante juga lagi pengen kue, salam buat Ibumu ya, tolong sampaikan makasih juga."

"Iya, nanti Adis sampaikan."

"Ayo atuh masuk dulu, Kakak juga ada di dalem, siapa tau mau ngobrol-ngobrol dulu gitu."

Adis gelagapan, bingung harus menjawab apa. "Hehe, lain kali aja, Tan."

"Hm ya sudah. Oh ya, kamu kesini sama siapa?"

"Aku kesini sama ojek online."

"Ya ampun, pulangnya dianter Kakak aja ya? Sayang uangnya, mending ditabung."

"Ehh gak usah, Tan," tolak Adis.

"Lho kenapa? Kamu udah jauh-jauh kesini, anggap aja ini sebagai bentuk terima kasih dari tante. Bentar ya, tante panggil dulu Kakak," ucapnya sambil masuk ke dalam rumah.

Tak lama kemudian, Gevan muncul dengan hoodie hitamnya. "Langsung pulang, atau jalan-jalan dulu?"

"Udah malem, langsung pulang aja," jawab Adis dan langsung diangguki Gevan.

❙❚❚❙to be continued❙❚❚❙

Adis(Completed✓)Where stories live. Discover now