02 :: Execution

595 118 17
                                    

[Warning! Bab ini mengandung unsur kekerasan fisik yang tidak patut untuk dicontoh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


[Warning! Bab ini mengandung unsur kekerasan fisik yang tidak patut untuk dicontoh. Ambil baiknya, buang buruknya.]

***

Langkah kaki terdengar nyaring, ujung sepatu heels yang beradu dengan lantai menjadikan itu satu-satunya bunyi yang terdengar di rumah elit yang sudah beberapa tahun ditinggali. Sepasang mata kelabu itu menatap ke depan dengan sorot tenang, tas selempang ada di tangan kirinya, menggantung apik yang memberikan kesan glamor pada si pemilik. Rambutnya terjatuh apik sepunggung, bibir tipis itu terhias gincu warna merah.

Irene menghembuskan napas begitu sampai di depan pintu kamarnya. Pintu bercat putih itu dia tatap dengan sorot kalem. Kedua tangannya meraih knop, memutarnya lalu mendorong benda itu ke dalam.

Pukul delapan malam. Kebiasaannya sekarang adalah pulang di malam hari seperti ini. Ada banyak hal yang harus dia lakukan, termasuk rencana hidupnya di masa depan nanti yang harus dimatangkan sejak sekarang.

Irene menjatuhkan diri ke atas ranjang, membiarkan tubuhnya terlentang menghadap langit ruangan. Manik indah itu berkedip, entah kenapa dia merasakan hal yang buruk. Hanya feeling semata, tetapi kini dia sendiri agak merasa tak tenang.

Apa yang sudah dia lewatkan?

Irene yakin semuanya sudah terpantau dengan jelas. Jisoo mati di tangan Taeyong, satu persatu orang terdekat Erlando sudah dia musnahkan. Namun, kenapa Irene sendiri merasa masih ada yang mengganjal?

Irene menutup kedua mata, merasa agak lelah.

Dia butuh beberapa tahun untuk mengumpulkan kekuatan sebanyak ini. Untuk melawan Pratama, dia tidak bisa menyerang secara asal dan tanpa latar belakang yang mumpuni. Pratama jauh di atas dirinya, tetapi sekarang, dia mulai bisa menyeimbangkan diri.

Sedikit lagi.

Sedikit lagi, akan dia hancurkan orang-orang yang telah membuat keluarganya menderita.

Dia sudah susah payah merangkak di keluarga Achilles. Dia sudah susah payah menunjukan kompetensinya di keluarga baru ini. Irene sudah berusaha menjadi sosok yang bisa diandalkan di keluarga yang bagi dirinya sendiri terasa asing.

Melihat Erlando dan Jisoo yang menikmati hidup di atas kemewahan tanpa merasa bersalah, Irene merasa hatinya terbakar. Bukan tanpa alasan. Orangtuanya meninggal di tangan lelaki bajingan itu, tetapi hukum tidak pernah sedikitpun menggapai pelaku. Dia tidak bisa tinggal diam. Menyaksikan ibunya sendiri dipenggal di depan mata, Irene merasa bersyukur saat ini setidaknya dia masih memiliki kewarasannya.

Jahat atau tidaknya seseorang, tergantung di mana ia melihat sudut pandangnya.

Irene tidak akan pernah melakukan hal ini seandainya keluarganya tidak dibantai habis-habisan sampai tak tersisa, menyisakan dirinya seorang.

Ambivalent [17+] [Jisyong]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang