Bab 35 : Rindu yang Tumpah

12.1K 1.2K 66
                                    

Nilam dengan tatapan yang tak percaya akan apa yang dilihatnya saat ini hampir saja tersedak. Minuman yang rasanya sudah hambar di hadapannya menjadi saksi penantiannya yang membosankan selama duduk di kafe ini. Kini, dia mengerjap beberapa kali saat lelaki di hadapannya mengetuk meja.

"Are you okay?"

Nilam menggeleng dan sepersekian detik kemudian dia mengangguk, menggeleng, lalu mengangguk lagi. Dia sampai kesal akan dirinya sendiri dan akhirnya kembali menyedot minuman rasa taro yang sudah hampir menjadi air putih dingin.

"Lu mau mahar apa?"

Sontak pertanyaan itu sukses membuat Nilam tersedak dan bahkan menyemburkan air ke arah lelaki pilihan keluarganya. Ini bukan interaksi pertama mereka, tapi baru kali ini mereka bertemu secara langsung.

"Pelan-pelan." Lelaki itu menyodorkan sapu tangan kepada Nilam.

Untuk beberapa saat tidak ada obrolan di antara mereka. Nilam sibuk merutuki dirinya, sementara lelaki di hadapannya sedikit terpesona akan sosok perempuan yang tengah menggembungkan pipinya.

"Sudah ada kabar dari Salwa?"

"Gimana sama keadaan suami Salwa?"

Mereka berdua bertanya secara bersamaan. Dan entah mengapa, topik pembicaraan mereka malah jatuh pada hal-hal seputar sahabat mereka.

"Aku belum dapat kabar apa-apa," ucap Nilam dengan wajah yang tiba-tiba menjadi lesu.

"Fatih sudah agak baikan, tapi kondisinya masih sama kayak sebelumnya. Mengenaskan," ucap Hendri dengan nada frustrasi.

Mereka berdua lantas menghela napas secara bersamaan. Beberapa detik kemudian, mereka tertawa.

Hendri adalah lelaki yang dijodohkan oleh kakek Nilam. Persis seperti serial drama Korea yang berjudul "Princes Hours", kakek Nilam dan nenek Hendri telah sepakat akan menikahkan anak atau cucu mereka kelak. Nilam bahkan sampai tak percaya dengan kenyataan yang harus ia jalani. Tidak hanya dia, Hendri bahkan sampai pulang ke rumah neneknya di Lembang untuk memastikan hal tersebut. Nahas, tidak ada kata penolakan yang dapat menjadi jawabannya.

Ibu Hendri adalah anak tunggal, sama sepertinya. Sementara itu, anak dari kakek Nilam dua-duanya juga merupakan perempuan, sehingga tidak dapat dilangsungkannya perjodohan. Lebih nahasnya lagi, hanya Nilam satu-satunya cucu perempuan dari dua bersaudara tersebut.

"Gimana sama nasib rumah tangga mereka nanti? Gimana sama Salwa?" Beberapa hari terakhir ini pikiran Nilam sibuk akan keadaan sahabatnya.

"Semua cuma salah paham. Gue yakin mereka bisa memperbaiki semuanya." Hendri tampak tenang di tengah kegelisahannya.

Nilam kembali mendesah dan kemudian menyedot minumannya yang hampir habis. Matanya tertuju pada buliran air di atas meja.

"Sekarang kita ngomongin yang lain. Lu ... mau mahar apa?"

Nilam terbelalak dan kembali tersedak. Namun, kali ini dia dapat mengontrolnya dengan lebih baik. Matanya menatap Hendri yang duduk menyender dan tengah memperbaiki letak jam tangan branded-nya.

"Mahar apa? Siapa yang mau nikah? Kamu yakin bakal nikah sama aku?" tanya Nilam masih tak percaya.

"Terus gue harus nikah sama siapa? Abang lu? Ya enggak mungkinlah! Gue normal kali."

"Tapi ... ."

"Emang lu bisa nolak perjodohan ini? Lagian, kalau dipikir-pikir, apa lu bisa nolak pesona gue?"

***

Di tempat lain, Salwa yang tengah dibicarakan sahabatnya itu baru saja tiba di Jakarta sekitar jam sepuluh pagi. Dia tidak menghubungi siapa pun. Yang menjadi tujuannya saat ini adalah rumah tokonya. Jahitan yang belum selesai harus segera diselesaikan secepat mungkin. Setelahnya, barulah dia akan menyelesaikan masalah rumah tangganya.

Kilometer Cinta [Complete] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang